JAKARTA - Menunjuk Arlington Research dalam sebuah penelitian terhadap 12.000 responden dari 16 negara, termasuk Austria, Brasil, Kolombia, Prancis, Jerman, India, Malaysia, Meksiko, Arab Saudi, Afrika Selatan, Spanyol, Swiss, Turki, UEA, Inggris Raya, dan Amerika Serikat, Kaspersky mengungkapkan, hampir seperempat dari responden tidak mendapatkan informasi tentang ancaman siber kripto di dunia maya.
Meski demikian, kekhawatiran akan ancaman siber kripto berbeda-beda di setiap wilayahnya, contohnya, di negara-negara Afrika Selatan dan Asia Pasifik, penipuan investasi kripto masing-masing memiliki persentase 23 persen dan 15 persen.
Sedangkan untuk penipuan terkait aplikasi palsu kripto wilayah Afrika Selatan mencapai 16 persen dan Asia Pasifik 15 persen.
Kedua jenis ancaman ini merupakan perhatian utama pada responden.
Di bagian wilayah lain, khususnya di Eropa, masalah paling menonjol adalah serangan pemerasan di mana scammers mengancam untuk mengungkap riwayat penjelajahan korban di situs web dewasa kecuali mereka memberikan akses pribadi atau mengirim aset kripto (13 persen).
Apakah aset kripto membutuhkan lebih banyak perlindungan?
Separuh dari responden atau sebanyak 49 persen yang mengaku telah dipengaruhi oleh kejahatan aset kripto dalam beberapa cara, mengungkapkan berbagai aktivitas kriminal di lapangan.
BACA JUGA:
Selain itu, 49 persen individu yang disurvei tidak percaya bahwa sistem perlindungan saat ini untuk aset kripto efektif, dengan 40 persen pemilik aset kripto juga saat ini tidak percaya bahwa sistem perlindungan yang ada sudah cukup memadai.
Vitaly Kamluk, selaku kepala unit Asia Pasifik mengatakan, Tim Riset & Analisis Global Kaspersky (GReAT), industri kripto yang masih dalam masa pertumbuhan ini selalu bisa menjadi target utama para scammers.