35 Persen Pengguna Medsos di Asia Tenggara Pakai Akun Palsu
Ilustrasi media sosial (Image Credit: Nathan Dumalo / Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Penggunaan media sosial di Asia Pasifik terus meningkat sepanjang tahun. Bahkan banyak di antaranya merupakan akun palsu yang bertebaran di media sosial. 

Kaspersky mencatat, setidaknya 3 dari 10 pengguna media sosial di Asia Pasifik mengaku memiliki profil media sosial tanpa nama asli, foto, dan informasi identitas pribadi (PII) alias fake account.

Survei tersebut dilakukan Kaspersky dalam penelitian Digital Reputation, kepada 1.240 responden di berbagai wilayah, pada November kemarin. Hasilnya pengguna akun anonimitas paling banyak digunakan di Asia Tenggara sebesar 35 persen diikuti oleh Asia Selatan sebesar 28 persen dan Australia sebesar 20 persen.

Menariknya nyaris setengah atau tepatnya 49 persen, dari responden menyatakan bahwa mereka menggunakan akun anonim untuk memanfaatkan kebebasan berbicara tanpa memengaruhi reputasi mereka. Sementara 48 persen lainnya ingin mencurahkan kepentingan dan minat rahasia mereka tanpa diketahui oleh sesama teman atau keluarganya.

"Sedangkan, lebih dari seperempat 34 persen juga menggunakan akun anonim untuk menentang argumen seseorang atau berita online tanpa menggunakan identitas asli," kata General Manager Kaspersky Asia Tenggara, Yeo Siang Tiong dalam keterangan resminya, Rabu 9 Desember.

Menurutnya, alasan masyarakat menggunakan akun palsu untuk menjaga aktivitas mereka di media sosial. Namun hanya sebagian kecil atau kurang dari 3 persen yang menggunakan akun anonim untuk menangkis email spam dari akun asli, menghindari doxing, berfungsi sebagai alternatif untuk tujuan lain seperti bermain gim dan mencegah pihak eksternal memiliki akses ke akun email asli mereka.

Sedangkan, untuk platform yang paling banyak digunakan oleh pengguna yang ingin menjaga identitasnya adalah Facebook (70 persen), YouTube (37 persen), Instagram (33 persen), dan Twitter (25 persen).

"Secara keseluruhan, inti dari temuan ini adalah bahwa konsumen di Asia Pasifik kini semakin menyadari reputasi yang mereka bangun secara online dan pentingnya reputasi tersebut bagi kehidupan nyata mereka," ujarnya

Untuk Menaikkan Reputasi Bisnis

Di sisi lain, Kaspersky menemukan maraknya penggunaan akun anonim dilakukan guna menghindari penilaian buruk dari suatu lapak online. Menaikkan reputasi toko online dengan menghadirkan ulasan dan feedback palsu yang nantinya membuat pengguna dapat membeli atau menggunakan jasa mereka. 

"Dari tujuan awal membangun koneksi dengan teman dan keluarga, media sosial telah berkembang dan akan terus berkembang dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ini telah memainkan peran kunci dalam cara kita bersosialisasi dan mengidentifikasi satu sama lain, tetapi sekarang, kita telah sampai di persimpangan jalan di mana profil virtual individu dan perusahaan digunakan sebagai parameter untuk sebuah evaluasi atau penilaian," paparnya.

Selain itu, 38 persen juga berhenti menggunakan produk perusahaan atau merek setelah terlibat dalam semacam krisis online. Hampir separuhnya atau sekitar 41 persen mengungkapkan bahwa reputasi endorse merek turut memengaruhi pandangan mereka terhadap merek tersebut.

Sebagai kesimpulan, reputasi digital menjadi hal yang kini sangat dipertimbangkan untuk membuat suatu keputusan. Entah itu individu maupun secara bisnis, reputasi digital semakin dibangun sama pentingnya seperti reputasi di kehidupan nyata.