JAKARTA - Pemerintah Pakistan memblokir layanan Tinder, Grindr, Tagged, Skout dan SayHi dari negaranya. Langkah tersebut dilakukan karena platform online tersebut dianggap telah menyebarkan atau memiliki konten tak bermoral.
Menurut laporan CNN Internasional, Pakistan merupakan negara mayoritas Muslim terbesar kedua di dunia setelah Indonesia. Di mana negara Islam selalu menerapkan peraturan jika hubungan di luar nikah dan homoseksualitas adalah tindakan ilegal.
Terkait hal tersebut, Otoritas Telekomunikasi Pakistan (PTA) telah mengirimkan pemberitahuan kepada manajemen aplikasi agar segera menghapus layanan kencan dan moderasi konten live streaming yang tak sesuai dengan hukum setempat. Pemblokiran dilakukan karena memperhatikan efek negatif dari streaming konten yang tidak bermoral dan senonoh.
BACA JUGA:
Baik Tinder, Grindr, Tagged, dan Skout belum memberikan komentar atas pemblokiran ini. Sekalipun aplikasi kencan online ini memang tak sepopuler di negara asalnya Amerika Serikat (AS).
Sejatinya Tinder merupakan aplikasi kencan global yang dimiliki oleh Match Group, sementara Tagged dan Skout milik Meet Group. Sedangkan Grindr merupakan jejaring sosial dan aplikasi kencan online untuk LGBT.
Berdasarkan data perusahaan riset Sensor Tower, Tinder telah diunduh lebih dari 440 ribu kali di Pakistan dalam 12 bulan terakir. Grindr, Tagged dan SayHi masing-masing diunduh sekira 300 ribu kali, dan Skout 100 ribu dalam periode yang sama.
"Sementara kami menghargai kebijaksanaan luas yang diberikan kepada Otoritas Telekomunikasi Pakistan, kami sedang menjajaki cara agar kami dapat melayani komunitas LGBTQ di wilayah tersebut," kata Chief Operating Officer Grindr Rick Marini.
Bukan hanya aplikasi kencan saja, Paksitan juga sepertinya mengikuti jejak India dan AS untuk memblokir aplikasi video kreasi TikTok di negaranya. Pada Juli lalu, otoritas pemerintah mengeluarkan peringatan terakhir pada TikTok atas "konten tidak bermoral, cabul, dan vulgar" yang ditemukan di aplikasi.
Untuk mengikuti aturan dari Pakistan, manajemen senior TikTok minggu lalu mengatakan pada otoritas, jika aplikasi ingin menghapus konten tidak senonoh, itu harus menerapkan moderasi konten yang lebih kuat dan waktu untuk memastikan materi yang melanggar hukum tidak dapat diakses di negara itu.