Bagikan:

JAKARTA - TikTok sepertinya terus mencari masalah, perusahaan sekarang diklaim akan didenda 27 juta poundsterling atau setara Rp440 miliar oleh regulator Inggris.

Denda itu bermula ketika investigasi yang dilakukan oleh Information Commissioner's Office (ICO), di mana TikTok ditemukan gagal melindungi privasi anak-anak.

TikTok diduga melanggar undang-undang perlindungan data antara Mei 2018 dan Juli 2020. Karenanya, ICO memperingatkan TikTok lebih dahulu dengan jumlah denda yang harus dibayarkan perusahaan.

Denda maksimum yang dapat dikenakan ICO akan didasarkan pada perhitungan 4 persen dari omset tahunan global TikTok.

Menurut ICO, aplikasi video milik ByteDance yang berbasis di China itu mungkin telah memproses data anak-anak di bawah usia 13 tahun tanpa persetujuan orang tua. Mereka juga gagal memberikan informasi kepada penggunanya dengan cara yang mudah dipahami.

Bahkan, TikTok juga diklaim memproses data kategori khusus seperti informasi ras atau etnis seseorang tanpa dasar hukum.

“Kita semua ingin anak-anak dapat belajar dan mengalami dunia digital, tetapi dengan perlindungan privasi data yang tepat. Perusahaan yang menyediakan layanan digital memiliki kewajiban hukum untuk menerapkan perlindungan tersebut, tetapi pandangan sementara kami adalah bahwa TikTok tidak memenuhi persyaratan itu,” ungkap Komisaris Informasi Inggris, John Edwards dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari CNBC Internasional, Selasa, 27 September.

Sekarang, TikTok memiliki waktu 30 hari untuk memberikan tanggapan atas investigasi dan denda tersebut. Jika perusahaan bisa memberikan alasan yang tepat, maka ICO dapat mengurangi hukuman atau tidak menjatuhkan denda sama sekali.

“Meskipun kami menghormati peran ICO dalam menjaga privasi di Inggris, kami tidak setuju dengan pandangan awal yang diungkapkan dan berniat untuk secara resmi menanggapi ICO pada waktunya,” jelas juru bicara TikTok.

ICO mulai menyelidiki TikTok pada Februari 2019 setelah Komisi Perdagangan Federal (FTC) AS menjatuhkan denda 5,7 juta dolar AS setara Rp86 miliar karena melanggar privasi pengguna di bawah umur.

Saat itu, regulator Inggris khawatir tentang TikTok sebagai platform yang benar-benar terbuka dan alat transparansinya. Bahkan, predator seksual ditemukan mengirim pesan kepada pengguna berusia delapan tahun, dan relatif mudah bagi anak-anak untuk melewati batas usia di aplikasi.