Bagikan:

JAKARTA – Dalam beberapa bulan terakhir, harga Bitcoin telah mengalami penurunan signifikan dari harga tertinggi sepanjang masanya (ATH) yang tertoreh pada 10 November 2021 lalu. Saat itu BTC tembus harga Rp984 jutaan, berdasarkan data Coingecko.

Penurunan Bitcoin telah menyeret anjloknya sebagian besar harga altcoin termasuk Litecoin (LTC), Ethereum (ETH), Cardano (ADA), Dogecoin (DOGE) dan lainnya. Komunitas kripto menyebut masa penurunan market saat ini sebagai “crypto winter.”

Menurut ekonom peraih Nobel di bidang Ekonomi tahun 2013, Eugene Fama menyatakan bahwa dirinya hanya melihat satu contoh di mana Bitcoin dapat memiliki nilai intrinsik. Pandangan tersebut disampaikan Fama dalam sebuah wawancara dengan Kitco News.

Sosok yang sering disebut sebagai “bapak keuangan modern” itu menyatakan bahwa Bitcoin bisa bernilai jika digunakan sebagai alat tukar. Di sisi lain, dia juga menilai volatilitas aset kripto terbesar di dunia itu mengurangi kelayakannya sebagai alat tukar.

“Jika orang menggunakannya sebagai alat tukar - dengan kata lain, mereka benar-benar melakukan transaksi di dalamnya - maka Bitcoin bisa memiliki nilai karena itu adalah jenis uang, itu adalah unit akun. Itu hanya sebuah kata yang dapat kita beri nilai karena biasanya dalam transaksi dan persediaannya terbatas sehingga dalam hal ini, ia dapat memiliki nilai,” kata Fama, dikutip dari Daily Hodl.

Selanjutnya, ekonom tersebut mempertanyakan apakah BTC digunakan sebagai alat transaksi oleh masyarakat luas karena Bitcoin memiliki nilai yang tidak stabil.

“Pertanyaannya adalah, apakah orang akan bertransaksi dalam media seperti itu? Ini memiliki nilai yang fluktuatif. Teori moneter mengatakan bahwa unit akun tidak akan bertahan kecuali memiliki nilai riil yang cukup stabil dan harga riilnya tidak bisa naik dan turun secara dramatis. Itu bukan Bitcoin. Bitcoin ada di mana-mana,” tambahnya.

Selain itu, Fama juga memaparkan kemungkinan terburuk di mana harga Bitcoin bisa saja terjun bebas. Karena itu, dia memperingatkan kalangan umum yang berinvestasi dalam Bitcoin karena ikut-ikutan untuk bersikap lebih hati-hati.

“Orang-orang yang mengatakan bahwa mereka berinvestasi di Bitcoin karena orang lain, hati-hati ....” ujar Fama.

Ekonom tersebut beralasan bahwa Bitcoin telah mengalami crash dalam beberapa bulan terakhir. Dia berharap di masa depan harga BTC tidak terlalu fluktuatif dan bisa lebih stabil “sehingga orang bersedia untuk mentransaksikannya.”

Kendati begitu, peraih Nobel 2013 itu menyetujui pandangan yang menyatakan bahwa Bitcoin adalah penyimpan nilai (store of value). Namun, ini adalah fenomena yang bersifat sementara.

“Jangka panjang, itu tidak bisa menjadi penyimpan nilai kecuali ada sesuatu yang memberinya nilai yang bukan hanya orang yang bersedia memegangnya. Itu (Bitcoin) harus memiliki sesuatu di dalamnya yang secara intrinsik berguna untuk membuat orang bersedia memegangnya dalam waktu yang sangat lama. Jika hanya karena orang berpikir Bitcoin adalah penyimpan nilai, itu akan meledak pada titik tertentu,” pungkas Fama.