Bagikan:

YOGYAKARTA – Perpeloncoan di Indonesia ternyata tidak terjadi begitu saja. Sejarah perpeloncoan di Indonesia bahkan sudah ada di zaman penjajahan Belanda di Indonesia. Praktiknya terjadi di lingkungan pendidikan. Serupa, kala itu praktik perpeloncoan terjadi dari senior kepada juniornya. Lalu bagaimana sejarah perpeloncoan yang kini terus dilanggengkan?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pelonco diartikan sebagai pengenalan dan penghayatan lingkungan baru. Namun dalam praktiknya, praktik pelonco identik dengan kegiatan fisik. Lalu bagaimana awal mula perpeloncoan di Indonesia?

Sejarah Perpeloncoan di Indonesia era Belanda

Praktik perpeloncoan di Indonesia ternyata sudah ada di era penjajahan Belanda. Kala itu tradisi pelonco dikenal dengan sebutan ontgroening yang secara harfiah dalam Bahasa Belanda artinya mengikis warna hijau. Arti “warna hijau” sendiri dalam konteks ontgroening merujuk pada murid baru yang dianggap masih hijau layaknya tunas tanaman baru.

Perpeloncoan di masa kolonial Belanda sendiri tidak jauh berbeda dengan praktik yang kini terjadi. Misalnya praktik perpeloncoan yang terjadi di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA). STOVIA adalah sekolah dokter untuk pribumi yang ada di Batavia (Jakarta) di era Hindia Belanda. Kala itu perpeloncoan yang terjadi adalah mahasiswa junior menjadi pelayan bagi mahasiswa senior.

Banyak hal yang harus dilakukan oleh junior kepada senior di STOVIA misalnya, memanggil senior dengan sebutan Tuan, atau mengelap sepatu senior hingga bersih.

Tak cukup di era penjajahan Belanda, di era penjajahan Jepang perpeloncoan terus berlanjut. Bahkan di era inilah istilah “pelonco” muncul. Kata perpeloncoan sendiri berasal dari bahasa Jawa yakni pelonco atau penggundulan. Praktik pelonco sendiri dilakukan kepada anak kecil kala itu.

Penggundulan sendir mengarah pada kepatuhan aturan pribumi atas aturan militer Jepang. Pada masa itu tentara Jepang memang diwajibkan gundul. Selain itu perpeloncoan anak kecil juga menyimbolkan bahwa mereka belum mengetahui apapun.

Meski pendudukan Jepang di Tanah Air tak selama Belanda, namun praktik perpeloncoan yang ditinggalkan Belanda dan Jepang terlanjur mengakar kuat di Indonesia. Masa ini jadi penanda tradisi perpeloncoan di institusi pendidikan Tanah Air.

Praktik perpeloncoan terus berlanjut di era revolusi kemerdekaan. Tahun 1949, perpeloncoan mulai dipraktikan oleh institusi pendidikan yakni Universitas Indonesia. Banyak disebutkan bahwa perpeloncoan di UI memang memicu rasa kesetiakawanan, simpati, bahkan tenggang rasa. Namun dalam perjalanannya, kegiatan perpeloncoan makin bergeser.

Kegiatan perpeloncoan saat ini terangkum dalam kegiatan Ospek mahasiswa baru yang diselenggarakan oleh himpunan mahasiswa yang ada di universitas. Ospek sendiri diisi dengan berbagai kegiatan yang kemudian dianggap mengarah ke perpeloncoan. Yang dikhawatirkan adalah adanya korban perundungan di kegiatan Ospek padahal kondisi tersebut menyalahi asas pendidikan yang layak.

Itulah informasi terkait sejarah perpeloncoan di Indonesia. Kunjungi VOI.id untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.