Aktivitas Siber yang Lebih Agresif Bisa Terjadi Jika Hubungan Ukraina dan Rusia Terus Memanas
Tentara Ukraina tak hanya menghadapi ancaman serangan langsung, namun juga serangan siber. (foto: pixabay)

Bagikan:

JAKARTA – Peretas yang merusak dan mengganggu akses ke berbagai situs web milik pemerintah Ukraina pada Jumat, 14 Januari  dapat menyiapkan panggung untuk serangan siber yang lebih serius yang akan mengganggu kehidupan warga Ukraina biasa.

"Seiring meningkatnya ketegangan, kita dapat memperkirakan aktivitas siber yang lebih agresif di Ukraina dan berpotensi di tempat lain," kata John Hultquist, seorang analis intelijen di perusahaan keamanan siber AS Mandiant. “Hal ini mungkin termasuk serangan destruktif yang menargetkan infrastruktur penting."

"Organisasi perlu mulai bersiap menghadapi kemungkinan ini," tambah Hultquist, seperti dikutip Reuters.

Intrusi oleh peretas di rumah sakit, perusahaan utilitas listrik, dan sistem keuangan hingga saat ini jarang terjadi. Tetapi penjahat dunia maya terorganisir, banyak dari mereka yang tinggal di Rusia, telah mengincar institusi secara agresif dalam dua tahun terakhir dengan ransomware, membekukan data, dan peralatan terkomputerisasi yang diperlukan untuk merawat pasien di rumah sakit.

Dalam beberapa kasus, serangan pemerasan tersebut telah menyebabkan kematian pasien, menurut litigasi, laporan media dan profesional medis.

Serangan pada Jumat lalu di situs web Ukraina termasuk peringatan untuk "takut dan mengharapkan yang terburuk", pada saat Rusia telah mengumpulkan sekitar 100.000 tentara di dekat Ukraina, dan meningkatkan kekhawatiran di pihak Barat bahwa mereka sedang mempertimbangkan invasi negara itu. Namun Moskow menyangkal ingin menyerang Ukraina.

Rusia telah berulang kali menolak tuduhan peretasan yang dilontarkan oleh Ukraina dan negara-negara lain selama bertahun-tahun. Sementara tersangka dalam perusakan web terbaru ini, Rusia belum secara langsung dituduh oleh Ukraina.

Pada tahun 2014 pasukan Rusia pergi ke semenanjung Laut Hitam Krimea dan mencaploknya dari Ukraina. Jika Rusia menyerang lagi, lebih banyak serangan siber akan terjadi juga, prediksi mantan eksekutif keamanan siber CrowdStrike, Dmitri Alperovitch.

:Mereka kemungkinan besar akan mengganggu (siber), namun tidak fatal. Ini akan menjadi tontonan sampingan. Pertunjukan utama akan ada di lapangan," kata Alperovitch.

Ukraina telah menanggung beban dari beberapa peretasan infrastruktur terbesar hingga saat ini.

Pada bulan Desember 2015, serangan siber pertama dari jenisnya telah mematikan listrik untuk 225.000 orang di Ukraina barat, sementara peretas kala itu juga menyabotase peralatan distribusi daya, mempersulit upaya untuk memulihkan daya.

Suhu rata-rata selama musim dingin di Ukraina adalah di bawah titik beku dan kehilangan panas berpotensi mematikan mereka. Pemadaman dalam serangan tahun 2015 dilaporkan berlangsung selama enam jam di beberapa kota.

Dalam dua bulan terakhir tahun 2016, peretas menargetkan lembaga negara Ukraina sekitar 6.500 kali, kata para pejabat. Serangan siber ini menunjukkan dinas keamanan Rusia melancarkan perang siber terhadap Ukraina, kata pemerintah.

Serangan terhadap Perbendaharaan Negara juga menghentikan sistemnya selama beberapa hari, yang berarti para pegawai negeri dan pensiunan tidak dapat menerima gaji atau pembayaran mereka tepat waktu.

Serangan terhadap jaringan listrik Ukraina dianggap oleh para ahli sebagai contoh pertama peretas mematikan sistem energi kritis yang memasok panas dan cahaya ke jutaan rumah.