Bagikan:

JAKARTA - Adi Adrian selaku Ketua Badan Pengurus Wahana Musik Indonesia (WAMI) membenarkan pihaknya telah melaporkan promotor ‘nakal’ yang tidak membayarkan royalti musik secara benar.

Personel KLa Project itu menyebut WAMI melayangkan laporan tersebut ke Kementerian Hukum.

Adi mengatakan, ada dua promotor musik yang dilaporkan, karena dianggap tidak merespon pihak WAMI sebagai penghimpun royalti.

“Ada beberapa promotor itu kayaknya kok nggak merespon sama sekali di kita, ya kita ngadu lah ke negara. Kita melaporkan itu kan cuma ngadu aja, ini kita kok nggak dibayar, kok nggak direspon, yaudah kita cuma melaporkan gitu,” kata Adi Adrian saat dihubungi awak media Jumat baru-baru ini.

Namun begitu, Adi masih tidak menyebutkan promotor mana yang dilaporkan ke Kementerian Hukum.

Baginya, laporan ini menjadi salah satu bukti bahwa WAMI serius dalam mengurus royalti musik bagi orang-orang yang terdaftar padanya.

“Intinya gini, kita di WAMI kan selalu dipertanyakan, (apakah) kita benar-benar memperjuangkan hak-haknya pencipta, Jadi sekarang kita benar-benar ingin memperjuangkan,” ujar Adi.

“Jadi, sekarang teman-teman pengguna musik tolong dong. Ini bukan masalah kita mau memidanakan atau apa, nggak, kita cuma melaporkan, ayo kita serius memperjuangkan haknya pencipta,” imbuhnya.

Sebelumnya, WAMI melalui akun Instagram resmi menginformasikan pelaporan promotor ‘nakal’ ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Laporan itu disebut sebagai langkah tegas untuk promotor yang tidak memenuhi kewajiban membayar royalti.

Sebagai salah satu Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) sah di Indonesia yang bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti musik, WAMI menyebut laporan ini sebagai salah satu cara mereka dalam mewakili hak-hak pencipta lagu.

WAMI dalam unggahannya juga menjelaskan pentingnya ketaatan promotor musik untuk membayar royalti sesuai aturan. Disebutkan bahwa membayar royalti adalah bentuk menghargai suatu karya cipta, yang dapat membantu musisi untuk terus berkarya.

“Pelanggaran bisa berujung pada sanksi hukum, yaitu denda paling banyak Rp500 juta, pidana kurungan paling lama 3 tahun, gugatan ganti rugi dari pemegang hak cipta,” tulis WAMI.

“Musik adalah aset berharga, dan semua pengguna wajib menghormati hak cipta. Mari jadi pelaku industri musik yang bertanggungjawab agar ekosistem musik Indonesia semakin maju.”