Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, tujuh tahun yang lalu, 16 Oktober 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru. Pelantikan itu membuat warga Jakarta berharap banyak Anies-Sandi membawa perubahan.

Sebelumnya, perjuangan Anies-Sandi dalam Pilgub 2017 tak mudah. Mereka harus berhadapan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)- Djarot Saiful Hidayat. Anies-Sandi pun pandai memanfaatkan momentum politik hingga menang.

Panggung politik Ibu Kota memang penuh kemilau. Siapa yang mampu menjadi pimpin Jakarta dianggap akan punya kesempatan besar dalam kontestasi politik tingkat tinggi: Pilpres. Pesona itu membuat Anies-Sandi muncul menantang Ahok-Djarot dalam Pilgub 2017.

Roda mesin partai yang mendukung kedua pasangan mulai dipanaskan. Janji politik ditebarkan. Ahok-Djarot memiliki jargon kampanye Kerja Keras Kerja Hebat, sedang Anies-Sandi punya jargon Jakarta Maju Bersama.

Ahok-Djarot percaya diri program-program yang telah dicanangkannya dapat dilanjutkan. Anies-Sandi pun mulai mengenalkan rangkaian program baru dari OkTrip sampai rumah dp nol persen. Sekalipun banyak juga yang skeptis karena janji politik itu dianggap sukar dilakukan.

Presiden Jokowi bersama istrinya, Iriana berpose dengan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sesaat setelah pelantikan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta. (ANTARA)

Belakangan citra Anies-Sandi dainggap mentok. Alias, takkan mampu mengalahkan Ahok-Djarot. Namun, dewi fortuna berada di pihak Anies Baswedan. Ahok yang notabene Gubernur DKI Jakarta terganjal kasus penistaan agama.

Gelora protes mengecam tindakan Ahok muncul di mana-mana. Kubu Anies-Sandi pun menggunakan momentum itu dengan maksimal. Kampanye identitas bergelora. Semuanya untuk menang. Kondisi itu mampu memengaruhi peta keunggulan dalam Pilgub 2017.

Kondisi itu dibuktikan dalam proses pungutan suara. Putaran pertama Ahok-Djarot boleh menang. Namun, tidak dengan putaran kedua. Anies-Sandi muncul jadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih.    

“Anies-Sandi sukses dengan meluncurkan kampanye identitas yang sangat sektarian, termasuk (dengan seruan prejudis) di rumah-rumah ibadah, yang rawan memicu konflik horizontal dan vertikal (karena mantan pasangan Ahok kemudian jadi Presiden). Populisme memang secara sadar diadopsi dan diluncurkan dengan mengorbankan kelompok minoritas demi meraih kursi kekuasaan,” terang Poltak Partogi Nainggolan dalam buku Transisi dan Kandasnya Konsolidasi Demokratis Pasca-Soeharto (2021).

Puncaknya, Presiden Jokowi pun melantik Anies-Sandi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru pada 16 Oktober 2017. Pelantikan itu berlangsung di Istana Negara. Prosesinya diawali dengan penyerahan petikan surat Kepres tentang pelantikan Anies-Sandi.

Kemudian, Anies –Sandi dipimpin oleh Presiden Jokowi untuk melakukan prosesi pengambilan sumpah jabatan. Keduanya kemudian menandatangani berita acara pelantikan. Pelantikan itu disambut dengan gegap gempita.

Anies-Sandi pun berjanji akan melanjutkan kebijakan yang baik dari pemimpin Jakarta sebelumnya. Pun pelantikan itu jadi tanda warga Jakarta untuk menagih janji yang pernah diucapkan Anies-Sandi pada masa kampanye.  

"Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban saya sebagai gubernur dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya," ujar Anies dalam sumpahnya sebagaimana dikutip laman kompas.com, 16 Oktober 2017.