Jangan Lagi Pandang Sebelah Mata, Kini Asia Tak Ketinggalan dari yang Lain
Dua pemain Korea Selatan (Twitter @TheKFA)

Bagikan:

JAKARTA - Australia boleh tersingkir dari Piala Dunia 2022, tetapi cara mereka terlempar dari turnamen ini mengundang decak kagum banyak kalangan.  Mereka ditekan tetapi berani balik menekan tim yang dalam parameter apa pun berada di atas Australia.

Australia yang memiliki 16 pemain berbasis di Eropa dalam skuadnya tapi tak satu pun bermain untuk klub top benua itu, bangkit melawan tim yang dihuni nama-nama mentereng yang bermain di liga top di Eropa yang rata-rata klub-klub raksasa benua ini.

Sama sekali tak terlihat ada rendah diri dan inferior dari pemain-pemain Australia sehingga harus menumpuk begitu banyak pemain di daerah pertahanan sendiri.

Butuh sebuah tim sekuat dan sefantatis Argentina serta seorang "alien" seperti Lionel Messi, untuk menyingkirkan Australia yang nyaris memaksa salah satu favorit juara dunia 2022 itu bermain imbang yang mungkin berakhir dengan skenario adu penalti.

Cerita tentang Australia adalah bagian dari kisah sukses wakil-wakil Konfederasi Sepak bola Asia (AFC) di mana Australia yang benua tersendiri menjadi salah satu anggotanya.

Untuk pertama kali dalam sejarah Piala Dunia, AFC sukses meloloskan tiga wakilnya ke babak knockout.

Tak pernah situasi ini terjadi dalam turnamen-turnamen Piala Dunia sebelumnya, termasuk Piala Dunia 2002 yang juga diadakan di Asia, tepatnya Jepang dan Korea Selatan.

Bahkan Jepang masuk babak 16 besar sambil menyandang predikat juara Grup E yang di dalamnya terdapat mantan juara dunia Spanyol dan juara dunia empat kali Jerman yang justru pulang lebih dulu persis seperti empat tahun silam di Rusia.

Dua kampiun sepak bola sejagat itu tak berkutik di tangan Jepang.

Bersama Arab Saudi, dan juga Korea Selatan ketika menjungkalkan Portugal, Samurai Biru adalah tim-tim Asia yang menciptakan kejutan terbesar dalam Piala Dunia 2022.

Australia juga tidak kebetulan lulus dari ujian grup. Mereka lolos ke babak 16 besar setelah mengumpulkan enam poin, sama dengan jumlah poin yang dikoleksi juara Grup D, Prancis.

Australia yang sebelum dianggap tim paling lemah di Grup D, malah finis kedua di atas Tunisia dan Denmark yang mantan juara Eropa serta semifinalis Euro 2020 setahun lalu.

Cara Korea Selatan meloloskan diri dari grupnya juga seindah Jepang dan Australia, termasuk saat mengakhiri perlawanan juara Piala Eropa 2016, Portugal, dalam laga terakhir Grup H dengan skor 2-1.

Sukses tim-tim Asia adalah bagian dari kisah sukses nan mengejutkan dalam sejarah Piala Dunia.

Untuk pertama kali sejak Piala Dunia digelar pada 1930, baru dalam edisi ini babak knockout sebuah Piala Dunia diikuti lengkap oleh wakil-wakil lima benua atau lima wakil konfederasi sepak bola regional utama.

AFC mengirimkan Australia, Jepang dan Korea Selatan, sedangkan Afrika mengirimkan Senegal dan Maroko.

Jepang paling mungkin

Mereka semua menembus dominasi benua Amerika dan Eropa yang selalu merebut tiket knockout dari Piala Dunia ke Piala Dunia.

Namun jika menilik dari pengalaman sebelumnya, di antara tiga tim AFC itu adalah Korea Selatan yang pernah melangkah paling jauh ke semifinal yang terjadi di negeri sendiri dalam Piala Dunia 2002.

Sedangkan bagi Australia, 16 besar Piala Dunia 2022 adalah yang kedua kali mereka masuki. Jepang lain lagi, 16 besar Piala Dunia 2022 ini adalah 16 besar keempatnya.

Australia sudah dihentikan Argentina, tetapi akankah dua wakil AFC tersisa melangkah lebih jauh lagi?

Segala kemungkinan bisa terjadi, apalagi jika melihat perjalanan Jepang dan Korea Selatan sebelum ini, dan juga dari bagaimana tim-tim Asia kecuali Qatar, bertualang selama Piala Dunia 2022.

Arab Saudi yang anomali Piala Dunia 2022 bahkan menjadi tim pertama yang membuat kejutan ketika menumbangkan juara Copa America 2021, Argentina, pada pertandingan pertama fase grup.

Disebut anomali karena seluruh anggota skuad Saudi adalah produk liga domestik. Namun dengan bekal seunik ini merek bisa menjungkalkan tim setangguh Argentina yang bertabur bintang.

Jepang menyusul Arab Saudi dalam menciptakan kejutan besar Piala Dunia tatkala menumbangkan Jerman pada partai pertama fase gup beberapa hari lalu.

Namun, jika melihat hasil pertandingan fase grup, Jepang adalah yang paling mungkin membuat kejutan.

Jepang masuk babak 16 besar setelah mengakhiri fase grup dengan memuncaki grupnya yang dihuni Spanyol dan Jerman.

Jadi, Jepang telah melalui ujian yang relatif lebih berat ketimbang Australia dan Korea Selatan.

Kroasia yang walau runner up Piala Dunia 2018 dan lawan Jepang dalam 16 besar Piala Dunia 2002, seharusnya tidak lebih kuat dari Spanyol dan Jerman.

Apalagi Jepang bukan pihak yang inferior dalam pertemuan-pertemuan mereka sebelum ini dengan Kroasia.

Sejak 1997, Jepang sudah tiga kali menghadapi Kroasia yang dua di antaranya terjadi pada ajang Piala Dunia.

Kedua tim sama-sama pernah menang satu kali. Jepang menang 4-3 dalam laga persahabatan, sedangkan Kroasia menang 1-0 dalam fase grup Piala Dunia 1998.

Terakhir kali mereka bertemu pada fase grup Piala Dunia 2006 ketika keduanya seri 0-0.

Inspirasi Asia

Akan halnya Korea Selatan. Brazil yang walau terpeleset di tangan Kamerun dan menjadi lawannya dalam 16 besar edisi ini, masih merupakan tim terkuat di dunia.

Sebelum pertemuannya dengan tim Samba dalam 16 besar Piala Dunia 2022, Korea Selatan sudah tujuh kali bertemu dengan Brasil.

Enam pertemuan ini dimenangkan oleh Brasil, sedangkan satu lainnya dimenangkan Korea Selatan pada 1999. Tapi dalam laga persahabatan Juni tahun ini di Seoul, Brasil menang besar 5-1.

Itu adalah sedikit gambaran bahwa Brasil yang berperingkat satu dunia merupakan lawan yang terlalu sulit dikalahkan oleh Korea Selatan yang berperingkat 28 dunia.

Hanya segelintir tim berstatus raksasa yang biasanya bisa menghentikan Brasil dalam babak sepenting fase knockout Piala Dunia.

Walaupun demikian, kejutan Piala Dunia masih bisa dilakukan tim-tim yang dianggap lebih inferior.

Sebelum babak 16 besar, sejumlah tim besar termasuk Prancis, Spanyol, dan Brazil terkesan menghindari pertemuan dengan lawan yang dianggapnya berat dan berpotensi mengakhiri perjalanan mereka dalam mencapai puncak.

Ini terlihat dari cara mereka yang tidak menurunkan tim terkuat pada pertandingan terakhir atau tidak tampil ngotot seperti sebelumnya.

Mereka tak mau tersingkir lebih awal dengan memilih tim yang dianggap lebih bisa ditundukkan.

Keadaan ini menunjukkan masih ada pandangan bahwa yang lain lebih inferior yang mengisyaratkan bahwa kesenjangan dalam level kualitas sepak bola itu memang masih lebar.

Namun premis ini perlahan terbantahkan setelah tim-tim yang dianggap inferior tampil mengejutkan, termasuk Australia yang berperingkat 38 dunia yang memberikan perlawanan heroik kala menghadapi Argentina yang berperingkat tiga dunia.

Tak ada alasan bagi Jepang dan Korea Selatan untuk tidak bisa melebihi perjalanan Australia.

Pun tak ada alasan untuk inferior di hadapan Kroasia dan Brasil. Yang ada, mungkin malah semangat dan adrenalin yang memuncak ke level yang sebelum ini tak pernah dirasakan Jepang dan Korea Selatan.

Mereka, sebagaimana tim-tim Asia lainnya kecuali Qatar, akan tetap tampil dalam semangat tinggi sehingga pantang bagi mereka menerapkan taktik asal menang seperti strategi memarkir sebanyak mungkin pemain di daerah pertahanan sendiri.

Sayang, tim-tim Asia yang masuk 16 besar dan juga putaran final Piala Dunia, itu-itu saja.

Namun paling tidak mereka ada pelajaran menarik yang dipetik dari mereka selama Piala Dunia Qatar 2022 bahwa tim-tim Asia ini telah membuang jauh-jauh predikat pelengkap turnamen.

Sebaliknya Asia bisa sekompetitif tim-tim yang sudah mapan. Ini mungkin salah satu aspek yang bisa menginspirasi tim-tim Asia lain, termasuk Indonesia.