Bagikan:

JAKARTA - Pada 27 Mei 2006 gempa bumi berkekuatan 5,9 Skala Richter mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya. Gempa terjadi sekitar pukul 05.53 WIB, ketika masih banyak orang tertidur.

Kuatnya gempa bahkan menghancurkan berbagai bangunan, infrastruktur, hingga jaringan listrik dan telekomunikasi di seluruh wilayah Yogyakarta, Bantul, dan sekitarnya. Objek wisata seperti Candi Prambanan dan Makam Imogiri juga dilaporkan terdampak gempa.

Sementara itu korban akibat bencana alam ini terdapat di beragai wilayah seperti Sleman, Kulon Progo, Gunung Kidul, Klaten, dan Boyolali. Saat gempa terjadi masyarakat Yogyakarta juga tengah dilanda ketakutan akan terjadinya wedhus gembel dan lahar dari letusan Merapi.

Gempa yang mengguncang tersebut terjadi dari laut. Gempa Yogyakarta 2006 merupakan bencana alam terbesar kedua setelah gempa dan tsunami di Aceh yang terjadi pada 2004. 

Titik gempa Yogyakarta 2006 (Sumber: Commons Wikimedia)

Mengutip laporan Kompas, terdapat 3.098 korban tewas dan 2.971 orang di antaranya berasal dari Kabupaten Bantul pada Sabtu 27 Mei 2006 hingga pukul 00.15 WIB. Korban total keseluruhan sekitar 6.000 orang lebih.

Korban tewas dikarenakan tertimpa bangunan roboh dan korban luka-luka banyak terjadi karena kepanikan yang luar biasa. Menurut Stasiun Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Yogyakarta gempa itu terjadi di lepas pantai Samudra Hindia.

Posisi episentrum pada koordinat 8,26 Lintang Selatan dan 110,33 Bujur Timur, atau pada jarak 38 kilometer selatan Yogyakarta pada kedalaman 33 kilometer. Gempa terjadi akibat adanya tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia, pada jarak sekitar 150 km-180 kilometer ke selatan dari garis pantai Pulau Jawa. 

Setelah gempa besar tersebut, terdapat gempa kecil susulan yang terjadi terus menerus. Menurut Tony Agus Wijaya, pengamat geofisika pada Stasiun Geofisika Yogyakarta, kekuatan gempa tidak menyebabkan gelombang tsunami.

Dampak gempa Yogyakarta 

Dampak gempa Yogyakarta 2006 (Sumber: Commons Wikimedia)

Pada 13 Juni 2006, pemerintah mengatakan bahwa gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah menimbulkan kerugian sebesar Rp29,2 triliun. Hal tersebut disampaikan langsung Menneg PPN/Kepala Bappenas saat itu, Paskah Suzetta.

Menurut Paskah rumah-rumah yang hancur total sebanyak 400 ribu unit. Sementara, yang mengalami kerusakan parah sebanyak 200 ribu rumah.

Dia juga mengatakan dampak gempa bumi sudah dipaparkan ke negara-negara yang berkomitmen mengeluarkan bantuan, termasuk juga ADB dan Bank Dunia. Selain itu, dampak lain dari gempa tersebut adalah terdapat 1, 2 juta orang penduduk Yogyakarta yang kehilangan tempat tinggal.

Diketahui jumlah itu lebih tinggi dibanding dengan angka korban kehilangan tempat tinggal akibat tsunami di Aceh dan Sri Lanka. Hal ini dibenarkan pimpinan Care International Jerman Dr. Wolfgang Jamann. 

Dampak gempa Yogyakarta 2006 (Sumber: Commons Wikimedia)

"Memang upaya membantu diri sendiri di Indonesia sangat besar, jadi tidak hanya tergantung dari bantuan luar negeri. Tapi agar masyarakat di Indonesia dapat membantu dirinya sendiri, diperlukan bahan-bahan dan petunjuk. Orang-orang membutuhkan obat-obatan dan sebagian juga membutuhkan penyuluhan. Kami juga tidak ingin, orang-orang membangun rumah sedemikian rupa yang seandainya terjadi gempa bumi lagi, kembali hancur," kata Jamann, dikutip dari DW

Memang banyak negara yang mengulurkan bantuan, bahkan langsung datang ke Yogyakarta. Negara-negara seperti China, Singapura, dan Taiwan mendirikan pos koordinasi di Bantul dengan prioritas berbeda-beda. Sementara helikopter yang membawa bantuan kemanusiaan juga terus berdatangan. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat itu mengatakan bantuan luar negeri untuk korban gempa Yogyakarta akan dikelola dengan membentuk unit khusus. Bantuan diharapkan bisa diberikan tepat sasaran serta sesuai kebutuhan yang paling mendesak. Prioritas aliran bantuan adalah sektor pendidikan, transportasi, kesehatan, dan energi.

Pembangunan Tugu Prasasti 

Untuk memperingati gempa bumi ini, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta membangun tugu atau tetengger. Tugu berlokasi di atas Sesar Opak, yaitu sesar yang berada di sekitar Sungai Opak, sungai yang berhulu di Gunung Merapi, lalu mengalir ke selatan dengan muara menghadap ke langsung ke Samudra Hindia di Pantai Samas.

Tugu peringatan dibangun dari batu andesit Merapi setinggi 1,5 meter. Di samping kiri, kanan, dan depan terdapat prasasti yang ditandatangani oleh Gubenur Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, Rektor UPN Veteran, dan Bupati Bantul Suharsono. Pembangunan tugu itu dibiayai dengan dana bantuan kepala pelaksana BPBD Bantul, UPN, dan masyarakat setempat.

*Baca Informasi lain soal BENCANA ALAM atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya