Bagikan:

JAKARTA - Upaya mengatasi banjir Jakarta tak pernah mudah. Segala macam siasat yang dilakukan kerap bermuara pada kegagalan. Proyek macam Normalisasi Kali Ciliwung saja dianggap tak ampuh. Padahal, pemerintah sampai harus mengusur beberapa kampung di Jakarta.

Siasat baru pun muncul. Proyek Giant Sea Wall (tanggul laut raksasa), namanya. Pemimpin Jakarta – dari Fauzi Bowo hingga Joko Widodo (Jokowi) percaya proyek itu membuat Jakarta terbebas dari banjir hingga 1.000 tahun. Namun, Anies Baswedan menolaknya.  

Banjir selalu jadi masalah serius yang menghantui Jakarta. Badai kerugian yang tak sedikit ada di baliknya. Narasi itu membuat sederet Gubernur DKI Jakarta berlomba-lomba untuk menanggulangi masalah banjir.

Era pemerintahan Fauzi Bowo (Foke), apalagi. Foke ingin Jakarta mulai menggelontorkan banyak dana untuk menganggulangi banjir. Ia pun merencanakan mega proyek besar, yakini Sea Dike Plan atau yang kemudian dikenal sebagai Giant Sea Wall. Suatu proyek yang sesuai arahan konsultan dari Belanda.

Puluhan kendaraan terjebak banjir luapan Sungai Ciliwung yang menerjang kawasan Jalan MH Thamrin dan Bundaran Hotel Indonesia di Jakarta, Kamis (17/1/2013). (Kompas/Iwan Setiawan).

Proyek itu akan membuat Jakarta bak memiliki tanggul raksasa yang mampu menampung air dari 13 sungai. Air yang ditampung itu akan dikelola jadi air bersih. Karenanya, Jakarta tak saja mampu menangkal air pasang, tapi juga Giant Sea Wall digadang-gadang akan mengatasi masalah banjir Jakarta hingga 1.000 tahun lamanya.

Proyek yang digagas itu tentu tak murah. Pemerintah pusat hingga daerah harus siap-siap mengelontorkan dana sampai menyentuh angka Rp500 triliun. Suatu jumlah yang takkan mungkin dapat direalisasikan pada masa pemerintahan Foke.

Pemerintahan Foke pun berganti ke Jokowi. Namun, Jokowi berbeda dari Foke. Jokowi tak hanya mendewakan satu solusi untuk menanggulangi banjir Jakarta. Jokowi menyiapkan banyak agenda lainnya macam pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) hingga Normalisasi Kali Ciliwung untuk menanggulangi banjir.

Proyek normalisasi pun sampai membuat beberapa kampung digusur. Hasilnya jauh panggang dari api. Serangkaian agenda Jokowi hingga dilanjutkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tak membuat Jakarta terbebas banjir. Alhasil, Jokowi pun mulai mendewakan proyek Giant Sea Wall.

Jakarta mengalami penurunan daratan dan tenggelam dengan cepat. (The New York Times/Josh Haner)

“Proyek ini semula disebut Sea Dike Plan dan ketika Jokowi menjabat gubernur, namanya diganti menjadi Giant Sea Wall, tembok laut besar sepanjang kurang-lebih 30 kilometer. Membentang dari pesisir Bekasi di timur Jakarta hingga pesisir Tangerang di sebelah barat, Giant Sea Wall konon akan menjadi tanggul terbesar di dunia dan menjadi penampungan air dari 13 sungai yang nanti bisa diubah menjadi sumber air bersih.”

“Tujuannya: menangkal pasang air laut dan mengatasi banjir Jakarta hingga 1.000 tahun ke depan. Saat jadi gubernur, Jokowi menyebut proyek Giant Sea Wall banyak diminati swasta karena dianggap menarik secara bisnis. Perhitungannya benar. Sebab proyek ini kemudian dikembangkan menjadi proyek terpadu untuk membuat 17 pulau buatan, yang di atasnya akan dibangun perumahan, hotel, pusat bisnis, rumah belanja dan lain-lain. Sampai akhir tahun lalu, setidaknya ada 12 perusahaan yang tercatat akan terlibat di proyek ini,” terang Rusdi Mathari dalam buku Mereka Sibuk Menghitung Langkah Ayam: Sehimpun Reportase (2018).

Penolakan Anies

Eksekusi proyek Giant Sea Wall tak berjalan mulus. Orang nomor satu Jakarta yang baru, Anies Baswedan tak memberikan restu proyek itu berjalan di era pemerintahan dari 2017-2022. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menyebut proyek tersebut tak dapat menanggulangi banjir.

Narasi itu diungkap Anies karena konsep Giant Sea Wall kurang tepat di Indonesia. Boleh jadi hal itu akan berhasil dilakukan di negara lain, tapi di Jakarta proyek itu akan sulit. Pembangunan tanggul raksasa itu dianggapnya justru akan membawa banyak mudarat, dibanding manfaat.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menolak pembangunan Jakarta Giant Sea Wall sebagai solusi mengatasi banjir. (Antara/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna)

Anies berpendapat pembangunan sederet pulau reklamasi beserta embel-embel tanggul raksasa hanya akan menjadikan Giant Sea Wall bak kobokan raksasa. Air kotor dari 13 sungai yang membawa limbah akan berhenti di tanggul dan tak bisa dialiri ke laut lepas. Belum lagi perkara masyarakat pesisir yang akan kehilangan mata pencaharian. 

Kondisi itu membuatnya segera menyetop proyek itu sementara waktu pada 2018. Anies pun mulai membentuk tim untuk melakukan pengkajian ulang akan pentingnya Giant Sea Wall bagi seisi Jakarta. Sementara itu, Anies lebih memilih untuk memperkuat tanggul pantai dan sungai sebagai solusi mengendalikan banjir.

Setelahnya, Presiden Jokowi baru meminta PJ Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono untuk melanjutkan proyek Giant Sea Wall. Desakan itu dilakukan tepat setelah Anies selesai menjabat pada 2022.

"Kami akan berdiskusi dengan Bappenas terkait (Giant Sea Wall) kami juga akan tunjukan apa yang perlu diperhatikan agar fenomena kobokan raksasa tidak terjadi di Jakarta. Kenapa, karena di berbagai negara yang membangun tanggul seluas itu akhirnya jadi kobokan raksasa. Air dari mana-mana ke situ, sementara tidak mengalir ke luat lepas, tertutup oleh tanggul raksasa, disitu letak masalahnya," terang Anies Baswedan sebagaimana dikutip laman CNN, 28 September 2018.