Lembaga Keuangan Di Asia Pasifik Tidak Lagi Memilih untuk Membangun Sendiri Solusi Manajemen Kejahatan Finansialnya
Dev Dhiman, Managing Director, APAC at GBG. (Foto: Dok. GBG)

Bagikan:

JAKARTA - GBG, perusahaan teknologi global dalam bidang identitas digital, yang membantu berbagai perusahaan mencegah fraud dan memenuhi syarat kepatuhan, mengumumkan diterbitkannya studi IDC InfoBrief "Bangun, Beli, atau Sewa: Mengevaluasi Strategi yang Efektif untuk Memerangi Meningkatnya KejahatanFinansial dan Penipuan di Asia/Pasifik".

Lembaga keuangan (LK) di seluruh Asia-Pasifik terus menyesuaikan strategi dan investasi manajemen kejahatan keuangan mereka, antara lain mengambil kepemilikan penuh dan membangun sistem internal, membeli solusi, atau memanfaatkan layanan yang dikelola oleh penyedia solusi.

Infobrief IDC bekerja sama dengan GBG, disusun sebagai panduan konsultatif untuk membantu lembaga keuangan melakukan uji tuntas dalam mempertimbangkan parameter-parameter penting dan mengambil keputusan terkait solusi anti-penipuan generasi berikutnya.

GBG menugaskan IDC untuk melakukan riset pasar bertajuk "Next-Gen Financial Crime Management: APAC Finance, Banking, and Ecommerce" melibatkan lebih dari 800 responden di 8 pasar utama di Asia-Pasifik termasuk Singapura, Malaysia, Indonesia, Vietnam, Thailand, Hong Kong, Australia, dan Filipina.

Penelitian ini menemukan bahwa satu dari empat (26 persen) LK di Asia-Pasifik saatini menggunakan sistem manajemen fraud originasi/aplikasi yang dibuat sendiri. Namun, kecenderungan untuk membangun solusi anti-penipuan internal diperkirakan akan menurun, sebab hanya 21 persen responden memilih strategi membangun sendiri sistem penipuan originasi generasi berikutnya.

Di Indonesia, tren penurunan membangun sendiri solusi internal ini bahkan lebih jelas terlihat. Setidaknya 25 persen LK di Indonesia saat ini menggunakan sistem manajemen fraudoriginasi/aplikasi yang dibangun sendiri, namun, hanya 15 persen LK di Indonesia yang memilihstrategi membangun sendiri sistem manajemen fraud originasi generasi berikutnya, menunjukkan penurunan 10 persen, dibandingkan dengan 5 persen di wilayah Asia-Pasifik.

Tren penurunan kecenderungan untuk membangun sendiri solusi ini juga terlihat untuk sistem fraud transaksi generasi berikutnya, platform manajemen kejahatan keuangan hulu ke hilir, solusi anti pencucian uang (AML) atau kepatuhan, Know Your Customer (KYC) atau solusi verifikasi identitas, machine learning/ AI, serta solusi orkestrasi.

Dev Dhiman, Managing Director, APAC at GBG menjelaskan, dalam membangun, membeli, atau menyewa adalah dilema yang sejak dulu dihadapi oleh perusahaan rintisan maupun lembaga keuangan yang sudah mapan. Masalah ini semakin mencuat disebabkan oleh pandemi yang mempercepat digitalisasi dan mengubah proses manajemen risiko fraud.

"Kita sekarang berada di era teknologi cerdas dan hiperkonektivitas, sehingga kompleksitas dan kecanggihan fraud serta kejahatan keuangan juga meningkat. Seiring dengan semakin mudahnya akses ke teknologi baru dan meningkatnya waktu yang dihabiskan di perangkat seluler, penipu dapat memanfaatkan taktik-taktik baru serta inovatif yang dapat membahayakan konsumen dan berbagai institusi," tutur Dev, dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin 8 November.

"Lembaga keuangan perlu mempertimbangkan strategi investasi manajemen kejahatan keuangan mereka dengan lebih hati-hati. Pada dasarnya, perlu adanya pendekatan yang lebih berkelanjutan dalam hal sumber daya TI, skalabilitas yang cepat untuk menumbuhkan saluran dan model bisnis baru, mampu mengelola kompleksitas tipologi fraud saat ini dan yang akan datang, serta seimbang agar dapat memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik," lanjut Dhiman.

Di antara LK di Asia-Pasifik yang telah membangun sendiri solusinya, 85 persen melaporkan bahwa mereka akan mengganti sistem yang telah mereka bangun dalam waktut iga tahun dan satu dari empat perusahaan menunjukkan siklus penggantian setiap 12 bulan.

Di Indonesia, ada lebih banyak LK yang akan mengganti sistem internal mereka dalam jangka pendek, di mana 86 persen LK yang disurvei berencana untuk mengganti solusi yang telahmereka bangun dalam waktu tiga tahun. Sedangkan satu dari tiga LK akan mengganti sistem yang mereka bangun setiap 12 bulan.

Solusi kejahatan keuangan biasanya membutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk menetapkan ritme deteksi dan pencegahan fraud setelah fase penerapan selesai. Organisasi biasanya akan terus memperluas pencegahan penipuan ke lebih banyak layanan atau saluran dan mengoptimalkan efektivitas akurasi deteksi penipuan serta meminimalkan friksi pelanggan.

Untuk sistem yang memanfaatkan machine learning, dibutuhkan waktu untuk melatih kembali model deteksi tipologi penipuan baru. Dilakukannya pengaturan sistem inti secaraberulang kali akan menciptakan kesenjangan yang membuat manajemen fraud kurang efektif.

GBG telah diakui sebagai salah satu dari 100 penyedia teknologi finansial teratas di dunia oleh IDC Financial Insights, Enterprise Fraud Category Leader di Chartis RiskTech Quadrant 2021, dan Best Machine Learning/ AI Innovation of the Year oleh Asia Risk Awards tahun ini.