<i>Feature</i>: Bagaimana Musik Memengaruhi Perilaku dan Mental Manusia
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Sebuah studi yang dilakukan pada akhir tahun 2020 – di masa pandemi COVID-19 - menunjukkan bagaimana musik memengaruhi manusia dalam hal tubuh, pikiran, dan perilaku. Para ilmuwan menggabungkan kinerja Dr David Lewis dari Mindlab International dengan hasil survei dari 3.000 responden di Inggris, Jerman, dan Hungaria.

Penelitian tersebut difokuskan pada sepuluh reaksi berbeda terhadap musik, termasuk peningkatan fungsi memori, perasaan bahagia, dan kekuatan untuk memperlambat atau mempercepat detak jantung seseorang. Hasilnya menunjukkan, enam dari sepuluh responden di seluruh Eropa melaporkan fungsi memori mereka lebih rendah dibandingkan dengan sebelumnya. Meskipun demikian, 72 persen responden mengatakan bahwa musik telah membantu mereka melewati masa-masa sulit.

Berdasarkan penelitian dari Dr David Lewis tersebut, Sony, menciptakan dua representasi visual tentang bagaimana musik yang kuat dapat memengaruhi kita secara fisik dan emosional. Visual tersebut menggambarkan cara musik tempo tinggi dan rendah, ditambah dengan suara omnidirectional dan fitur pencahayaan, memengaruhi tubuh kita dan objek di sekitar kita. Claire Poux, kepala kategori pemasaran, V&S di Sony UK & Ireland, mengatakan: "Kita semua dapat mengingat kembali momen dalam hidup kita di mana musik telah memainkan peran yang tidak terpisahkan.

"Dari lagu anak-anak saat anak-anak hingga lagu dansa hari pernikahan kita; itu membangkitkan perasaan dan kenangan, membawa kita dalam perjalanan. 2020 telah menjadi tahun yang berat bagi kita semua, kami ingin membuat laporan dan video ini untuk menunjukkan betapa kuatnya musik, menginspirasi lebih banyak orang untuk menggunakannya sebagai alat untuk kepositivan dalam hidup mereka."

Menurut data, musik juga dapat membantu kita tidur di malam hari di mana komposisi lagu Four Seasons karya Vivaldi dianggap yang paling efektif sebagai pengantar. Baru-baru ini, lagu-lagu BTS dan Billie Eilish juga diakui para ilmuwan bisa membantu pendengarnya tidur.

Para peneliti dari Aarhus University menganalisis lebih dari 200 ribu lagu di Spotify dari hampir seribu daftar putar yang terkait dengan "membantu pengguna tidur".

Di samping jenis musik instrumental yang diharapkan lebih lambat dengan elemen minimal dan sifat menenangkan, para peneliti juga menemukan bahwa banyak yang menggunakan musik yang akrab dan nyaman untuk tidur, bahkan jika lagu-lagu tersebut bertempo cepat dan energik.

Ilustrasi (Pixabay)

Penelitian itu menunjukkan lagu-lagu seperti Dynamite milik BTS dan Lovely yang merupakan kolaborasi Eilish dan Khalid sebagai contoh musik energik namun menghibur yang digunakan pengguna pada layanan streaming untuk membantu mereka tidur.

Lebih banyak penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai alasan orang yang berbeda memilih musik yang berbeda untuk tidur. Peneliti menemukan, meskipun lebih lembut, lebih lambat, instrumental dan lebih sering dimainkan pada instrumen akustik dari musik lain, musik yang digunakan untuk membantu orang tidur menampilkan variasi besar termasuk musik yang bercirikan energi dan tempo tinggi.

“Studi ini dapat menginformasikan penggunaan musik secara klinis dan memajukan pemahaman kita tentang bagaimana musik digunakan untuk mengatur perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari,” para peneliti menambahkan.

Adapun sepuluh cara bagaimana musik memengaruhi manusia menurut Dr David Lewis meliputi:

1. Menyebabkan rasa sedih

2. Meningkatkan fungsi memori

3. Membuat bahagia

4. Memperlambat, membuat rileks, atau mempercepat detak jantung

5. Memengaruhi tindakan kita

6. Menciptakan pertemanan dan hubungan, bahkan bentuk identitas seseorang

7. Membuat efek 'menyembuhkan'

8. Membantu menginduksi tidur

9. Menyebabkan tulang belakang Anda kesemutan dan membuat rambut berdiri tegak

10. Melebaran pupil dan memicu fight or flight.

Fight or flight merupakan reaksi fisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap peristiwa, serangan, atau ancaman yang dianggap berbahaya bagi kelangsungan hidup. Ini pertama kali dijelaskan oleh Walter Bradford Cannon. Musik bahkan dapat memicu reaksi fight or flight, seperti ketika musik yang tepat dimainkan, detak jantung meningkat, pupil membesar, dan darah dialihkan ke kaki saat bagian otak yang dikenal sebagai otak kecil diaktifkan.

Ketika manusia mendengarkan musik yang memberi energi tetapi tidak dalam posisi untuk fight or flight, intensitas perasaan yang dihasilkan ditafsirkan oleh tubuh sebagai yang disebabkan oleh kegembiraan dan kesenangan. Orang Inggris rata-rata mendengarkan lebih dari 285 jam musik setahun - setara dengan 12 hari penuh - tetapi delapan dari sepuluh orang masih berharap bisa mendengarkan musik lebih lama, karena manfaat yang dihasilkannya.

Kedua visual di atas tadi dirancang untuk ditonton secara berurutan, menunjukkan bagaimana tubuh bereaksi terhadap musik dengan ilmu simatik yang mendemonstrasikan bagaimana gelombang suara omnidirectional memengaruhi cat, pasir, dan cairan terhadap ketukan dengan cara yang tidak menentu namun memukau.

Pertama, menonton Tails dari Jack Chown (The Music Lab) yang dirancang untuk membangkitkan perasaan melankolis. Sementara Gutenmorgen, dari artis yang sama, dirancang untuk memberi energi kembali dan membangkitkan kebahagiaan dengan tempo yang lebih tinggi.

"Musik sedih dapat membantu kita melewati masa-masa sulit. Respons emosional yang paling kuat, apakah kebahagiaan atau kesedihan, ditemukan terjadi ketika satu nada kontras secara emosional dengan yang terdengar sebelumnya. Lain kali Anda ingin diangkat dan diberi energi kembali oleh musik, buat sandwich musical,” Dr David Lewis menambahkan.

"Putar lagu yang membuat Anda sedih sebelum lagu yang membuat Anda ceria, positif, dan optimistis - dengan begitu, kekuatan lagu yang membangkitkan semangat akan terbukti lebih berdampak."

Sementara itu, ilmuwan asal Prancis, Thibault Chabin, murid PhD di University Burgundy France-Comte menemukan jawaban mengapa kita sering mendengarkan musik favorit dengan perasaan merinding. Kata dia, setiap kali kita mendengarkan musik yang kita suka, otak bertanggung jawab atas emosi dan perpindahan musik yang bekerja sama untuk membentuk dopamin. Dopamin adalah senyawa di otak yang memberikan rangsangan kepada tubuh. Mengutip Metro UK, otak akan bekerja untuk menebak apa yang terjadi selanjutnya dan ketika itu benar, dopamin akan muncul dengan sendirinya.

Ilustrasi (Pixabay)

Dipublikasikan melalui jurnal Frontiers in Neuroscience, Chabin meminta 18 orang pecinta musik untuk merekam aktivitas otak melalui Electroencephalogram atau EEG. Setiap partisipan mendengarkan 90 detik lagu kesukaan mereka dan melihat apa yang terjadi di dalam otak ketika mereka merasakan santai dan otak mereka mencoba menerka apa yang terjadi di dalam musik.

Ketika partisipan merasakan efek merinding tersebut, Chabin melihat aktivitas dalam korteks orbitofrontal - wilayah yang memproses emosi serta area motorik tambahan - otak tengah mengontrol gerakan serta area kanan otak yang memproses pendengaran.

“Fakta bahwa kita bisa mengukur fenomena ini dengan EEG membawa kesempatan untuk belajar dengan konteks lain, di mana rancangan yang lebih natural dan di antara grup. Keinginan secara musikal adalah fenomena yang menarik yang harus diinvestigasi, agar memahami mengapa musik sangat bermanfaat dan mengapa musik sangat diperlukan dalam hidup manusia.”

Bukan hanya dari sisi positif, musik juga bisa memengaruhi cara bekerja otak dari sisi negatif. Sejumlah penelitian menyetujui bagaimana perasaan negatif dipengaruhi oleh musik yang terkesan sedih dan bisa membuat orang depresi.

Penelitian ini dilakukan Centre for Interdisciplinary Music Research di University of Jyväskylä, Aalto University di Finland serta Aarhus University di Denmark dengan memperhatikan sikap dan data neuroimaging. Penelitian ini dipublikasikan pada Frontiers in Human Neuroscience.

Berdasarkan hasil tersebut, orang-orang yang terbiasa mendengarkan musik sedih bisa memikirkan sesuatu yang negatif berulang kali. Lewat penelitian itu mereka melakukan pencitraan resonansi magnetik fungsional atau disingkat fMRI. Hasilnya, laki-laki lebih suka mendengarkan musik untuk mengekspresikan perasaan negatif sedangkan perempuan mendengarkan musik untuk menghindari perasaan negatif.

Dilansir dari TIME, hal ini terjadi karena ritme dan karakter musik bisa mengubah detak jantung serta bagaimana otak kita bekerja. Biasanya, trek dengan tempo lambat bisa menenangkan sedangkan musik bertempo cepat memiliki efek sebaliknya. Namun, semua ini hanyalah teori subjektif.

“Ada orang yang mendengarkan musik metal Swedia dengan normal, jadi bagi mereka AC/DC menenangkan,” kata Daniel Levitin, psikolog dari McGill University, Kanada.

Selain kerja otak, musik juga bisa meningkatkan pikiran agresif serta mendorong kejahatan. Dikutip dari CNN, hal ini terjadi karena beberapa alasan seperti ekonomi, rasisme, di bawah pengaruh yang salah serta kurangnya kesempatan dalam melakukan hal-hal positif.

Kita tentu masih ingat dengan peristiwa yang menggemparkan masyarakat Indonesia pada Maret 2020. Saat itu, anak 15 tahun membunuh teman adiknya yang berumur lima tahun. Kabarnya, pelaku sering mengekspresikan perasaannya dalam bentuk gambar dan tulisan di mana salah satu coretannya adalah kutipan lagu Billie Eilish, All The Good Girls Go To Hell.

Ada banyak kasus serupa yang diklaim karena pelaku mendengarkan lagu tertentu. Salah satunya, Christopher Watts membunuh istrinya, Shan'ann yang sedang hamil 15 pekan, dan kedua putrinya, Bella dan Celeste pada awal 2018. Sang ayah diduga mendengarkan lagu Battery dari Metallica sebelum melancarkan aksi sadisnya tersebut.

Ilustrasi (Pixabay)

Lalu, pada tahun 1984, keluarga McColumns menuntut penyanyi Ozzy Osbourne setelah anaknya, John Daniel bunuh diri diiringi lagu Suicide Solution karya vokalis Black Sabbath itu. Keluarga McColumns mengatakan lagu ini kemungkinan berperan besar dari keputusan sang anak untuk mengakhiri hidupnya. Ozzy pun menyuarakan bahwa ini soal efek negatif dari alkohol, bukan lagunya. “Ini hanya kasus salah tafsir,” katanya.

Levitin menyatakan, cukup sulit untuk menganalisa jika musik bisa menciptakan kekerasan. Karena menurutnya, sikap kekerasan yang familiar dengan musik atau seni memang terjadi tetapi bukan berarti selalu benar adanya. Walaupun tidak salah jika mengatakan perspektif dunia bisa diubah melalui musik.

Faktor orang yang mendengarkan juga berpengaruh di sini. Orang yang memiliki kecenderungan depresi klinis biasanya merasa lebih buruk setelah mendengarkan musik yang terdengar menyedihkan. Musik bertanggung jawab dalam segi hubungan, kepercayaan, dan keintiman serta memicu hormon oksitosin dan serotonin. Seperti pada umumnya, musik memberikan sisi positif serta negatif.