JAKARTA - Pemerintah sedang membahas pengaturan dari rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Salah satu poin yang dibahas terkait ruang lingkup big data yang dikumpulkan dan dikelola pemerintah.
Berkaca dalam kejadian pencurian data yang belakangan ini terjadi, seperti kebocoran 91 juta akun Tokopedia dan peretasan fintech KreditPlus. Membuat sebagian masyarakat khawatir, jika data informasi tersebut dimanfaatkan oknum tertentu.
Pegiat media sosial Rudi Valinka mengatakan, big data akan menjadi salah satu kunci strategis yang bisa dimanfaatkan para politisi untuk meraih kemenangan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Terlebih dengan keterbatasan ruang gerak selama pandemi COVID-19.
"Media sosial akan menjadi salah satu instrumen terpenting dalam menyampaikan pesan-pesan kampanye semua paslon," kata pemilik akun Twitter @Kurawa kepada VOI, Selasa, 1 Agustus.
BACA JUGA:
Rudi yang juga hadir dalam Diskusi VOI yang digelar di Greenhouse Coworking and Office Space, Jumat 28 Agustus, menilai jika pengelolaan big data akan sangat berperan penting tak hanya untuk sosial ekonomi, tapi juga politik. Termasuk senjata yang mematikan untuk menjatuhkan lawan.
"Sayangnya media sosial juga akan sangat berpotensi dijadikan "senjata" utama serangan baik pembunuhan karakter, pengungkapan identitas keluarga maupun hal-hal lain yang terkait dengan ketidaksukaan salah satu paslon," paparnya.
Dirinya mendorong, agar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) turun tangan langsung dalam menjaga ruang digital masyarkaat Indonesia. Sebab dilihatnya, fungsi pengawasan Kominfo mulai berkurang.
Apalagi produk hukum yang dikeluarkan Kominfo kerap gagal populer dan justru menakutkan bagi warganet. Sebagai contoh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang kini berubah jadi pasal karet untuk menjerat warganet.
"Saya melihat fungsi kominfo justru sudah lama diambil alih oleh aparat penegak hukum," imbuh pemilik akun dengan 344 ribu followers itu.