Bagikan:

JAKARTA - Kehidupan Ismail Haniyeh penuh dengan perjuangan. Laku hidupnya di kamp pengungsian membuatnya jadi pejuang Palestina yang tangguh. Ia merasakan sendiri bagaimana keluarga, teman, dan bangsanya diganggu dan diteror melulu oleh Israel. Tanah mereka dicaplok. Nyawa orang Palestina dihabisi.

Haniyeh pun menganggap tiada kata yang tepat selain melawan. Ia bergabung dengan gerakan nasionalis Palestina menentang Israel, Hamas. Ia kemudian jadi tokoh Hamas yang jadi buruan penjajah Israel.

Ismail Haniyeh merasakan sendiri nestapa hidup di pengungsian karena penjajahan modern ala Israel. Pria kelahiran kamp pengungsi Al-Shati di Jalur Gaza 29 Januari 1962 itu menyaksikan kalutnya orang Palestina kehilangan tanah, rumah, hingga keluarga.

Cerita itu tak hanya didapat dari orang di dalam kamp saja. Cerita kesedihan didapatnya dari keluarganya sendiri. Dulu kala keluarganya hidup nyaman di Ashkelon, Palestina (wilayah yang kini jadi bagian Israel). Namun, Israel datang dan membuat keluarganya terpaksa mengungsi pada 1948.

Tahun-tahun di mana Israel mulai menyerang ratusan desa di Palestina. Suatu serangan yang membuat puluhan ribu orang Palestina meninggal dunia. Kisah itu membuatnya tumbuh menjadi pembela Tanah Airnya, Palestina.

Ruang belajar di kamp pengungsian tak disia-siakannya. Saban hari ia belajar di sekolah-sekolah yang dikelola badan PBB untuk Palestina, UNRWA. Ia pun lulus dan segera melanjutkan pendidikan ke Sastra Arab di Universitas Gaza.

Pembelajaran itu membuat Haniyeh peka dengan pejuangan rekan sebangsanya melawan tirani Israel. Ia pun bergabung dengan kelompok politik berbasis Ikhwanul Muslimin di kampusnya. Ia ikut dalam banyak aksi protes menentang pencaplokan Israel.

Ia pun bergabung dengan Hamas pada 1987. Ia dididik langsung oleh pendiri Hamas, Ahmed Yassin. Momentum itu tepatnya pada saat rakyat Palestina melakukan perlawanan atas pendudukan Israel pada peristiwa Intifada Pertama.

Ismail Haniyeh (tengah) dan pemimpin Jihad Islam, Ziad Nakhaleh saat bertemu Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khameini di Teheran pada 30 Juli 2024 atau beberapa jam sebelum Haniyeh terbunuh dalam serangan udara yang dituduhkan kepada. (KHAMENEI.IR/AFP) 

Aktivitas Haniyeh membuat Israel berang. Ia jadi buruan. Ia beberapa kali keluar masuk penjara Israel pada era 1980-an dan 1990-an. Ia pun sempat diasingkan bersama pemimpin Hamas lainnya pada 1992. Namun, ia dapat kembali lagi Gaza dan bergabung dengan gerakan perlawanannya. Sekalipun ia sering kali jadi target operasi percobaan pembunuhan.  

“Haniyeh menjadi anak didik pendiri Hamas Sheikh Ahmad Yassin dan pada tahun 2003 ia menjadi ajudan kepercayaannya. Salah satu bukti terlihat dari sebuah foto yang menggambarkan Haniyeh memenang telpon pendiri Hamas di Gaza. Sekalipun Yassin dibunuh oleh Israel pada tahun 2004.”

“Haniyeh merupakan salah satu pendukung awal agenda politik Hamas dan pada tahun 2006, ia menjadi Perdana Menteri (PM) Palestina setelah Hamas memenangkan kursi terbanyak dalam pemilihan parlemen Palestina. Ia diberhentikan oleh Abbas pada tahun 2007 setelah Israel menarik diri dari Gaza dan Hamas mengambil alih kendali,” ungkap Ruth Michaelson dan Jonathan Yerushalmy dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul Explained: Who is Ismail Haniyeh, the Hamas political chief killed in Iran (2024).

Buruan Israel

Jabatannya sebagai PM Palestina boleh jadi tak lama. Namun, jejaknya sebagai bagian dari Hamas terus berlanjut. Ia dipandang sebagai tokoh yang berani. Ia pun dapat menjabat sebagai Kepala Hamas di jalur Gaza sedari 2014.

Haniyeh pun kemudian diangkat menjadi Ketua Politik Biro Hamas mengganggantikan Khaled Mashal pada 2017. Kepemimpinan itu membuatnya harus cabut dari Gaza. Kondisi itu membuatnya melanglang buana ke negara-negara Arab yang mendukung Palestina.

Jabatan itu membawanya jadi wajah Palestina dalam dunia politik luar negeri. Haniyeh pun berpindah-pindah supaya tak dapat dilacak oleh Israel. Kadang ia berada di Turki, Iran, dan Qatar. Diplomasinya pun terkenal di seantero Timur Tengah. Ia bak penyambung lidah antara dunia kepada tokoh-tokoh Hamas garis keras di Gaza.

Diplomasi itu sebenarnya harus dibayar mahal Haniyeh. Sebab, keluarga banyak yang jadi korban konflik Israel-Palestina. Belakangan ia pun jadi salah satu buruan yang diincar oleh Israel. Ia dianggap mengganggu eksistensi kuasa Israel di Palestina.

Malang tak dapat ditolak. Pemimpin Hamas itu dinyatakan tewas dibunuh di kediaman di Teheran, Iran pada 31 Juli 2024. Hamas pun merespons dengan mengungkap Israel ada di balik kematian Haniyeh. Sehari sebelumnya, Haniyeh bertemu dengan pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei dan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian.

“Pada bulan Juni 2024, Hamas mengatakan bahwa saudara perempuan Haniyeh dan keluarganya tewas dalam serangan militer Israel terhadap rumah keluarga Haniyeh di Gaza, sebuah pernyataan yang tidak dikonfirmasi oleh militer. Pada bulan April, tiga dari 13 putra Haniyeh tewas oleh pasukan Israel dalam operasi militer lainnya di Gaza.”

“Ia bersikap menantang Israel, yang merupakan hal yang umum dalam kehidupan Haniyeh. Haniyeh mengungkap: kami tidak akan menyerah, tidak peduli berapa pun pengorbanannya.Sekalipun faktanya bahwa ia telah kehilangan puluhan anggota keluarga dalam perang tersebut,” ungkap Efrat Livni dalam tulisan di laman The New York Times berjudul What We Know About Ismail Haniyeh (2024).