Bagikan:

JAKARTA - Raema Lisa Rumbewas adalah perwujudan sebenarnya dari wanita perkasa. Atlet angkat besi (Lifter) itu mampu mengharum nama Indonesia dalam ragam hajatan olahraga kelas dunia. Sea Games, Asian Games, hingga Olimpiade.

Lisa mampu membawa Indonesia mendapatkan medali perak Olimpiade dua kali. Olimpiade Sydney 2000 dan Olimpiade Athena 2004. Namanya pun kian mentereng sebagai atlet berprestasi Indonesia. Tren positif itu berlanjut pada Olimpiade Beijing 2008, sekalipun hanya dapat perunggu.

Prestasi Lisa dalam bidang angkat besi tak dapat dianggap remeh. Lifter kebanggaan Indonesia memiliki daya saing tinggi dalam berkompetisi. Apalagi, dalam darahnya telah mengalir dari atlet. Ayahnya, Levi Rumbewas seorang binarawan dan ibunya, Ida Korwa seorang atlet angkat besi.

Kombinasi itu membuat laku hidup Lisa erat dengan perjuangan keras. Wanita kelahiran Pulau Biak, 10 September 1980 sudah mengenal dunia angkat besi sedari muda. Saban hari Lisa digembleng orang tuanya.

Atlet angkat besi Indonesia, Raema Lisa Rumbewas. (Antara)

Latihan serius dilakukan. Semua itu membuat mental dan motivasi Lisa dalam bertanding jadi kuat. Ragam kejuaraan regional maupun kawasan Asia mampu dimenanginya, dari Sea Games hingga Asian Games. Totalitas bertanding jadi kunci kemenangan Lisa.

Narasi itu membuat Lisa ingin menantang dirinya untuk mengikuti kompetisi angkat besi tingkat dunia. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Lisa terpilih sebagai atlet Indonesia dalam Olimpiade. Lisa mewakili Indonesia kala berlaga di kelas 48 Kg dengan total angkatan 185 Kg (snatch 80 kg, clean and jerk 105 kg) dalam Olimpiade Sydney 2000. Sekalipun penyakit Epilepsinya sempat kambuh.

Keikutsertaan Lisa mendapatkan perhatian dunia. Sebab, ia berhasil mempersembahkan medali perak bagi bangsa dan negara Indonesia. Kepercayaan Lisa pun meningkat. Ia kembali membuktikan dirinya untuk berpartisipasi dalam kelas berbeda, 53 Kg di Olimpiade Athena 2004.

Lisa lagi-lagi membuktikan bahwa ia mampu membawa pulang kembali medali perak. Kemenangan itu disambut dengan gegap gempita.

Lisa Rumbewas saat tampil di Olimpiade Beijing 2008. (AFP/Nicolas Asfouri)

“Saat itu, Ida (ibunda Lisa) tidak bisa berbuat banyak karena keterbatasan akses untuk masuk ke dalam arena pertandingan kala Olimpiade Sydney 2020. Sementara tim medis yang berada di arena utama tidak bisa berbuat banyak. Dari kejauhan, Ida hanya bisa memanjatkan doa.”

“Beberapa saat kemudian, mukjizat akhirnya datang dan Lisa mampu melanjutkan pertandingan. Lisa melakukan angkatan total 185 kilogram (snatch 80 kg, clean and jerk 105 kg). Lisa yang meraih medali perak tampak dengan muka datar di atas podium saat itu,” ungkap Nasrun Katingka dalam tulisannya di Harian Kompas berjudul ”Kekalahan” Raema Lisa Rumbewas, Setelah Rentetan Kemenangan Panjang (2024).

Kemenangan Terlambat

Lisa mencoba kembali peruntungannya dalam Olimpiade Beijing 2008. Ia berharap dapat mengharumkan nama bangsa Indonesia kali ketiga. Apalagi, kepercayaan diri itu disertai dengan catatan kemenangannya yang mentereng dalam beberapa waktu ke belakang.

Kala itu Lisa turun kembali dalam kelas 53 Kg. Jauh panggang dari api. Lisa justru harus mengakui keunggulan lawan-lawannya. Ia hanya bisa menempati urutan ke-4 dalam Olimpiade. Alhasil, Lisa pulang ke Indonesia dengan tangan hampa.

Seisi Indonesia pun bersedih. Semua itu karena rakyat Indonesia telah menjagokan Lisa sebagai atlet Indonesia spesialis medali Olimpiade. Namun, kesedihan itu baru benar-benar terbayar lunas pada 2016.

Lisa Rumbewas bersama orang tuanya, Ida Korwa dan Levi Rumbewas, serta Kabid Binpres PABSI Hadi Wihardja. (PB.PABSI/Hadi Wihardja)

Peraih medali perunggu, Nastassia Novikava asal Belarus kedapatan berlaku tidak sportif (kedapatan menggunakan doping) pada Olimpiade Beijing. Imbasnya menguntungkan Lisa. Medali perunggu untuk Novikava dibatalkan pada Oktober 2016. Karenanya, Lisa yang menempati posisi empat naik ke peringkat tiga dan berhak mendapatkan medali perunggu.

Penyerahan medali pun dilakukan di Indonesia pada 2017. Medali itu diserahkan langsung oleh Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Erick Thohir dan anggota senior Komite Olimpiade Internasional (IOC), Rita Soebowo.

Lisa pun berhak mendapatkan bonus dari pemerintah Indonesia sebesar Rp200 juta. Kemenangan terlambat itu membuktikan bahwa Lisa adalah benar-benar wanita perkasa di Indonesia. Ia mampu menang tiga kali berturut-turut dalam Olimpiade. Sekalipun kemudian ia memilih pensiun sebagai atlet angkat besi dan banting setir jadi PNS. Lisa kemudian meninggal dunia karena penyakit epilepsi pada 14 Januari 2024.

“Nilai tersebut terpaut cukup jauh dari peraih medali emas Jaroenrattanatarakoon Prapawadee dari Thailand, yang mencatat total angkatan 221 kilogram. la bahkan berhasil memecahkan rekor Olimpiade di jenis angkatan clean and jerk. Medali perak untuk lifter Korea Selatan, Jinhee Yoon, dengan total angkatan 213 kilogram.”

“Adapun medali perunggu direbut Nastassia Novikava dari Belarus dengan total angkatan 213 kilogram. Bagi Lisa, ini adalah kegagalan pertamanya membawa pulang sekeping medali dari arena Olimpiade. Pada Olimpiade Sydney 2000, saat masih turun di kelas 48 kilogram, ia berhasil menyabet medali perak. Begitu pula di Olimpiade Athena 2004,” ujar Firman Atmakusuma dalam tulisannya di koran Tempo berjudul Lisa Minta Maaf (2008).