JAKARTA -Pemerintah Kenya tidak berniat menutup Facebook, anak usaha dari Meta Platform Inc. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Informasi, Komunikasi dan Teknologi negara itu pada Senin, 1 Agustus setelah pengawas kohesi nasional memberi platform tersebut waktu tujuh hari untuk mematuhi aturan tentang ujaran kebencian atau penangguhan wajah.
Komisi Kohesi dan Integrasi Nasional (NCIC) pada Jumat, 29 Juli menuduh Facebook melanggar konstitusi dan undang-undang Kenya karena gagal mengatasi ujaran kebencian dan hasutan di platform menjelang pemilihan nasional 9 Agustus.
"Kami tidak memiliki rencana untuk menutup salah satu platform ini," kata Joe Mucheru, Menteri Informasi, Komunikasi dan Teknologi Kenya , kepada Reuters. "Kebebasan pers adalah salah satu yang kita hargai, apakah itu media (tradisional) atau media sosial."
Pernyataannya ini menegaskan pernyataan sebelumnya dari Menteri Dalam Negeri Kenya, Fred Matiangi, yang menuduh NCIC membuat keputusan sembarangan selama akhir pekan, dan bersumpah bahwa platform itu tidak akan ditutup.
"Mereka (NCIC) seharusnya berkonsultasi secara luas karena mereka tidak memiliki kekuatan untuk menutup siapa pun. Mereka tidak memberi izin kepada siapa pun," kata Mucheru.
Ketika mengeluarkan ultimatumnya, NCIC mengatakan sedang berkonsultasi dengan Otoritas Komunikasi Kenya, yang mengatur industri tersebut, menambahkan bahwa mereka akan merekomendasikan penangguhan operasi Facebook jika tidak mematuhi.
Meta telah mengambil "langkah ekstensif" untuk menghilangkan ujaran kebencian dan konten yang menghasut, dan itu mengintensifkan upaya tersebut menjelang pemilihan, kata juru bicara perusahaan kepada Reuters.
BACA JUGA:
Mucheru setuju, menambahkan bahwa platform tersebut telah menghapus 37.000 postingan terkait ujaran kebencian selama periode pemilihan.
Pendukung kandidat presiden terkemuka, pemimpin oposisi veteran Raila Odinga dan wakil presiden William Ruto, telah menggunakan platform media sosial untuk mempromosikan kandidat mereka, membujuk orang lain untuk bergabung dengan mereka, atau menuduh pihak lawan melakukan berbagai kesalahan.
Beberapa dari 45 suku Kenya saling menyerang dengan kekerasan dalam pemilihan sebelumnya, tetapi Mucheru mengatakan pemilihan ini berbeda dan negara itu menikmati kedamaian dan ketenangan meskipun aktivitas politik meningkat.
Isu penutupan media sosial di Kenya ini berbeda dengan Indonesia. Jika di Kenya terdapat ancaman jika tak mematuhi UU tentang ujaran kebencian sementara di Indonesia akan ditutup jika tidak mau mendaftarkan diri ke pemerintah.