Sehari setelah DPR mengesahkan revisi UU TNI, pagar parlemen dijebol. Mahasiswa masuk area gedung parlemen. Teriakan “tolak militerisme” menggema di jantung demokrasi. Namun di ruang lain, pemerintahan tetap tenang. Tak terusik. Tak bergeming.
Di tengah situasi itu, satu nama menjadi sorotan: Prabowo Subianto. Sebagai Presiden Republik Indonesia yang belum setahun menjabat, Prabowo menghadapi ujian awal yang besar. Revisi Undang-Undang TNI tinggal menunggu satu tanda tangan. Tapi publik berharap ia tetap menjunjung prinsip supremasi sipil, meski berasal dari latar belakang militer.
UU TNI yang baru memang terlihat tenang. Tapi sejumlah pasalnya menimbulkan kekhawatiran banyak pihak. Salah satunya soal perpanjangan usia pensiun perwira tinggi. Dari 58 menjadi 60 tahun, bahkan 62 tahun untuk jenderal bintang empat. Bagi pengamat demokrasi, ini bukan soal umur, tapi soal memperluas ruang pengaruh di tubuh militer.
Pasal lain yang jadi sorotan adalah penempatan prajurit aktif di jabatan sipil. Sekarang, tentara aktif bisa mengisi 14 posisi strategis di kementerian dan lembaga. Yang paling disorot: tidak perlu mundur dari dinas aktif. Ini menciptakan potensi konflik kepentingan. Tentara bisa menjalankan fungsi sipil tanpa meninggalkan struktur militer.
Peran militer juga diperluas. TNI bisa dilibatkan dalam urusan radikalisme, narkoba, bencana alam, hingga keamanan siber. Tapi tanpa batasan dan kendali sipil yang kuat, ini bisa melebar ke ranah yang seharusnya diurus lembaga sipil.
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menilai proses legislasi revisi UU TNI cacat. Ia menyebutnya sebagai praktik abusive law-making. Pembahasan dilakukan tertutup, terburu-buru, dan minim partisipasi publik. Banyak pihak yang menolak: mahasiswa, LSM, hingga akademisi.
BACA JUGA:
Namun Mantan Menkopolhukam yang juga pakar hukum, Mahfud MD, menilai pasal-pasal dalam UU TNI tidak tidak memiliki kecenderungan dwifungsi ABRI seperti di era Presiden Soeharto. Tapi penguatan terhadap konsep yang sudah lama ada.
"Kekhawatiran banyak orang itu maklum karena proses pembuatannya memang tidak meaningful participation dari publik, tidak terbuka, kelihatannya main petak umpet sembunyi-sembunyi lalu tiba-tiba dimunculkan," kata Mahfud di salah satu TV swasta.
Sementara, Menteri Pertahanan, Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan, pelibatan militer dalam urusan non-perang adalah bagian dari OMSP (Operasi Militer Selain Perang). “Militer sekarang tahu batasannya,” ujarnya. Ia menilai negara membutuhkan dukungan TNI untuk menghadapi tantangan baru, bukan hanya perang.
Namun pandangan berbeda datang dari Karlina Supelli. Filsuf sekaligus Direktur Pascasarjana STF Driyarkara ini menyebut ada kekeliruan mendasar dalam logika hukum penyusunan UU TNI. Ia menyoroti naskah akademik yang menjadikan praktik penempatan militer di lembaga sipil sebagai dasar hukum. “Kalau praktik yang salah dilegalkan, itu kekeliruan logika. Sudah dilakukan, baru dicari pembenarannya,” kata Karlina dalam jumpa pers Gerakan Nurani Bangsa pekan lalu.
Penolakan terhadap UU TNI menyebar ke sejumlah daerah. Di saat bersamaan, IHSG anjlok. Investor gelisah. Mereka mungkin tidak peduli isi pasal demi pasal. Tapi mereka mencermati arah demokrasi dan stabilitas kepemimpinan nasional.
Di titik inilah peran Prabowo Subianto sangat menentukan. Ia bisa menandatangani UU ini sebagai bentuk penghormatan pada proses legislasi. Tapi ia juga bisa memastikan implementasinya tidak menabrak prinsip demokrasi. Ia bisa menjaga agar TNI tetap profesional dan tidak kembali ke masa Dwifungsi ABRI.
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyatakan bahwa pihak yang keberatan terhadap UU TNI bisa menempuh jalur konstitusional melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Itulah ruang koreksi yang sah dalam demokrasi. Bukan lewat kekerasan atau tekanan jalanan.
Prabowo Subianto punya modal kuat: legitimasi publik dan kekuasaan politik. Tapi ia harus waspada. Karena dalam politik, persepsi bisa lebih kuat dari kenyataan. Dan yang paling berbahaya bukanlah undang-undangnya, melainkan bagaimana publik memaknai simbol dan arah yang ia ambil.