Bagikan:

JAKARTA - Tranportasi laut punya peranan vital dalam menyatukan Indonesia. Dulu kala, Mahapatih Gajah Mada pernah berucap sumpah menyatukan Nusantara. Sumpah itu langgeng dikenang sebagai Sumpah Palapa. Keberanian Gajah Mada beralasan. Armada laut Majapahit begitu kuat pada masanya.

Namun, impian Gajah Mada baru secara paripurna terwujud saat Indonesia merdeka. Peristiwa PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) ambil alih maskapai pelayaran Belanda Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) jadi muaranya. Pun Pelni jadi perwujudan sebenarnya penyatuan Nusantara: dari Sabang sampai Merauke.

Boleh jadi Gajah Mada adalah tokoh yang paling mentereng setelah Hayam Wuruk dalam sejarah kerajaan Majapahit. Kehadiran Majapahit, sebagaimana yang diungkap Soekarno jadi bukti Indonesia pernah mencapai pusat peradaban tertinggi. Jejak kekuasaan Majapahit muncul di seantero negeri. Bersamaan dengan pengaruh ajaran agama Hindu.

Tiada kurang dari 98 kerajaan bernaung di bawah panji kerajaan Majapahit. Hagemoni kebersaran majapahit terus berlanjut. Pengangkatan Gajah Mada sebagai Patih Amangkubumi Majapahit adalah episode yang paling menentukan. Dalam upacara pengangkatannya, Sumpah Amukti Palapa dilangsungkan. Sumpah itu memuat ikrar seorang Gajah Mada yang ingin menyatukan wilayah Nusantara dalam satu komando.

Kepercayaan diri Gajah Mada didasarkan pada kemampuan armada laut hingga bala tentara Majapahit yang sedang berada di atas angin. "Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana isun amukti Palapa," ucap Gajah Mada.

Sumpah yang diucapkan saat pelantikan Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit di hadapan Ratu Tribhuana Wijayatunggadewi itu bermakna: "Jika telah menyatukan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikian saya (baru akan) melepaskan puasa."

Gaung sumpah Palapa nyatanya membawa angin perubahan. Corak awal Majapahit sebagai kerajaan agrarir, berubah menjadi kerajaan maritim. Sebab, Gajah mada tak Cuma ahli sterategi, tapi juga seorang negarawan sejati.

Berkatnya pula, Majapahit mencapai puncak kejayaan yang belum pernah dibayangkan sebelumnya dalam berbagai bidang. Termasuk dalam kemajuan sastra. Empu Prapanca berhasil menyusun Kitab Negarakertagama. Lainnya, Empu Tantular berhasil menyusul Kitab Sutasoma dan Arjuna wiwaha.

“Dengan Sumpah Palapa, Mahapatih Gajah Mada bertekad untuk mempersatukan wilayah Nusantara. Laksamana Nala pun diangkat menjadi jaladimantri yang bertugas memimpin kekuatan laut Kerajaan Majapahit. Melalui armada laut yang kuat, kerajaan Majapahit mampu menguasai seluruh wilayah Nusantara hingga ke Semenanjung Melayu dan Filipina,” tulis Laksamana Tedjo Edhy Purdijatno dalam buku Mengawal Perbatasan Negara Maritim (2010).

Belanda menancapkan kuasa

Kekayaan bumi Nusantara sungguh tiada dua. Hasil buminya yang melimpah serta rempah-rempah yang beragam begitu kesohor di dunia, khususnya Eropa. Kekayaan itu kemudian menarik hati negara-negara di Eropa untuk datang ke bumi pertiwi. Narasi awal memang berdagang, katanya. Tapi, terselip pula niatan untuk memonopoli jalur perdagangan rempah di bumi Nusantara. Belanda jadi negara yang paling ngotot untuk memonopoli rempah-rempah.

Periode menentukan penjajahan belanda ada pada masa Gubernur Jenderal VOC dua kali --1619-1623 dan 1627-1629—Jan Pieterszoon Coen menjabat. Berkat program politiknya yang terkenal, Diskursus mengenai Negara Hindia, Coen yang saat itu menjabat sebagai pemegang buku kepala dan direktur dagang di Banten, menempatkan Jayakarta dalam posisi penting bagi kesejahteraan Belanda. Coen muda, di usia 28 tahun langsung menitikberatkan pendapatnya terkait penaklukkan Hindia (Indonesia) pada dua argumen.

“Coen mendasarkan pendapatnya pada dua argumen. Pertama, bahwa perdagangan dengan Timur perlu untuk kesejahteraan Republik Belanda. Dan Kedua, bahwa orang Belanda punya hak legal untuk meneruskan perdangan ini dan bahkan memonopoli perdagangan di banyak tempat,” ungkap Bernard H.M Vlekke dalam buku Nusantara (1961).

Program politik itu berhasil meyakinkan 17 direktur kongsi dagang Belanda VOC yang terkenal dengan sebutan Heeren Zeventien. Apalagi Coen mulai memperlajari dunia perdagangan, bahkan sejak usia 13 tahun. Coen jadi satu-satunya orang yang menarik kesimpulan bahwa posisi Belanda yang berniaga di kawasan Hindia secara legal cukup kuat. Lewat kebijakannya, Coen pun dipuja-puja sebagai peletak dasar kolonialisme Belanda di Nusantara.

Perlahan-lahan, Kompeni menguasai Jayakarta dan mengubahnya menjadi Batavia pada 1619, kemudian menjalar ke seluruh Jawa, bagai nyala api. Pun kekuasaan Belanda tetap berlanjut sampai maskapai dagang VOC runtuh pada 1879, dan digantikan oleh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda pada 1880.

Eksistensi Belanda tak lain karena nafsu memperoleh keuntungan dalam perdagangan di bumi Nusantara. Pada zaman itu, menguasai maritim Nusantara sama halnya sebagai jalan pintas menguasai perdagangan dunia.

“Sementara itu, perluasan jaringan kekuasaan semakin meningkat di kepulauan Indonesia. Pada akhir abad ke-19 Negara Kolonial Hindia-Belanda hampir berhasil menaklukkan seluruh kerajaan dan masyarakat politik di kepulauan Indonesia. Perlawanan hebat dan sengit dihadapi disejumlah tempat, misalnya Aceh, Tapanuli, dan Nusa Tenggara.”

“Adapun di Papua Barat Politik Hindia-Belanda masih dalam bentuk eksplorasi dan penjelajahan awal kolonialisme. Dengan pasifikasi itu, jaringan dan hubungan antartempat di kepulauan Indonesia makin terbuka dan pertambah intensif. Selain itu, jaringan perdagangan internasional terus berkembang di tengah-tengah penjajah baru, seperti Amerika Serikat, Jerman, dan kemudian Jepang,” pungkas Abdullah Idi dalam buku Politik Etnisitas Hindia-Belanda (2019).

Munculnya KPM

Armada Maskapai Pelayaran Belanda Koninklijke Paketvaart Maatschappij atau KPM (Sumber: Wikimedia Commons)

Masa keemasan Belanda di Indonesia, setidaknya dipengaruhi oleh tiga peristiwa penting. Pertama, berdirinya negara Singapura pada tahun 1819. Kedua, pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869. Dan ketiga sekaligus yang paling penting tak lain dimulainya pelayananan maskapai pelayaran KPM di Nusantara pada tahun 1891.

Kehadiran KPM bukan saja membuka keran keuntungan bagi pemerintah kolonial Belanda menjajah Indonesia. Mereka menjelma jadi simbol kekuasaan Belanda atas maritim Nusantara. Sejak beroperasi pertama kali di tanah Hindia pada 1891, KPM begitu diistimewakan oleh Belanda. Alih-alih sebagai transportasi laut untuk menjaga kepentingan ekonomi dan perdagangan, KPM dijadikan aparat angkutan terpusat (Centreaal Vervoers Apparaat).

“Pada tanggal 15 Juli 1888 Raja Belanda baru mengijinkan Perusahaan pelayaran tersebut menggunakan ‘Koninklijke’ akhirnya KPM –Koninklijke Paketvart Maatschappij resmi berdiri pada 4 September 1888. Di dalam akte pendiriannya disebutkan tujuan perusahan: disamping menyelenggarakan pelayaran wajib sesuai perjanjian dengan pemerintah, melayani angkutan barang dan penumpang dengan kapal-kapal barang dan penumpang dengan kapal-kapal api atau layar milik sendiri atau disewa,” kata Ina Meuthia Rani dalam buku 55 Tahun Catatan Sejarah Pelni (2007).

Untuk itu, armada KPM mulai berdatangan ke Indonesia pada 1891. Kedatangan armada KPM sejalan dengan pertumbuhan industri di Eropa. Belanda kemudian mencoba memantaskan diri dengan menggalakkan pembukaan lahan baru di Jawa dan Sumatra. Tujuannya, supaya lahan-lahan baru segera ditanami oleh komoditi yang menguntungkan belanda, seperti tebu, kina, karet, tembakau, dan kelapa sawit.

Aktivitas ekonomi yang meningkat nyatanya membawakan hasil. KPM jadi salah satu perusahaan Belanda di Nusantara yang kecipratan keuntungan. Alhasil, KPM berkembang pesat. Pada awalan, armada laut KPM hanya terdiri dari 13 unit kapal, serta berkembang menjadi 45 unit kapal pada 1902. Setelahnya, armada KPM bertambah menjadi 145 unit kapal dalam 28 tahun kemudian, atau pada 1930.

Armada yang besar itu jadi modal utama KPM menguasai transportasi laut Nusantara. KPM semakin dielu-elukan oleh Belanda ketika kerajaan-kerajaan di luar Pulau Jawa mulai ditaklukkan satu demi satu. Beberapa di antaranya terkenang luas dalam peristiwa Perang Aceh (1873-1904), Penaklukkan Lombok, Bali Selatan, dan Sulawesi.

Armada Maskapai Pelayaran Belanda Koninklijke Paketvaart Maatschappij atau KPM (Sumber: Commons Wikimedia)

Lagi pula, KPM telah membuat perjanjian tambahan dengan pemerintah Kolonial Belanda yang dikenal dengan nama Groot Archipel Contact. Suatu kontrak sederhana, namun menentukan. Isinya berbicara banyak sebagai jaminan KPM mendapatkan pelayaran tetap dan teratur di wilayah Nusantara. Selebihnya, perjanjian itu menegaskan jika KPM mendapatkan hak monopoli atas penguasaan maritim di Hindia-Belanda.

Belanda untung, pesaing Belanda buntung. Demikian narasi yang terlihat dari adanya Groot Archipel Contract. Adapun keuntungan paling besar yang dirasakan kaum bumiputra sendiri adalah fondasi penyatuan nusantara. Semuanya berkat KPM mulai memelihara pelayaran ke daerah-daerah terpencil supaya tetap terpusat.

Lantaran itu, KPM mendapatkan hak monopoli dan subsidi pemerintah atas pengakuan militer, pengangkutan bahan-bahan pokok, perbekalan, dan lain sebagainya. Di sisi lainnya, KPM turut mendapatkan dukungan penuh dair bank-bank dan perusahaan-perusahaan dagang kesohor di Hindia-Belanda. Sederet perusahaan itu lazim dikenal sebagai The Big Five: Boorsumij, Internatio, Jacobson van den Berg, Lindeteves Stokvis, dan Geowehry.

Dengan kata lain, KPM benar-benar penting bagi belanda. Menguntungkan pula. KPM laksana stabilisator dalam berbagai bidang – dari ekonomi, politik, dan keamanan.

Buktinya pemerintah kolonial jadi lebih berkuasa di Hindia-Belanda. Istimewanya lagi, KPM dikaitkan semacam simbol kekuatan Belanda menyatuhkan Nusantara.

“Masalah lebih pelik ialah mengatasi dominasi perusahaan pelayaran Belanda KPM. KPM sepenuhnya memonopoli pelayaran antarpulau di Indonesia. Transportasi laut dengan kapal merupakan satu-satunya sarana yang tersedia untuk perhubungan antarpulau. Karena itu kedudukan KPM bagi Belanda menjadi sangat penting, karena KPM merupakan simbol dari kemampuan Belanda dalam menyatukan Nusantara,” ucap Sejarawan Bondan Kanumoyoso dalam buku Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia (2001).

Lahirnya Pelni

Armada Kapal Pelni (Sumber: Commons Wikimedia)

Dominasi KPM pun terlalu kuat untuk runtuh, sekalipun berganti masa dari penjajahan Jepang (1942-1945), kemudian Indonesia merdeka (1945). Peranan KPM memang berkurang. Tapi fondasi transportasi laut yang dirintis KLM dibutuhkan oleh Indonesia yang baru merdeka. Akibatnya, KPM diberi ruang untuk menjalankan aktivitas pelayarannya di Nusantara sampai pada peristiwa perundingan Konferensi Meja Mundar (1949).

Keengganan Belanda melepas Irian Barat jadi biang keladi pematik amarah rakyat Indonesia. Buahnya, perusahaan-perusahaan berbendera Merah-Putih-Biru mulai mencium gelagat menuju kehancuran. Apalagi, di Indonesia euforia revolusi bak virus yang menjangkiti segenap rakyat karena sudah lama alergi dengan penjajahan Belanda.

Pada satu waktu, euforia revolusi segera menggerakan serikat buruh sayap kiri di Indonesia bergerak menduduki perusahaan Belanda. KPM jadi salah satunya.

“Pagi tanggal 3 Desember 1957 sekelompok pimpinan serikat buruh Konsentrasi Buruh Kerakyatan Indonesia (KBKI) memaksa masuk ke dalam ruangan manajer di Kantor Pusat, Jakarta, dan memproklamirkan pengambilalihan KPM oleh kaum buruh.”

Menghadapi situasi demikian, pihak manajemen mengemukakan bahwa mereka harus membicarannya terlebih dengan pemerintah, dan dijawab oleh pimpinan mereka: kami dan kaum buruh adalah pemerintah,” tertulis dalam laporan yang dikutip H.W. Dick dalam buku Industri Pelayaran Indonesia: Kompetisi dan Regulasi (1985).

Pengambilan kantor pusat KPM yang mendadak hendaknya menimbulkan kecurigaan banyak pihak. Kecurigaan itu dikarenakan pemerintah Indonesia seakan-akan melakukan pembiaran terhadap aksi kaum buruh.

Pemerintah Indonesia diduga secara diam-diam mendukung aksi pendudukan buruh yang berujung dengan menasionalisasikan KPM ke Pelni. Dugaan itu semakin kuat karena tiga hari setelahnya atau 6 Desember 1957 pemerintah Indonesia di bawah Presiden RI Pertama, Soekarno memberikan persetujuannya atas pengambilalihan KPM.

Semenjak mewariskan KPM, Pelni yang telah didirikan lebih awal pada 28 April 1952, tak langsung tancap gas. Status KPM sebagai perusahaan besar jadi masalah utama. Sedang Pelni masih belum siap diwariskan beban yang begitu besar. Apalagi, warisan KPM tak cuma berbentuk kerugian, tetapi juga berbentuk pegawai KPM asal Indonesia yang kala itu berjumlah 10 ribu. Semuanya langsung menjadi beban Pelni.

Derita itu terus berlanjut karena beberapa pelabuhan kecil yang dulunya bergantung dari KPM seperti di Indonesia Timur harus merana sementara waktu. Dalam artian, pengusiran KPM membawa untung-rugi bagi indonesia.

Satu sisi, pemerintah Indonesia mencapai kemenangan simbolis atas Nusantara. Sisi lain, pemerintah Indonesia secara tak langsung menghancurkan sistem angkutan antarpulau. Yang mana, butuh 30 tahun bagi Indonesia untuk menciptakan sistem yang efisien sebagai penggantinya.

Pelni bangkit menyatukan Indonesia dari sabang sampai Merauke

Kapal Pelni (Sumber: Wikimedia Commons)

Adalah pemerintah orde baru (Orba) di bawah pemerintah presiden Soeharto yang membangkit Pelni menjadi industri transportasi laut penting. Kesungguhan Orba terlihat dari penyusunan perencanaan perhubungan laut yang matang. Orba ingin memperbaiki citra Pelni yang semasa Orde Lama (Orla) hidup tidak, matipun tidak.

Roman kebesaran KPM, kemudian ditiupkan oleh Menteri Perhubungan Emil Salim kepada Pelni. Menteri perhubungan yang menjabat dari 1973-1978, dengan jeli melihat perhubungan laut mempunyai sifat ekonomi plus dan strategis. satu-satunya yang dapat dilakukan adalah dengan membesarkan Pelni.

Emil Salim sadar benar arti penting Pelni yang kemudian menjadi simbol penyatuan Nusantara. Pandangan itu mengikuti tujuan awal pendirian KPM. Sebagai langkah pertama, dimulailah revolusi Pelni. Emil Salim berucap: kalau Pelni gagal, (maka) perhubungan pun gagal.

“Sementara itu, Menteri Perhubungan Emil Salim mengatakan dalam jumpa pers di Jakarta Selasa, 14 September 1976 bahwa selain penambahan kapasitas prasarana dan sarana angkutan guna memenuhi permintaan jasa masyarakat dalam tahun-tahun mendatang, juga segi mutu manusia yang memberikan jasa angkutan akan lebih mendapat perhatian,” tertulis dalam laporan Majalah Maritim berjudul Perhubungan laut di Indonesia (1976).

Komitmen Emil Salim menjadikan Pelni sebagai tulang punggung angkutan laut mulai terlihat aromanya. Pergantian kapal-kapal mulai digalakkan. Tak hanya itu, Pelni turut pula membenahi jaringan-jaringan Reguler liner Service (RLS) yang terbentang dari Sabang hingga Merauke. Pelni kemudian telah melayani 37 trayek dari 75 trayek yang ada.

Rata-rata trayek itu dilayani dengan 54 unit kapal yang bertonase total 95.000 dwt. Sedang kapal Pelni lainnya, mendapat tugas melayani trayek-trayek yang mengubungkan pelbagai pelabuhan di daerah-daerah pelosok terpencil di seluruh Kepulauan Indonesia.

Jika dikaji mendalam pelayaran itu memang tak menguntukkan secara komersial sama sekali. Tapi itulah Pelni. Keuntungan perusahaan bukan yang utama. Kebanggan nasional serta keadilan sosial justru hal yang paling diutamakan oleh Pelni. Semua itu guna meneruskan narasi yang telah lama digaungkan oleh sang pendiri Bangsa, Soekarno dalam sidang BPUPKI: menyatukan Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Sekalipun begitu, Pelni tak diam ditempat. Pelni justru terus bertumbuh. Pada 1981, misalnya. Pengelolaan pelayaran perintis telah diserahkan sepenuhnya kepada Pelni. Kala itu, Pelni tercatat tengah mengoperasikan 35 unit kapal perintis dengan 14 unit di antaranya, kapal-kapal milik pemerintah (Kementerian Perhubungan). Pelayaran perintis ini pun sampai melayani 33 trayek dan singgah di 215 kota pelabuhan.

“Status Pelni diubah dari perseroan menjadi Perusahaan Negara (1961), tetapi kemudian status Pelni kembali diubah menjadi dari PN menjadi PT (1975) Manajemen Pelni melakukan penguatan ekstensifikasi usaha dengan menggelar paket wisata sekaligus mendukung kebijakan pemerintah mendorong pariwisata nasional; menggelar paket wisata Let’s Go dan Event on Board (2014-sekarang) Pelni mendapatkan tambahan penugasan dari pemerintah menjadi operator tol laut, kapal perintis, dan kapal ternak,” kata Akhmad Sujadi dalam buku Pelni Menghubungkan Nusantara, Menyatuhkan Indonesia (2017).

Lantaran itu Pelni terus melebarkan sayap, setidaknya hingga hari ini. Pelni kemudian jadi perwujudan sempurna dari sumpah pelapa yang pernah di ucap Mahapatih Gaja Mada dahulu: yakni menyatukan Nusantara. Sebab, Pelni hari ini telah berhasil menyatukan Indonesia dari ujung timur hingga ujung barat. Dari Sabang Hingga Merauke. Pelni pun jadi kebanggaan Indonesia. Romantisme ini dikenang luas lewat penggalan Mars Pelni yang diciptakan oleh mantan Direktur Utama Pelni, Sudharno Mustafa berjudul Engkau yang Kudambakan (1987):

Pelni yang jaya kebanggaanku

Masa depan ku

Tempat aku berbakti

Tempat aku Mengabdi

Untuk Negara

Untuk Bangsaku

*Baca Informasi lain soal SEJARAH USANTARA atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.

MEMORI Lainnya