Bagikan:

JAKARTA - Beberapa pekan terakhir, Kepolisian menjadi sorotan publik terkait penanganan sejumlah kasus, seperti Vina di Cirebon, Jawa Barat dan Afif Maulana di Medan, Sumatera Utara.

Pengamat kepolisian, Herman Widjojo menilai bila Kepolisian membutuhkan big data untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi saat ini.

Hal ini pun disampaikan saat diskusi publik bertajuk "Reformasi Polri dan Kritik atas RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara RI” di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 1 Agustus.

“Saya yakin banyak permasalahan yang akan muncul banyak kontroversi, tapi itu (big data) pada saat ini menjadi satu-satunya solusi yang bisa memberikan kejelasan kepada semua pihak secara terang benderang bagaimana persoalan bisa dipecahkan secara objektif,” kata Herman.

Herman juga menilai dengan adanya big data ini, maka mempermudah instansi Kepolisian dalam mengungkap kasus, salah satunya kasus Vina di Cirebon, Jawa Barat.

“Termasuk mungkin kasus Vina, karena kasus Vina itu juga permasalahannya sekarang adalah lebih ke isu-isu yang sifatnya adalah non-prosedural. Kalau kita sudah mempunyai data yang cukup detail, saya rasa masalah isu-isu seperti Vina akan selesai dengan sendirinya," ujarnya.

Tak hanya itu, Herman juga menuturkan bahwa big data bisa menjadi investasi bagi Polri, terutama dalam pengungkapan kasus-kasus tindak pidana.

"Long term (jangka panjang) untuk investasi IT itu biasanya paling tidak dalam 2-3 tahun mereka sudah bisa melihat hasilnya dan bisa dianggap bahwa hasilnya berhasil atau tidak," kata Herman.

Menurutnya, Polri saat ini memiliki banyak sistem IT dan menguasai database. Sehingga tinggal dimaksimalkan untuk berevolusi menjadi big data.

"Saya rasa mereka sudah setengah siap. Artinya pada saat ini mereka sudah memiliki banyak sistem IT yang mereka sudah menguasai database. Sehingga untuk berubah atau berevolusi kepada big data,” tutupnya.