JAKARTA - Selain spesifikasi yang mumpuni evolusi dari smartphone tak lagi terpaku pada desain yang monoton. Kehadiran ponsel layar lipat seakan menjadi terobosan di industri gadget.
Sebut saja, Huawei, Mototola hingga Samsung yang telah lebih dulu memasarkan produk unggulannya menggunakan teknologi layar lipat. Dengan gaya desain yang tak biasa dari smartphone pada umumnya, kehadiran ponsel layar lipat punya daya tarik tersendiri.
Dilansir dari Howtogeek, kaca merupakan benda yang tidak fleksibel. Akibatnya, pabrikan harus mengembangkan layar polimer yang cukup fleksible untuk membuat ponsel bisa ditekuk maupun digulung.
Umumnya ponsel layar lipat memiliki kemampuan layar OLED yang fleksibel dan terbuat dari layar polimer. Lapisan fiber didalamnya yang memungkinkan layar ponsel dapat dilipat.
Di mana layar diode pemancar cahaya organik (layar OLED) bekerja melalui aliran listrik pada senyawa organik. Jaringan OLED yang sangat tipis dan fleksibel inilah yang menghasilkan warna.
Tren ini muncul pertama kali ketika, sebuah vendor asal China yang kurang terdengar namanya, meluncurkan ponsel layar lipat pertama di dunia. Di mana Flexpai produk buatan Royole Corporation hadir pertama kali di ajang CES 2019.
Sontak jagat smartphone terkejut dengan aksi produsen bernama Royole Technologies ini. Setelah itu, vendor seperti Samsung, Huawei, Motorola mulai hadir dan menyemarakkan tren ponsel layar lipat ini.
Direktur Strategy Analytics Ken Hyers, bahkan memprediksi jika permintaan ponsel layar lipat akan booming pada 2025 mendatang. Diikuti dengan vendor lainnya yang akan bersaing untuk menghadirkan ponsel model baru.
"Pada 2025, setiap pemain utama harus memiliki portofolio ponsel layar lipat, termasuk Apple," kata Hyers sebagaimana dikutip dari Ubergizmo.
BACA JUGA:
Kompetisi Produsen Ponsel
Sampai saat ini, tercatat vendor yang sudah merilis ponsel layar lipat, yaitu Royole: Royole Fexpai, Samsung: Galaxy Fold, Galaxy Z Flip, Galaxy Z Fold 2, Huawei: Mate X, Mate Xs, Motorola: Razr, Escobar Inc: Escobar Fold 1, Escobar Fold 2, dan Microsoft: Surface Duo.
Masing-masing vendor menawarkan gaya desain ponsel layar lipat unik dengan cara khas mereka, misalnya mengusung foldable (dilipat ke dalam maupun ke luar) maupun clamshell (dilipat dari atas ke bawah).
Bahkan Apple yang kerap menjadi trensetter, mulai memikirkan cara untuk menghadirka iPhone yang dapat dilipat di masa depan. Meski belum ada pengumuman resmi, perusahaan yang bermarkas di Cupertino, AS itu sudah mulai mendaftarkan desain paten untuk iPhone layar lipat.
Meski begitu, Apple memang dikenal cukup minim dalam mengeksplorasi desain produknya. Hingga tahun ini pun, perusahaan yang didirikan mendiang Steve Jobs itu baru merilis iPhone 12 dengan bahasa desain yang sama, seperti model sebelumnya.
Di sisi lain, secara mengejutkan Oppo memperkenalkan model ponsel konsep terbarunya, yakni Oppo X 2021. Berbeda dari vendor lainnya, Oppo mengusung konsep smartphone dengan layar yang bisa digulung, di ajang Oppo INNO Day 2020.
Kendati masih menjadi smartphone purwarupa, teknologi Oppo X 2021 cukup menarik perhatian dunia. Di mana Smartphone ini dibangun dengan teknologi continous OLED Display yang bisa membuat layar dengan ukuran paling kecil 6,7 inci dan membesar jadi 7,4 inci.
Oppo sendiri belum bisa memastikan kapan gawai anyarnya ini mulai diproduksi ke pasaran. Mengingat produk ini masih sebatas konsep dan perlu dikembangkan lebih lanjut.
Harga yang Tidak Murah
Sudah menjadi rahasia umum, jika harga sebuah gawai akan menjadi sangat mahal karena teknologi yang digunakan. Jajaran smartphone flagship ini pun dibanderol dengan harga yang relatif mahal.
Sebut saja Samsung Galaxy Fold generasi pertama yang dijual di Indonesia pada kisaran Rp30 jutaan. Perangkat yang menawarkan pengalaman baru itu jelas memikat pengguna smartphone di pasaran.
Tak ingin melewatkan momen tersebut, Samsung kembali meluncurkan Galaxy Z Fold 2 dan Galaxy Z Flip yang mengusung teknologi layar lipat. Harga gawai anyar itu di kisaran Rp20 juta hingga varian termahalnya Rp33 juta.
Vendor seperti Huawei dengan Mate Xs juga dijual mulai dari Rp39 jutaan. Sedangkan Motorola membanderol gawai Razr dengan harga 1.399 dolar AS atau sekitar Rp20,8 juta.
Selain harga yang tak murah tentunya, poin deal-breaker dari gawai dengan teknologi layar fleksibel terletak pada kemampuan daya tahannya. Kendati beberapa vendor mengklaim ponsel anyarnya kuat untuk dilipat atau dibuka tutup hingga ribuan kali.
Namun material layar dan mekanisme yang diusung pada smartphone tak sepenuhnya fleksible. Seperti bagian bodi, baterai, casis tetap akan mengusung bahan yang keras dan tidak fleksibel, seperti dirangkum dari Phone Arena.
Sebut saja insiden yang dialami Samsung dan Motorola, saat pertama kali meluncurkan smartphone layar lipat pertamanya. Di mana Samsung menggunakan lapisan khusus untuk melindungi layar utamanya, dan jika dilepas akan menimbulkan kerusakan pada Galaxy Fold.
Motorola juga sempat menarik ribuan unit Razr secara global, ketika engsel dan layar fleksibel yang digunakan pada smartphonenya retak. Kerusakan itu terjadi ketika penguji dari CNET melakukan pengujian buka tutup layar Motorola Razr selama empat jam dengan lebih dari 27.000 lipatan.
Sebagai penutup, jika berminat dengan kemajuan teknologi smartphone Anda harus siap untuk merogoh kocek uang cukup dalam, termasuk biaya perawatan dan servis jika gawai yang dibeli mengalami kerusakan. Meski begitu, tren smartphone yang semakin dinamis tentu akan menjadi daya tarik tersendiri di masa depan.