Mengenang Kehidupan Irfan Sembiring, Legenda Thrash Metal yang Meninggal Februari 2021
Irfan Sembiring (Instagram @irfansembiring_rotor)

Bagikan:

JAKARTA - Dua tahun yang lalu, Februari 2021, salah satu putra terbaik thrash metal Indonesia, Irfan Sembiring tutup usia. Pentolan band Rotor ini mengembuskan napas terakhirnya saat sedang tidur. 

Untuk mengenang kehidupan sang legenda. VOI ingin mengulas sedikit perjalanan Irfan di dunia metal Tanah Air; bagaimana dia membangkitkan Rotor dari tidur panjang sampai akhirnya meninggalkan band ini untuk selamanya. Cerita ini disadur dari buku Kupas Dawai, karya penulis, yang diterbitkan pada September 2022.

Rotor bangkit dari tidurnya pada tahun 2011, setelah mereka vakum selama lebih dari satu dekade. Irfan memugar puing-puing band yang pernah membuka konser Metallica di Lebak Bulus, Jakarta Selatan pada April 1993 itu bersama drumer Bakar Bufthaim (yang juga muncul di album pertama Rotor, Behind The 8th Ball), Ucokkk Tampubolon (gitar), Ungki Blvz (vokal) dan Ramadhanny Hussein (bass).

Kendati demikian, bangkitnya band yang telah menelurkan empat album ini menimbulkan berbagai tanggapan. Ada yang antusias lantaran sudah sangat lama berharap mereka kembali, ada pula yang terheran-heran. Pasalnya, selama Rotor vakum, Irfan telah menentukan pilihannya untuk menjadi pendakwah. Nyaris seluruh waktunya dihabiskan di dalam masjid, meski bukan pada waktu-waktu salat.

Pria kelahiran Surabaya, 2 Maret 1970 ini juga kerap keliling dari masjid ke masjid bersama jemaah yang bermarkas di salah satu kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Bahkan setiap setahun selama empat bulan lamanya dia keliling dunia untuk menyebarkan agama Islam. Artinya, jika Rotor kembali eksis, selama periode tersebut mereka praktis vakum lagi.

Kembalinya Irfan ke dunia musik terjadi pada 2010. Kala itu dia berniat menggarap sebuah proyek bernama IRS (Irfan Rotor Sembiring) lewat bantuan beberapa rekannya. Sejumlah lagu bahkan sudah dia buat, yang syairnya konon diadaptasi dari kitab suci Al- Qur'an, seperti Infidels - Divine Support - The Flame - yang diceploskan ke dalam album kompilasi lintas genre gawean Burepublic Records, Born To Fight…Let’s Start The War (2012) - dan lagu berjudul Eleven Keys.

Setelah jadi delapan lagu, empat lagu di antaranya sudah diisi vokal, Irfan bercakap-cakap dengan produser Rotor era awal, Handi. Akhirnya disimpulkan, daripada membuat bendera baru dan mengulang dari nol, lebih baik menggunakan nama Rotor lagi. Setelah mendapat personel yang dirasa cocok, Irfan punya rencana menambah empat hingga tujuh lagu lagi. Bisa lagu baru, bisa juga versi daur ulang lagu lama. Semua masih dibahas, saat itu.

Secara musikal, konsep yang ditawarkan formasi baru ini lagi-lagi 'miring'. Seperti album Eleven Keys (1995), yang kadar metalnya mengalami pergeseran cukup ekstrem dibandingkan Behind The 8th Ball. Bedanya, sekarang ada dua gitaris, Irfan dan Ucokkk yang menggunakan gitar tujuh senar. Pembagian porsi mainnya, Ucokkk fokus pada isian solo, sedangkan Irfan di isian ritem.

“Kalau gue dari dulu emang ritem. Lagu-lagu lama Rotor juga emang kan enggak ada solonya semuanya. Tapi kalau pas dibawain ama Ucok ditambahin solo dan menurut karakteristik kesintingan Rotor. Selama kami latihan sih cuma satu lagu yang gue main solo,” beber Irfan.

Formula rekaman gitar yang diterapkan Irfan menggunakan sistem direct dengan bantuan software nuendo dan Direct Box ART Tube MP. Untuk gitar, Irfan memakai Paul Reed Smith pinjaman dari bassis Ungu, Makki Parikesit dan Washburn WGF. Adapun efeknya, AmpliTube Metal 1 yang dicomot dari software. Sayangnya, album ini tidak pernah selesai. Selain Irfan yang kembali fokus berdakwah, dua personelnya; Ucokkk Tampubolon dan Ramadhanny Hussein kemudian meninggal.

Wacana untuk menghidupkan kembali Rotor terus mengapung. Pada tahun 2021, Irfan meletupkan gagasan untuk merekam ulang album debut Behind The 8th Ball yang dia akui belum sesuai keinginannya. Maklum, perilisan album tersebut terburu-buru lantaran jadi semacam syarat wajib untuk Rotor sebelum jadi pembuka konser Metallica. Irfan belum puas dengan hasilnya.

Ada hal menarik terkait teknis rekaman gitar album ini seperti dikatakan Irfan kepada penulis. Ini transkrip asli penjelasannya:

"Waktu itu, kalau khusus gitar gue terpengaruh sama teknik rekamannya Roxx. Karena kalau untuk metal, dari dulu sampai sekarang gue masih menganggap gitaris paling hebat dan berpengalaman itu Jaya sama Iwan. Waktu itu gue liat Jaya nodongnya banyak banget miknya sampai lima buah, bahkan mik vokal juga dipake buat ambience. Akhirnya gue ikutin, tapi enggak pake lima mik… cuma tiga. Di tengah, di bawah buat ngambil low-nya, sama ambience. Dan kesalahan fatal gue di album itu adalah gue nge-take gitarnya sampai 8 kali setiap lagu, jadi menimbulkan reverb yang banyak. Gara-garanya gue baca di majalah Guitar Player, Warren DeMartini (gitaris Ratt) dia ngetake gitar 8 kali untuk ngambil sound yang lebar. Karena gue waktu itu masih bego kan, gue lupa Ratt itu kan tempo lagu-lagunya enggak cepet, dan gitarnya enggak rapet, kebanyakan kan open-open aja. Jadi kalau di-take 8 kali memang jadi bagus…lebar. Sedangkan Rotor kan musiknya kecepatan tinggi… ada yang 1/64, ada 1/128, dibikin take 8 kali jadi ngegulung. Terus dulu itu ada kebiasaan, hampir semua operator studio rekaman kalau ngerekam musik rock atau metal pasti ditambahain reverb, itu udah lazim tuh mau rekaman di mana aja. Nah operator kami, namanya Mas Harry, juga gitu. Jadi udah di-take 8 kali, ditambahin lagi reverb jadinya bunyinya jelek. Padahal sebenarnya cukup 2 kali take dan miknya enggak perlu banyak…cukup satu aja.”

Rencana perekaman ulang album Behind The 8th Ball mendekati kenyataaan ketika Irfan mengunggah foto dirinya bersama Makki Parikesit, sahabatnya di media sosial. Menurut Irfan, Makki akan menemani dirinya dan Bakar Bufthaim dalam formasi baru Rotor. Tidak sampai di situ. Irfan juga menulis dua nama berinisial T pada posisi gitar dan H pada posisi vokal untuk formasi ini. Dua nama itu adalah Tepi alias Stevi Item (DeadSquad) dan Husein Alatas (Children Of Gaza).

Namun, takdir berkehendak lain. Irfan dipanggil Tuhan untuk selamanya. Salah satu sosok penting di dunia metal Tanah Air ini kena serangan jantung pada 16 Februari dua tahun yang lalu.