Bagikan:

JAKARTA -Perang konfrontasi langsung bisa terjadi antara Rusia dan negara-negara Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Ini bisa terjadi jika mereka mengabaikan peringatan negara Beruang Merah itu agar institusi atau pemerintahan tidak  menghentikan dukungan atas peretasan sejumlah pihak ke situs Rusia.  

Peringatan itu diluncurkan oleh Rusia  pada Kamis, 9 Juni. Mereka juga menyebut bahwa upaya untuk menantang Moskow di bidang maya akan dihadapi dengan tindakan balasan yang ditargetkan.

Peringatan itu muncul setelah situs web Kementerian Perumahan Rusia telah diretas selama akhir pekan lalu. Saat  pencarian internet dilakukan untuk situs  itu justru yang mengarah ke tanda "Kemuliaan untuk Ukraina" dalam bahasa Ukraina.

Dalam sebuah pernyataan yang dikutip Reuters, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa infrastruktur penting Rusia dan lembaga-lembaga negara sedang dilanda serangan siber dan menunjuk tokoh-tokoh di Amerika Serikat dan Ukraina sebagai pihak yang bertanggung jawab.

"Yakinlah, Rusia tidak akan membiarkan tindakan agresif tidak terjawab," katanya. "Semua langkah kami akan diukur, ditargetkan, sesuai dengan undang-undang dan hukum internasional kami."

Pernyataan itu, yang dikeluarkan oleh Kepala Keamanan Informasi Internasional dari kementerian itu, kepada pihak Washington yang dituduh "dengan sengaja menurunkan ambang batas untuk penggunaan tempur" TI.

"Militerisasi ruang informasi oleh Barat, dan upaya untuk mengubahnya menjadi arena konfrontasi antarnegara, telah sangat meningkatkan ancaman bentrokan militer langsung dengan konsekuensi yang tak terduga," katanya.

Situs web banyak perusahaan milik negara dan organisasi berita telah mengalami upaya peretasan sporadis sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari. Bahkan situs itu  sering kali dipakai untuk menampilkan informasi yang bertentangan dengan garis resmi Moskow tentang konflik tersebut.

Moskow mengatakan sedang melakukan "operasi militer khusus" di negara tetangga untuk melucuti senjata dan melindunginya dari fasis. Ukraina dan negara-negara Barat menolak klaim Rusia sebagai dalih untuk invasi ilegal.

Bahkan  pihak Ukraina pernah menyebut, serangan peretasan besar-besaram dilakuklan oleh Rusia, atau piohak-pihak yang didukung Rusia, beberapa hari menjelang invasi mereka. 

Badan intelijen Barat juga menyelidiki serangan siber oleh peretas tak dikenal yang mengganggu akses internet satelit broadband di Ukraina. Menurut tiga orang sumber yang mengetahui langsung insiden tersebut, peretasan ini terjadi bertepatan dengan invasi Rusia, 24 Februari.

Analis untuk Badan Keamanan Nasional AS, organisasi keamanan siber pemerintah Prancis ANSSI, dan intelijen Ukraina masih menyelidiki apakah sabotase jarak jauh dari layanan penyedia internet satelit itu adalah pekerjaan peretas yang didukung Rusia, yang mempersiapkan medan perang dengan mencoba memutuskan komunikasi Ukraina.

Suka atau tidak, saling retas kini sudah terjadi. Jika Rusia mulai mengancam dan tidak sekedar menggertak, seharusnya sudah terjadi serangan atau konfrontasi sejak bulan April lalu.