Bagikan:

JAKARTA - Rasisme terhadap kaum kulit hitam sukar hilang di tanah Amerika Serikat (AS). Penegak hukum kerap menggunakan sentimen negatif kala melihat kaum kulit hitam beraktivitas. Barang siapa kulit hitam akan dicurigai seakan penjahat. Rasisme itu dipertontonkan secara gamblang dalam kasus George Floyd.

Floyd jadi korban kekerasan polisi hingga meninggal dunia. Rakyat AS dan dunia murka. Gelora turun ke jalan melantunkan Black Lives Matter muncul di mana-mana. Bahkan, bintang Hollywood ikut bergabung dalam gerakan Black Lives Matter.

Urusan diskriminasi warna kulit sudah jadi topik usang di dunia. Perbedaan warna kulit hitam, putih, hingga kuning langsat tak berarti apa-apa. Semuanya sama. Semuanya berhak atas hidup dan menjalankan kehidupan.

Masalah muncul. Aparat keamanan Negeri Paman Sam bak tak berdamai dengan perbedaan warna kulit. Rasisme masih kental di sana. Sentimen buruk kepada seseorang kulit hitam sering digelorakan. Mereka kaum kulit hitam sering dianggap bak penjahat, pecandu, perampok, hingga anggota geng.

Puncak rasisme itu memakan korban jiwa. George Floyd, namanya. Floyd di tengah pandemi COVID-19 dituduh berbelanja dengan uang palsu di Minneapolis, Minnesota, AS, pada 25 Mei 2020. Kasir toko menghubungi polisi dan datang tempat waktu.

Gelora aksi Black Lives Matter yang berlangsung hampir di semua negara bagian AS. (ANTARA)

Polisi yang terdiri dari Derek Chauvin, J. Alexander Kueng, Thomas Lane, dan Tou Thao langsung bergerak meringkus George di luar toko. Masing-masing polisi punya peran. Tuo berjaga-jaga, Kueng memengangi punggung, Lane memaut kaki, dan Chauvin menekan lututnya ke batang leher.

Keempat polisi beralasan tindakan itu diambil karena Floyd melawan. Peristiwa itu direkam oleh seorang pejalan kaki bernama Darnella Frazier. Frazier sempat meminta polisi melepaskannya Floyd. Floyd juga berucap minta tolong dia tidak bisa bernapas. Namun, diabaikan.

Floyd pun sekarat dan meninggal kala di bawah ke rumah sakit. Peristiwa itu lalu tersebar dari rekaman yang diambil Frazier. Seisi AS mengutuk tindakan kejam dan jahat dari polisi Minneapolis.

“Dalam video itu, Floyd berulang kali mengatakan tolong dan aku tidak bisa bernapas. Frazier memberi tahu polisi agar pria itu dilepaskan, tapi diabaikan. Pejalan kaki lain memberi tahu bahwa hidung Floyd berdarah dan sebaiknya diperiksa nadinya. Peringatan itu juga tak membuat polisi melepaskannya.”

“Beberapa menit kemudian, Floyd terlihat tak bergerak lagi. Chauvin menekan leher Floyd selama kurang-lebih sembilan menit. Ia baru melepasnya setelah ambulans tiba. Saat itu, petugas medis sudah tidak mendeteksi keberadaan denyut nadi. Floyd dinyatakan meninggal setiba di rumah sakit,” ungkap Abdul Manan dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Protes Tak Usai setelah Floyd (2020).

Bintang Hollywood Turun ke Jalan

Kematian Floyd membuat seisi AS berguncang. Mereka menyayangkan aksi polisi kepada kaum kulit hitam. Kondisi itu sudah dianggap darurat. Kematian Floyd harus menjadi yang terakhir dan pemantik untuk reformasi kepolisian dan menghilangkan sentimen negatif kepada kaum kulit hitam.

Aksi turun ke jalan pun dipilih. Mereka menuntut proses hukum yang adil untuk kasus Floyd. Belakangan aksi itu dikenal sebagai gerakan Black Lives Matter. Bahkan, kalangan Bintang Hollywood sampai tergerak hatinya untuk ikut rakyat berpanas-panasan menyuarakan keadilan.

Mereka yang ikut aksi antara lain Jamie Foxx, Michael B. Jordan, Pink, Ariana Grande, dan lain sebagainya. Michael B. Jordan misalnya. Ia tak hanya sekedar ikut. Ia juga menyampaikan pandangan lewat pengeras suara.

Bintang film Creed (2015) dan Black Panther (2018) itu dalam orasinya meminta keadilan buat kaum kulit hitam. Ia meminta studio dan agensi di Hollywood untuk segera merombak praktik perekrutan dengan membuat kuota lebih banyak terhadap kaum kulit hitam.

Potret George Floyd yang notabene korban kebiadaban polisi Minneapolis, AS. (ANTARA)

Jamie Foxx justru menyuarakan hal yang berbeda. Bintang film Django Unchained (2012) dan Miami Vice (2006) itu curhat jika ia yang berasal dari kaum kulit hitam sudah bak tradisi menyarankan keluarganya untuk berkelakuan baik ketika ada polisi.

Kondisi itu karena Jamie memahami bagaimana polisi memiliki sentimen negatif yang tinggi terhadap kaum kulit hitam. Ia menganggap imej buruknya polisi masih diceritakan turun temurun oleh keluarga kulit hitam, di meja makan ataupun di taman.

Jamie meminta pemerintah AS menyiapkan regulasi supaya polisi-polisi rasis macam polisi Minneapolis segera diberantas. Supaya cerita-cerita seperti itu tak ada lagi. Kehadiran bintang Hollywood turun ke jalan membuktikan mereka tak melulu menikmati kekayaan belaka, tapi mereka juga peka terhadap lingkungan sekitar.

Alhasil,deru protes gerakan Black Lives Matter kian meluas. Bahkan, gerakan itu mulai menjalar ke seantero dunia. Pemerintah AS sendiri pun kalang kabut. Jam malam diterapkan diberbagai negara bagian. Aksi turun ke jalan telah berlangsung di 400 kota di 50 negara bagian AS sedari awal Juni 2014.

"Yang ingin saya katakan adalah harus ada pencegah. Jika orang itu bisa diborgol dan orang itu bisa duduk di leher, orang itu akan merasa nyaman, itu berarti dia tidak takut dengan apa yang akan terjadi.”

“Kita harus mengubah bahasanya. Mereka harus khawatir bahwa saya bisa masuk penjara karena ini. Mereka harus menghormati kita. Mereka harus mencintai kita. Para demonstran segera mempertahankan tekanan. Kami bersikap damai, tapi kami agresif. Kami agresif," ujar Jamie Foxx kala turun aksi Black Lives Matter sebagaimana dikutip Isobel Lewis dalam laporannya di laman independent.co.uk, 4 Juni 2020.