Menurunnya Tren Penolakan UU Cipta Kerja di Medsos
Aksi penolakan UU Cipta Kerja (Wardhani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi menemukan tren penurunan narasi dari penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di Media Sosial (Medsos). Pemerintah pun telah memanfaatkan beragam platform untuk merespon penolakan publik dalam mensosialisasikan UU Omnibus law.

"Platform media sosial terbukti menjadi kanal penting bagi pemerintah untuk mensosialisasikan UU Omnibus Law (UU OL) dan membangun kontra narasi terhadap penolakan yang dilakukan oleh publik. Narasi ini jika dilakukan secara konsisten dan terus menerus, akan mampu membangun opini publik," ungkap @ismailfahmi seperti dikutip VOI, Rabu 11 November.

Ismail juga membeberkan bagaimana hal itu bekerja, pemerintah memanfaatkan dukungan tim media sosial untuk membuat kontra narasi, tagar-tagar yang menunjukkan manfaat UU Ciptaker, menampilkan infografis, dan video.

"Narasi dalam Tagar, didominasi oleh narasi pro Omnibus Law, menjelaskan berbagai manfaat UU OL. Mereka yang kontra hanya menggunakan tagar yang sama dari waktu ke waktu. Tanggal 9 November, netizen menduga viralnya video beberapa artis sbg upaya mengalihkan perhatian dari UU OL," ujar @ismailfahmi.

Di samping itu, Ismail menyayangkan aktivis, publik dan mahasiswa tidak optimal dalam memanfaatkan medsos. Analisis Drone Empirit memperlihatkan kelemahan mereka dalam merespons UU Ciptaker lewat medsos, yakni sporadis, tidak cukup energi dan sumber daya untuk aksi jangka panjang.

"Mereka juga kurang memanfaatkan format konten yang informatif seperti infografis, meme, dan video," imbuh Ismail.

Oleh karena itu, Ismail mengatakan tren percakapan tentang Omnibus Law di media sosial cenderung terus turun sejak selesainya demo besar pertama penolakan UU Ciptaker pada 8 Oktober lalu. Kendati demikian, Ismail terus mengingatkan masyarakat untuk terus memanfaatkan media sosial sebagai wadah aspirasi,

"Di masa depan, media sosial masih berperan penting dalam penyampaian aspirasi, melalui berbagai platform baik yang lama maupun yang baru seperti TikTok," tuturnya.