Bagikan:

JAKARTA - Personel KLa Project, Katon Bagaskara (vokal), Lilo (gitar), dan Adi Adrian (kibor) mengaku tidak pernah punya permasalahan besar terkait royalti musik. Sejak terbentuk tahun 1988, mereka sudah menerapkan sistem pembagian royalti musik sesuai kesepakatan.

“Kami bangga di awal-awal karier kita tahun 1988, kita berhasil kerja sama dan dikontrak (label) dengan royalti,” kata Adi Adrian saat ditemui di Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu, 3 Juli.

“Kita bertiga memang selalu berpikirnya mau ngikutin dunia internasional, dan royalty itu bagus buat semuanya,” timpal Lilo.

Sejak album perdana “KLa” dirilis tahun 1989, tiga personel KLa Project sudah menerima royalti dari karya-karya yang mereka hasilkan. Sampai saat ini, royalti yang diterima juga dirasa berjalan dengan baik.

Adi menyebut KLa Project jadi salah satu grup musik Indonesia yang mengawali penerapan pembayaran royalti musik. Sementara, musisi lain lebih memilih perjanjian “flat” atau perjanjian jual beli putus.

“Saat itu (sebagian besar musisi) dibayar flat aau putus, tapi kita berhasil kerja sama dan dikontrak dengan royalti. Makanya kita masih menikmati royalty dari tahun 1989 itu. Kita bangga seperti itu, itu belum lazim saat itu. Kita bangga dianggap pionir soal royalti,” ujar Adi.

Sebagai informasi, perjanjian jual beli putus di industri musik Indonesia saat ini sudah dibatasi.

Dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan kesadaran lebih baik dari para musisi, penerapan royalti musik di Indonesia berjalan lebih baik dibandingkan sebelumnya. Namun begitu, masih ada pekerjaan besar yang harus diselesaikan untuk menjamin hak-hak para musisi, terutama penulis lagu.