JAKARTA - Hybrid Working banyak dipilih sebagian perusahaan yang memberikan kemudahan bagi karyawannya, dimana sistem ini akan menggabungkan aktivitas kerja di dalam dan di luar kantor secara bergantian. Tetapi ada ancaman keamanan siber mengintai.
Menurut Pakar keamanan siber dan Presiden Direktur ITSEC Asia, Andri Hutama Putra menjelaskan bahwa ada beberapa tantangan bagi perusahaan-perusahaan yang menerapkan sistem kerja hybrid terkait keamanan sistem informasi.
Andri menjelaskan, dengan menggunakan akun yang terintegrasi pada data-data perusahaan, bisa saja karyawan tersebut terkena perangkap phishing, spoofing dan juga serangan ransomware.
Atau bisa juga terjadi serangan melalui penggunaan jaringan koneksi publik yang tidak aman. Jika hal tersebut terjadi, data-data penting perusahaan bisa saja bocor ke pihak yang tidak bertanggung jawab.
Untuk itu, berikut ini beberapa tips dari ITSEC Asia yang bisa dilakukan oleh perusahaan dalam menghadapi tantangan yang timbul ketika mereka mengimplementasikan kultur kerja hibrid, dikutip Jumat, 30 Desember.
1. Tingkatkan Kesadaran Karyawan terhadap Keamanan Siber
Dalam sistem kerja hybrid, karyawan bisa dikatakan sebagai garis pertahanan pertama sebuah perusahaan dalam menghadapi ancaman siber. Oleh karenanya, penting bagi perusahaan untuk mengedukasi, melatih, serta mendukung karyawan mereka dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam menjaga keamanan siber mereka.
Hal ini dapat dilakukan oleh perusahaan dengan cara memberikan Cyber Security Training kepada seluruh karyawan mereka, tidak hanya pada tim IT. Dengan demikian, perusahaan dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya kebocoran data dari serangan kepada karyawan seperti phising atau pengelabuan untuk mendapatkan data penting dan juga spoofing atau penipuan berkedok pihak yang resmi untuk mencuri data, uang, ataupun merusak sistem.
2. Menerapkan Postur Keamanan Informasi yang Tepat
Menyesuaikan sistem kerja hibrid dengan perencanaan keamanan informasi di perusahaan, yang dapat dilakukan mulai dari audit dan analisa terhadap sistem keamanan, Cyber Incident Response Plan (CIRP) sebagai panduan dalam mitigasi insiden keamanan, serta Business Continuity Plan (BCP) agar proses bisnis tetap dapat berjalan dengan baik dalam kondisi insiden.
Dengan perencanaan, pengembangan tim dan konsultan keamanan yang tepat, perusahaan dapat mewujudkan infrastruktur siber yang paling sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
BACA JUGA:
3. Melakukan Penerapan Sistem Keamanan yang Proaktif
Dalam menciptakan infrastruktur siber yang lebih tangguh dalam kultur kerja hibrid, perusahaan juga dapat menyediakan gadget atau hardware seperti tablet dan laptop yang telah dilengkapi dengan sistem keamanan yang telah terintegrasi dan dapat dipantau dengan mudah oleh tim keamanan sistem informasi yang dimiliki perusahaan.
Pada sistem tersebut tim keamanan bisa saja memberlakukan two-factor authentication dan password manager untuk mengendalikan aktivitas para karyawan di dunia digital. Sebagai upaya pendukung, Perusahaan juga dapat menggunakan Virtual Private Network (VPN) serta Remote Desktop Protocol (RDP) untuk mengamankan kanal komunikasi antara perusahaan dan para karyawan yang bekerja secara remote.
4. Meninjau Sistem Keamanan Digital Perusahaan
Selain itu, perusahaan juga perlu melakukan Information Security Analysis secara berkala untuk memastikan keamanan sistem informasi perusahaan. Setelah menemukan berbagai kelemahan, perusahaan dapat melakukan Database Security Hardening untuk memperkuat sistem database perusahaan dengan memperbaharui komponen software dan hardware sistem keamanan perusahaan.
Tidak hanya dari sisi hardware dan software, perusahaan juga perlu melakukan update terhadap pengetahuan dan kemampuan sumber daya manusia mereka untuk keamanan siber. Dapat pula dilakukan simulasi red teaming, yaitu simulasi serangan yang akan menguji ketangguhan secara komprehensif baik dari infrastruktur, proses mitigasi dan juga sumber daya manusia yang ada.