JAKARTA - Menanggapi pernyataan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) pekan lalu yang menyebut sistem direct license dalam menghimpun royalti live event menyalahi Undang-Undang dan dapat dipidana, Ahmad Dhani selaku Ketua Dewan Pembina Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) dengan keras menyatakan ketidaksetujuannya.
Menurut pentolan Dewa 19 itu, LMKN hanya menyatakan pandangan hukum, namun para Komisioner dan Ketua yang berbicara dianggap tidak memiliki kompetensi untuk berbicara soal Undang-Undang Hak Cipta.
“Pernyataan dari LMKN itu adalah pernyataan hukum saja, pernyataan hukum yang tidak bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya maupun kebenarannya,” kata Ahmad Dhani dalam jumpa pers di Kuningan, Jakarta Selatan pada Senin, 22 Januari.
“Semua orang boleh berpendapat soal pasal dan lain-lain, bagi saya LMKN hanya berpendapat soal hukum, jadi tidak perlu dianggap sebagai ahli hukum hak cipta. Karena memang mereka semua bukan ahli hukum hak cipta,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Dhani juga mencoba membandingkan bagaimana laporan royalti live event yang dihimpun Wahana Musik Indonesia (WAMI) sebagai salah satu Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di sepanjang tahun 2023 terlalu kecil.
“Show tunggal Judika 1,5 miliar sekali show, ini laporan WAMI 900 juta untuk semua komposer selama setahun konser seluruh Indonesia,” ujar Dhani.
BACA JUGA:
Ketua Dewan Pembina AKSI itu menduga keras adanya oknum di WAMI yang tidak bertanggung jawab dan mencoba memanipulasi penghimpunan royalti.
“Maksud saya gini, kalau LMKN dan LMK ini nggak bisa ngurus yang namanya royalti live event, udah lah, nggak usah banyak berkelit, memang kalian nggak bisa ngurusin ini,” kata Ahmad Dhani.
“Entah nggak mampu atau ada yang nyopet, nggak tahu, antara dua itu aja,” pungkasnya.