[Diskusi VOI] <i>Big Data</i> adalah Jenis Komoditi Dagang Baru
Diskusi VOI Tiada Privasi untuk Data Pribadi (Raga/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Data telah menjadi bagian yang sangat penting bagi manusia seperti halnya minyak bumi. Bagi para pelaku bisnis di dunia maya, data telah menjadi sumber laba baru pada era digital saat ini. 

Di Indonesia, Presiden Jokowi juga memiliki pandangan yang serupa akan pentingnya Data. Dalam pidato kenegaraan Presiden Jokowi pada 16 Agustus 2019, beliau menyatakan bahwa "Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita, kini data lebih berharga dari minyak."

Hal itulah yang mendasari pemerintah untuk mendorong rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribai (RUU PDP). Penjelasan RUU PDP ini pun tengah dibahas pemerintah di DPR, terlebih bagaimana pandangannya untuk melindungi data masyarakat bila disalahgunakan dan dimanfaatkan sebagai komoditas dagang. 

"Selain untuk bisnis, sosial impact dari dinamika ekonomi Indonesia, pengelolaan big data dapat memayungi daerah atau sektor tertentu untuk tumbuh berkembang dengan meningkatkan treatment yang spesifik dimanfaatkan dan dikelola oleh pemerintah," kata CEO IYKRA dan Pendiri Data Science Indonesia Fajar Jaman, dalam Diskusi VOI yang digelar di Greenhouse Coworking and Office Space, Jumat, 28 Agustus. 

Menurutnya, Indonesia telah menjelma jadi miniatur dunia, di mana perusahaan yang tumbuh secara teknologi dengan market di tanah air. Apple, Facebook, Google dan Amazon menganggap kita sebagai konsumen terbesar. Sehingga digital awarnes Indonesia harus tumbuh dan berdaulat di Indonesia. 

Di mana, saat ini data is new oil dalam skala prioritas untuk minyak atau SDM hanya bisa digali satu kali, sedangkan data saat kita gunakan di internet maka pemanfaatannya bisa dilakukan terus menerus. Ditambah perkembangan dari pengguna internet di Indonesia telah berkembang pesat, sehingga pemanfaatan dari pengelolaan data pribadi memiliki impact yang besar bagi ekonomi sosial.

"Jadi ketika ada beberapa tech company datang ke Indonesia, kita bisa lebih dulu mengelola data dan menjadi demand atau nilai tukar kepada mereka yang ingin berbisnis," ungkapnya. 

Dalam kesempatan yang sama Anggota Komisi I DPR, Abdul Kadir Karding mengatakan political will dari penyusunan RUU PDP akan lebih memayungi segala kepentingan masyarakat dan negara dalam hal data. Sehingga regulasi ini tak hanya nyaman bagi pelaku ekonomi tapi juga masyarakat.

Kata Karding, pengelolaan big data sebagai infrastruktur membutuhkan waktu dan proses yang panjang. Namun dengan adanya penyusunan RUU PDP ini menjadi cara bagi kita untuk memulai transfer teknologi dan pengembangan big data di Indonesia. 

"Kita punya banyak ahli teknologi di Indonesia banyak, jadi bagaimana itu semua dijahit dan diramu untuk mulai berubah agar bisa beradaptasi," imbuhnya. 

Pemanfaatan Data Nasional

Sementara Kasubdit Tata Kelola Perlindungan Data Pribadi, Hendri Sasmita Yuda, menganggap jika data pribadi bukanlah sesuatu aset yang bisa diperjual-belikan. Artinya data pribadi sebagai prinsip owner dari sebuah kepemilikan seseorang di Internet.

"Jadi RUU PDP ini mempopisikan data pribadi sebagai hak asasi yang harus dilindungi karena harus dilindungi tentu kewajiban-kewajiban dari platform itu muncul untuk bisa dimanfaatkan," kata Hendri dalam video telekonferensi.

"Katakankanlah data pribadi dimanfaatkan oleh pemerintah untuk kepentingan pelayanan publik, atau pembuatan regulasi dan kepentingan yang lebih tepat dan berbasis data. Tapi bukan aset yang bisa bebas diperjualbelikan," lanjutnya.

Menurutnya, pihak Kominfo berencana untuk mendorong adanya integrasi data secara nasional. Di mana data nasional wajib berada di dalam negeri dan tidak boleh berada di luar. 

"Kita memang sudah memulai untuk lokalisasi data dan mengintegrasikan data, juga diharapkan memberikan perlindungan data secara kuat di Indonesia," pungkasnya.