JAKARTA – Memori hari ini, 22 tahun yang lalu, 16 Januari 2002, Human Right Watch (HRW) klaim Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Presiden George Walker Bush sebagai pelanggar HAM terbanyak di dunia. Narasi itu diungkap HRW dalam laporannya yang berisikan catatan pelangaran HAM yang terjadi sepanjang tahun 2001.
Sebelumnya, Peristiwa 11 Sepetember 2001 (9/11) membawa kedukaan yang mendalam bagi segenap rakyat AS. Pemerintah AS pun buru-buru menyimpulkan bahwa dalang dari aksi terorisme bermuara dari kaum Muslim.
Ingatan terkait Peristiwa 9/11 kerap menghantui seisi AS. Dua pesawat yang dibajak teroris lalu ditabrakan ke menara kembar World Trade Center (WTC) di New York, AS. Hasilnya membawa kedukaan yang mendalam.
Gedung-gedung yang melambang kekuatan ekonomi, politik, dan militer itu hancur lebur. Kota New York yang biasa dihuni oleh hiruk pikuk kesibukan justru mendadak terdiam. Seisi kota, kemudian dunia menunjukkan kedukaan yang mendalam.
Semuanya karena banyak orang yang jadi korban dari peristiwa tersebut, mereka yang berada dalam dan luar gedung. Total mereka yang meninggal dunia tercatat mencapai 2.977 orang, 19 di antaranya adalah pembajak.
Kondisi tambah parah kala Osama Bin Laden dan jaringan terorisnya Al-Qaeda mengklaim sebagai orang di balik aksi keji itu. Presiden Bush geram bukan main. Segala daya dan upaya AS digerakkannya untuk memutus mata rantai terorisme.
Narasi itu digaungkan oleh Bush dengan mengajak kerja sama negara-negara dunia melawan terorisme. Bush menyebut negara tak boleh kalah dengan teroris. Kekalutan itu nyatanya berbuntut panjang. Pemerintah AS bak menyebarkan islamofobia di seantero AS.
Pemerintah AS bak mencurigai kaum Muslim adalah biang keladi terorisme dengan paham jihadnya. Barang siapa kaum Muslim seakan wajib dicurigai, ditahan, dan diinterogasi oleh pemerintah AS. Tindakan itu diambil dalam rangka mencari tahu pelaku yang terlibat dalam Peristiwa 9/11.
“Serangan bom terhadap WTC di New York dan Pentagon di Washington D.C, telah dikalkulasi dan dirancang secara matang untuk menarik perhatian miliaran orang di seluruh dunia. Tragedi tersebut telah berhasil meruntuhkan anggapan bahwa teroris tidak mungkin dapat menembus sistem pertahanan dalam negeri AS.”
“Selain itu, peraturan keimigrasian AS yang bebas sebelum tragedi WTC justru menjatuhkan citra pemerintah AS dalam memberikan rasa aman yang dibutuhkan warga negaranya. Padahal sebelum terjadinya tragedi, para ahli teroris dan pengamat intelijen telah lama memberi peringatan akan adanya serangan teroris yang dahsyat di dalam negeri AS, tetapi peringatan tersebut tidak mendapat perhatian yang serius dari pemerintah,” ungkap Sukawarsini Djelantik dalam buku Terorisme (2008).
Jumlah yang ditangkap oleh pemerintahan Bush untuk mengungkap pelaku Peristiwa 9/11 mencapai 1000-an orang. Kondisi itu mendapatkan kecaman di dunia. Organisasi HAM Internasional, HRW dalam laporannya menyebut AS di bawah pemerintahan Bush sebagai pelanggar HAM terbanyak di dunia pada 16 Januari 2002.
Boleh jadi AS memang ingin mengungkap pelaku terorisme. Namun, HRW mengimbau AS supaya jangan mengabaikan HAM. Utamanya, urusan pencabutan kerahasiaan komunikasi antara pengacara-klien.
BACA JUGA:
Kondisi itu bukan cuma dilihat HRW dalam urusan Peristiwa 9/11. Peristiwa lainnya juga begitu. Apalagi, urusan kesenjangan ras dan kebrutalan penegak hukum kepada mereka kaum kulit berwarna. Sederet hal itu semakin mengukuhkan AS sebagai ‘rajanya’ pelanggar HAM di dunia.
“Pada 16 Januari 2002, HRW yang berkedudukan di New York meluncurkan laporan pelanggaran-pelanggaran HAM tahun 2001. Dalam laporan bertajuk HRW Report 2002, organisasi itu menyimpulkan bahwa AS dan pemerintahan Bush sebagai pelanggar HAM terbanyak di dunia.”
“Lembaga ini juga mengecam keras tindakan Bush dan Jaksa Agung AS, John Ashcroft, dalam kasus penangkapan lebih dari 1.100 warga Muslim atau Arab yang ditahan dalam upaya investigasi mencari pelaku aksi serangan 11 September 2001 di ke WTC,” ujar Adian Husaini dalam buku Wajah Peradaban Barat (2005).