JAKARTA - Setengah tahun lalu junta militer di Myanmar mengungkapkan rencananya untuk meluncurkan mata uang digital. Kini pemerintah resmi negara itu, yang digulingkan dalam kudeta pada tahun 2021, juga menyuarakan niatnya sendiri untuk meluncurkan mata uang digital juga yang menggunakan dana nasional yang dibekukan.
Dalam wawancara Selasa, 6 September dengan Bloomberg, Menteri Perencanaan Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar di pengasingan, Tin Tun Naing, meminta “izin dari pemerintah AS" untuk menggunakan "hampir" semua cadangan negara, yang dibekukan oleh Federal Reserve Bank of New York sejak Februari 2021.
Dana yang disebutkan Naing telah dibekukan di akun Singapura, Thailand, dan Jepang dan dapat mencapai miliaran dolar. Namun Naing masih ragu Amerika Serikat dapat memutuskan untuk mengalokasikan aset-aset ini secara langsung ke Pemerintah Persatuan Nasional, ia menunjukkan kemungkinan menggunakannya sebagai cadangan untuk mendukung mata uang digital bank sentral alternatif di pengasingan. Uang itu diperlukan untuk mendukung “upaya revolusioner” di negara ini.
Pemerintah Persatuan Nasional sebagian besar terdiri dari anggota parlemen yang memenangkan pemilihan demokratis pada November 2020, namun akhirnya digulingkan oleh junta militer lama negara itu pada Februari 2021. Upaya sebelumnya untuk mendapatkan dukungan keuangan termasuk penerbitan obligasi revolusioner dan lelang rumah besar milik pemimpin junta Min Aung Hlaing.
BACA JUGA:
Pada Februari 2022, seorang perwakilan junta mengklaim bahwa militer berencana mengeluarkan mata uang digital untuk mendukung pembayaran di Myanmar dan “membantu meningkatkan kegiatan keuangan” di negara tersebut.
Sebelum militer merebut kekuasaan, Bank Sentral Myanmar telah memperingatkan bahwa siapa pun di Myanmar yang kedapatan memperdagangkan aset digital dapat dipenjara atau didenda.
Namun, pada Desember 2021, Pemerintah Persatuan Nasional mengumumkan bahwa mereka akan mengakui Tether (USDT) sebagai mata uang resmi.