Bagikan:

JAKARTA - Noel dan Liam Gallagher tak pernah menyangka hobi bermusiknya dapat jadi pegangan hidup. Kakak beradik yang berasal dari Kota Manchester itu masuk ke dalam band bernama The Rain. Namun, nama band itu dianggap kurang bertaji.

Mereka memilih nama baru: Oasis. Sebuah nama yang membuat keduanya mencapai popularitas dengan dua album Definitely Maybe (1994) dan (What's the Story) Morning Glory? (1995). Kesuksesan itu membuat Oasis kian liar. Mereka gemar mengacak-acak hotel hingga masuk daftar hitam.

Impian menjadi musisi papan atas kerap digaungkan oleh Noel dan Liam. Kakak beradik yang dibesarkan dalam keluarga kelas pekerja itu mulai menggeluti aktivitas bermusik sedari kecil. Liam pun mulai terjun ke dalam sebuah band bernama The Rain pada 1991.

Kala itu band itu diperkuat oleh Liam Gallagher (vokal), Paul Arthurs (gitar), Paul McGuigan (bass), dan Tony McCaroll (drum). Belakangan Noel mulai melihat bakat adiknya dalam bernyanyi. Liam menurutnya memiliki suara yang khas dan aksi panggung memukau.

Liam sering membungkukkan tubuh bagian atas ke depan. Kemudian, kedua tangannya berada di belakang punggung dan mulut menempel ke mik. Ia bernyanyi dengan logat kelas pekerja Manchester yang khas dengan suara seraknya.

Gambar promosi Oasis reuni yang memuat foto bersama Liam dan Noel Gallagher. (Instagram/@Oasis)

Noel pun ikut bergabung. Mereka pun menciptakan lagu bersama-sama. Masalah muncul. Mereka merasa nama The Rain tak menjual dalam industri musik. Nama Oasis pun dimunculkan karena mudah diingat.

Nama baru itu membuat Oasis moncer di dunia musik. Mereka mulai banyak mengisi acara musik di Inggris dan mulai membuat lagu sendiri.Pucuk dicinta ulam tiba. Mereka sukses melahirkan sebuah album musik bertajuk Definitely Maybe pada 1994.

Album itu meledak dengan rangkaian lagu hits enak didengar macam Supersonic hingga Live Forever. Materi lagu itu membuat Oasis jadi penanda penting aliran Britpop. Kedua kakak beradik itu bak tak memberikan ruang kosong.

Mereka terus menggempur industri musik Inggris dengan musiknya. Alhasil, setahun setelahnya album keduanya (What's the Story) Morning Glory? Menyapa seisi dunia pada 1995. Lagu-lagu populer banyak hadir dalam album ini, Don't Look Back in Anger hingga Wonderwall.

Kondisi itu membuat penggemar Oasis bermunculan di seantero Inggris. Oasis pun jadi salah satu band paling berpengaruh setelah The Beatles. Sebuah citra yang membuat penggemar Oasis mulai bertumbuh di seantero dunia.

“Apa yang telah dilakukan Oasis di Inggris, menyatukan seluruh negara di bawah bendera satu artis pop, tidak dapat lagi dilakukan oleh sebuah band di negara yang telah terpecah secara budaya seperti Amerika Serikat (AS). Sementara para anggota Oasis, yang tampil di Jones Beach pada Minggu malam, adalah superstar hanya untuk penggemar pop yang terbatas di sini (AS).”

“Di Inggris band ini berkuasa tanpa tandingan sebagai artis paling populer sejak The Beatles. Kepopuleran itu diperkuat dengan hadirnya CD Oasis di sekitar satu dari tiga rumah di sana. Bulan lalu, band ini menarik 250 ribu orang ke Knebworth, utara London, untuk konser luar ruangan terbesar dalam sejarah negara itu; kakak beradik yang suka berkelahi dalam grup ini, Liam dan Noel Gallagher, muncul secara teratur seperti bangsawan di sampul majalah,” ujar Neil Strauss dalam tulisannya di New York Times berjudul Sounding Like the Beatles, And Acting More Popular (1996).

Acak-Acak Hotel

Filosofi padi kadang dipergunakan pesohor yang naik daun di dunia. Kondisi itu membuat mereka pandai memosisikan diri. Semakin tenar, semakin menunduk. Agaknya, filosofi itu tak berlaku buat anggota Oasis –utamanya Noel dan Liam.

Laku hidupnya tetap urak-urakan. Minuman, wanita, dan perilaku sulit atur. Kondisi itu terlihat kala Oasis menginap di hotel saat menjalani tur musik panjang. Mereka yang sehari-hari jarang di rumah justru menjadikan hotel layaknya sebuah istana yang nyaman.

Mereka pun berprilaku seraya tuan rumah yang baik. Mereka mengundang banyak wanita untuk berpesta. Perilaku itu kian tak terkontrol hingga kamar hotel mereka acak-acakan. Saban hari Oasis manggung, niscaya ada hotel yang jadi korban dari personel Oasis yang mereka sebut sebagai kejenakaan.

Kejenakaan itu sering kali membuat kursi-kursi berterbangan di lempar ke luar jendela. Media pun dengan sigap memberitakan aksi itu. Pun sebagai bukti bahwa kehidupan menarik terkait Oasis tak hanya tersaji di atas panggung, tapi perilaku di luar panggung justru lebih menarik.

Hotel Columbia di London, salah satu hotel yang tidak mengizinkan grup band Oasis menginap di situ. (Wikimedia Commons) 

Aksi acak-acak itu membuat beberapa hotel tak mengizinkan lagi Oasis menginap. Oasis masuk daftar hitam banyak hotel. Hotel Columbia di London, misalnya.

“Kami memang melakukan berbagai kejenakaan saat tur, tetapi jurnalis telah menciptakan hal seperti Oasis seperti monster. Siapa pun dapat melempar kursi melalui jendela, tetapi tidak semua orang dapat menulis Live Forever. Saya melakukan pekerjaan ini demi musik.”

“Itu adalah hal terpenting dalam hidup saya. Saya akan memilih musik daripada hubungan apa pun. Saya tidak dapat mempertahankan hubungan dengan seorang gadis lebih dari enam bulan,” ujar Noel dikutip Caroline Sulllivan dalam tulisannya di surat kabar The Guardian berjudul Oasis: Definitely Maybe Reviewed (1994).