JAKARTA - Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) menanggapi pernyataan Marcell Siahaan selaku Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) terkait penerapan direct license dalam hal royalti lagu dan musik.
Melalui akun Instagram resmi, AKSI menyebut apa yang dikatakan Marcell Siahaan tidak benar. Asosiasi yang terdiri dari para penulis lagu ini menyampaikan empat poin dalam argumentasinya.
“DIRECT LICENSING MENYULITKAN. Dalam pelaksanaan yang anggota AKSI sudah lakukan, malah sangat mudah. DAN TRANSPARAN. Pencipta langsung mendapatkan haknya, pengguna tahu benar bahwa Pencipta benar menerima haknya,” tulis akun Instagram @aksibersatu pada poin pertama argumentasinya, Jumat, 12 Januari.
Kemudian pada poin ketiga, AKSI tidak setuju jika sistem direct license dapat digunakan sebagai alat untuk “menggetok” Pengguna dengan nilai royalti yang dibuat sendiri oleh masing-masing penulis lagu.
“Sistem Direct Licensing yang diajukan AKSI adalah terstandarisasi supaya tarifnya SERAGAM, yaitu 10 persen dari Fee/bayaran Artis, dibagi jumlah lagu (pro rata). Kalau lagu yang dibawakan adalah 10 dalam satu pertunjukan, hanya 1 persen dari bayaran Artis. Artisnya 100 juta, Pencipta lagunya 1 juta. Logis kan?!” tulis AKSI.
Selanjutnya pada poin ketiga, AKSI menyebut perbedaan persentase yang dikatakan Marcell bisa menyesatkan. Mereka menyoroti persentase yang didasarkan pada biaya produksi dan penjualan tiket.
BACA JUGA:
“PERBEDAAN 2 persen dan 10 persen. Yang dimaksud @marcellsiahaans ini bisa menyesatkan, karena berbeda. Sistem yang dijalankan @lmkn_id untuk penarikan royalti LIVE PERFORMANCE adalah 2 persen dari budget produksi atau penjualan tiket. Jika budget produksi acara adalah 500juta, 2 persen-nya adalah 10 juta. Tapi bagaimana kita tahu Penyelenggara acara transparan dalam memberikan budget produksi? Atau penjualan tiket? Sangat mudah untuk dimanipulasi,” bunyi poin tersebut.
“Dan apakah LMKN selama ini cek seberapa besar budget produksi para penyelenggara? CATATAN : Selama bertahun-tahun sistem yang dijalankan LMKN ini TIDAK BERJALAN. Banyak Pencipta lagu (hits) mendapat 0 Rupiah dari sistem ini,” lanjutnya.
AKSI juga mempertanyakan kemampuan LMKN untuk menjamin sistem yang dijalankan agar dipenuhi oleh penyelenggara konser musik, terlebih melakukan penuntutan jika ada penyelenggara yang tidak membayar royalti dengan baik dan benar.
“Selama ini sistem Direct Licensing yang dijalankan anggota AKSI secara mandiri sudah berjalan lancar dan membawa perubahan yang baik, walau sistem 10x seperti disebut di poin 2 belum dijalankan. Dengan sistem DDL (Digital Direct Licensing) yang akan segera dijalankan, tentunya akan jauh lebih baik,” pungkas AKSI dalam poin keempat argumentasinya.