Bagikan:

JAKARTA - Kecintaan Soekarno akan seni amat dalam. Dalam seni lukis, misalnya. Bung Karno tak hanya dikenal sebagai pelukis andal, tapi ia juga kesohor sebagai kolektor lukisan. Ia memiliki banyak waktu untuk mempelajari, menikmati, dan mengumpulkan lukisan dari pelosok negeri. Baginya, lukisan dapat menunjukkan jati diri Indonesia: bangsa besar. Karenanya, Istana Kenegaraan kadang kala dipenuhi koleksi lukisannya untuk menyambut tamu. Beberapa di antaranya adalah lukisan Bung Karno pribadi.

Soekarno tumbuh sebagai insan yang maha pecinta. Ia dapat jatuh cinta kepada apa saja. Utamanya seni. Bahkan kecintaannya akan seni melebihi kecintaannya akan diri sendiri. Perihal itu buat Bung Karno kerap mengungkap dalam tiap kesempatan bahwa darah seni dalam darahnya terlampau berlebih.

Bung Karno mulai menjelma sebagai pemuja seni semenjak kecil: usia tujuh tahun. kala anak-anak usianya masih disibukkan dengan bermain saja, Bung Karno telah menyukai seni. Seni pewayangan terutama. Kesukaannya akan wayang lalu menuntunnya ke banyak hal. Dari mulai menggambar wayang, membaca buku pewayangan, hingga nonton wayang semalam suntuk.

Salah satu lukisan karya Bung Karno tahun 1958 yang diberi judul Rini. (Dok. Pameran Lukisan Istana Kepresidenan)

Aktivitas itu yang membuat semangatnya terus hidup. Kecintaannya akan seni pun menuntunnya untuk bermimpi jadi seorang arsitek. Technische Hoogeschool te Bandoeng (kini: Institut Teknologi Bandung) jadi pelabuhannya menuntut ilmu. Ia pun berjumpa dengan seorang mahaguru yang mendukungnya secara penuh. Charles Prosper Wolff Schoemaker, namanya.

Keduanya sama-sama menyukai seni dan tentu saja wanita. Hasratnya untuk seni pun menyala-nyala. Ia pun mulai melukis dengan dimentori langsung oleh Schoemaker. Pun aktivitas melukis makin digemarinya ketika Soekarno diasingkan ke Ende, Flores pada 1934.  

“Aku tahu Kusno (nama kecil Bung Karno) suka sekali pada kesenian. Namun, baru pada kesempatan sewaktu berada di Ende ini aku saksikan ia mempergunakan waktunya yang cukup banyak untuk itu. Sekarang ia suka melukis. Atau lebih tepat aku katakan, ia mencoba melukis, berusaha keras melukis.”

“Sekali waktu ia melukis empat orang wanita Bali yang sedang meletakkan sesajen di pura. Pada waktu yang lain, ia melukis pantai dan laut. Pada kesempatan lainnya lagi, ia melukis ombak yang sedang menggulung itu. Aku maklum, isi hatinya barangkali sedang berontak, menjadi. seperti ombak yang menggunung. Dalam keadaan yang begitu aku harus pandai membantunya, menghiburnya, meredakan hatinya yang sedang mengamulk itu,” ungkap Inggit Garnasih sebagaimana ditulis Ramadhan K.H. dalam buku Kuantar ke Gerbang: Kisah Cinta Inggit dengan Sukarno (1988).

Pamer Lukisan

Tiada yang menyangsikan kehebatan sapuan kuas Bung Karno. Ia lihai dalam melukis. Begitu pula dalam mencari objek lukisan. Keterampilan itu membuat insting melukisnya tajam. Kehebatan Bung Karno dalam melukis pun kerap mengundang decak kagum. Namun, kesukaannya akan dunia lukis membuatnya juga bertindak sebagai kolektor lukisan.

Hobi mengoleksi lukisan itu mulai dilakukannya ketika ia menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia. Ia pun menjadi satu-satunya pemimpin Indonesia yang rutin mendatangi sanggar-sanggar milik seniman kenamaan Tanah Air. Ia datang dengan maksud untuk membeli lukisan. Ada yang dibayar langsung, ada pula yang dibelinya secara kredit.

Koleksi lukisan miliknya jadi bejibun. Total lukisan yang dimiliki Soekarno mencapai 2000-an lukisan. Itupun dari 250 pelukis. Tiap ada hajatan besar di Istana Kenegaraan (Istana Merdeka, Istana Bogor, atau Istana Negara) Soekarno selalu menghiasi dinding ruang jamuan dengan lukisan koleksinya.

Bung Karno di depan sebuah lukisan. (Dok. Perpusnas)

Soekarno sengaja memamerkan koleksi lukisannya. Ada tujuan di baliknya. Antara lain supaya tamu negara memahami Indonesia sebagai bangsa yang besar. Ajian itu acap kali berhasil. Banyak di antara wartawan luar negeri yang ikut meliput mengaku kagum.

Mereka kadang kala menjadikan lukisan koleksi Bung Karno menjadi bagian dari berita. Dalam memamerkan lukisan koleksinya, Bung Karno juga sering kali menyelipkan lukisan karyanya pribadi. Semisal pada saat acara penyambutan Pemimpin Uni Soviet, Nikita Khrushchev di Istana Merdeka pada 1960.   

“Ini sebuah detail yang dilihat oleh wartawan barat dan dimasukkan di dalam berita yang ditulisnya. Beritanya menjadi lebih hidup. ketika meliput jamuan negera di Istana Merdeka pada hari pertama kedatangan Khrushchev, seorang wartawan barat menggunakan beberapa bahan detail.”

Bung Karno dan penulis biografinya, Cindy Adams. (Wikimedia Commons)

“Yaitu Soekarno telah mengeluarkan 14 buah lukisan dari koleksi pribadinya untuk dipakai sebagai dekorasi dalam ruangan jamuan. Kemudian ditambahnya pula dengan keterangan protocol-officer bahwa beberapa dari lukisan dibuat oleh Soekarno sendiri. Detail-detail semacam ini menambah daya tarik sebuah berita lalu dibaca dengan minat perhatian tinggi,” tutup Rosihan Anwar dalam buku Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia Jilid 2 (2014).