JAKARTA - Persahabatan antara Presiden pertama RI Soekarno dan Pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev terkenal kental. Keduanya merepresentasikan hangatnya hubungan Jakarta-Moskow. Indonesia jadi yang paling banyak diuntungkan. Khrushchev banyak membantu Indonesia – dari Militer hingga pembangunan. Pun berkat kedekatan keduanya, Indonesia jadi memiliki pesawat kepresiden pertama yang dikenal sebagai Dolok Martimbang.
Kesamaan pola pikir antara Soekarno-Khrushchev tak perlu diragukan lagi. Keduanya secara konsinsten menentang kolonialisme dan imperialisme. Pun Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) ketar-ketir dibuatnya. Khrushchev secara terang-terangan menyebut delegasi Filipina Lorenzo Sumulong yang menghina Uni Soviet sebagai negara penjajah sebagai ‘brengsek, antek, pesuruh,’ dan ‘penjilat imperialisme Amerika.’ Sedang Soekarno lebih sadis lagi dengan membawa Indonesia keluar PBB karena pembentukan negara boneka Inggris: Negara Federasi Malaysia.
Nyatanya, kedekatan Soekarno-Khrushchev sudah terjalin sejak jauh-jauh hari. Bahkan, sejak Khrushchev masih berstatus sebagai pemimpin tertinggi Partai Komunis Uni Soviet (1953-1954), belum menjadi Perdana Menteri Uni Soviet. Buahnya, Indonesia bak ketiban durian runtuh. Bantuan dana terus mengalir ke kas Indonesia. Yang paling diingat, Indonesia mendapatkan hadiah dari Uni Soviet berupa pesawat Ilyushin Il-14.
Upacara penyerahan pesawat itu dilakukan di bandara Pangkalan Militer Udara Halim Perdanakusuma pada 24 Januari 1957. Kemudian, Soekarno mempercayakan pemeliharaan pesawat itu kepada Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).
“Setelah duta besar Uni Soviet menyerahkan pesawat dalam pidato singkat, Presiden naik ke podium. Presiden mengucapkan terima kasih kepada duta besar untuk hadiah ini dari pemerintah Soviet. Ia mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Soviet dan rakyatnya. Presiden kemudian mengingat sambutan hangat selama kunjungannya ke Uni Soviet dan diterima dengan baik.”
“Berkenaan dengan di domestik, Presiden mengatakan bahwa masih ada banyak perbedaan antara penduduk Indonesia dari 80 juta orang. Tapi menurut presiden, ini tidak mengejutkan saya, karena kami masih muda. Karena itu saya menyerukan kepada rakyat untuk memulihkan persatuan dan terus berjuang bersama,” tertulis dalam laporan surat kabar tertua di Jakarta Java Bode pada 24 Januari 1957.
Penyerahan hadiah pesawat itu disaksikan langsung Duta Besar Uni Soviet, Zhukov. Tak ketinggalan pejabat tinggi Indonesia dari menteri hingga kepala staf AU turut hadir. Seperti sudah dipersiapkan, Bung Karno langsung menamai pesawat pemberian Uni Soviet itu dengan nama Gunung di Sumarta Utara, Dolok Marimbang.
Pemberian nama itu bukan tanpa alasan. Bung Karno pula alasan sendiri memberi nama Dolok Marimbang untuk pesawat kepresidenan Indonesia. Kendati demikian, pesawat tersebut baru resmi digunakan pertama oleh Bung Karno sebagai pesawat kepresidenan pada rencana kunjungan resmi ke Surakarta dan Bali yang dimulai pada 16 April 1957 (Java Bode, 13 April 1957).
“Di Tapanuli ada daerah dengan pegunungan dan lembah, yang menurut legenda, terus bertengkar satu sama lain. Dan itu Dolok Marimbang yang bisa menyatukan kembali mereka. Itulah mengapa saya memberikan pesawat IL-14 ini dengan nama Dolok Martimbang. Dengan Dolok Martimbang ini saya berharap dapat memberikan kekuatan kepada saya untuk membuat reunifikasi dan penguatan rakyat lndonesia, tidak hanya untuk kemakmuran mereka sendiri, tetapi juga untuk kebahagiaan umat manusia,” ungkap Bung Karno dalam pidato di upacara penyerahan pesawat.
Wujud hubungan mesra
Kedekatan antara Indonesia dan Uni Soviet makin menguat kala Khrushchev menjabat sebagai Perdana Menteri Uni Soviet (1958-1964).Terlihat keduanya pemimpin negara yang saling berkunjung satu sama lain.
Kunjungan itu diawali oleh Soekarno yang bertandang ke Moskow pada 1956. Setelahnya, Khrushchev balik mengunjungi Indonesia pada 18 Februari 1960. Kunjungan selama dua minggu tersebut bakal tercatat sejarah sebagai lawatan pemimpin negara adi kuasa pertama di Nusantara.
“Kunjungan Presiden Soekarno sebanyak tiga kali ke Uni Soviet dalam kurun 1956-1964 mampu, mencairkan ketegangan politik di parlemen. Kunjungan Presiden Soekarno selama 14 hari tahun 1956 menghasilkan kesepakatan dengan Uni Soviet mengenai prinsip-prinsip hidup berdampingan secara damai,” ungkap Tomi Lebang dalam Sahabat Lama, Era Baru: 60 tahun pasang surut hubungan Indonesia-Rusia (2010).
“Kesepakatan ini semakin mengukuhkan posisi Indonesia sebagai pemimpin Gerakan Non-Blok. Kunjungan balasan tiga pejabat tinggi Uni Soviet ke Indonesia, termasuk Perdana Menteri Nikita Khrushchev (1960), menambah kuatnya persahabatan dua negara,” tulisnya.
Selama di Indonesia, Khrushchev yang membawa rombongan besar berkunjung ke banyak tempat, seperti Bandung, Yogyakarta, Bali, dan Maluku. Karena peristiwa bersejarah, jurnalis yang meliput cukup banyak. Tercatat, 89 jurnalis dari berbagai negara yang ikut Safari Nikita. Masing-masing sebagai jurnalis radio, televisi, media cetak, dan juru kamera.
Di Indonesia, Khrushchev dijamu dengan begitu meriah. Soekarno sendiri turun tangan menyiapkan segala hal supaya Khrushchev nyaman berada Indonesia. Sampai-sampai Soekarno mengeluarkan 14 buah lukisan dari koleksi pribadinya untuk dipakai sebagai dekorasi dalam ruang jamuan. Yang mana, di tengah-tengah lukisan tersurat keterangan protocol-officer bahwa: beberapa dari lukisan dibuat oleh Soekarno sendiri.
Wartawan Senior, Rosihan Anwar yang ikut meliput Safari Nikita Khrushchev ke beberapa daerah, mengungkap banyak momen keakraban di antara kedua pemimpin yang terjalin. Salah satunya, Rosihan Anwar mendapatkan cerita dari “orang dalam” Soekarno sempat mencoba membaca garis tangan dari Khrushchev.
“Saya liat di sini tanda-tanda bahwa Tuan tidak bisa kaya,” ramal Soekarno. “Ya memang itulah cita-cita saya. Saya tidak mau menjadi orang kaya,” timpal Khrushchev sambil tertawa.
“Mengenai kebenaran cerita tadi saya tidak dapat bertanggung jawab. Namun, interessant mengetahui bahwa Soekarno rupanya ‘ahli’ pula dalam ramalan dengan membaca garis-garis di tangan. Tapi, bisa juga dibilang Soekarno sekedar bercanda dengan Khrushchev yang telah tua. Seperti kata orang Padang: mempegarah-garahkan orang gaek,” tulis Rosihan Anwar dalam buku Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia Jilid 2 (2009).
*Baca Informasi lain soal SEJARAH atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.