Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 59 tahun yang lalu, 8 Januari 1964, Presiden Amerika Serikat, Lyndon B. Johnson mendeklarasikan perang melawan kemiskinan. Ajian itu dilakukan bukan hanya untuk mengurangi kemiskinan di AS, tapi menghilangkannya.

Sebelumnya, angka kemiskinan di AS kian meningkat sejak resesi ekonomi menghantam dunia pada 1929. Zaman itu dikenal dengan istilah zaman malaise (zaman meleset). Kemiskinan kemudian tumbuh subur karena AS mulai membuang banyak dana untuk perang.

The Great Depression (krisis malaise) pernah disebut-sebut sebagai krisis ekonomi terparah dalam sejarah. Ada kejatuhan pasar saham AS di baliknya. Kala itu banyak orang melepaskan saham secara bersamaan pada 1929. Jumlah pelepasan menyentuh angka 13 juta lembar saham.

Saham itu berpindah tangan dalam satu hari. Masalah pun muncul. Tindak-tanduk itu menggoyang ekonomi AS. Krisis ekonomi pun muncul. Perusahaan banyak gulung tikar dan Pengangguran di mana-mana.

Migrant Mother, foto ikonik tentang krisis ekonomi dahsyat di Amerika Serikat yang menunjukkan Florence Owen Thomson, seorang ibu berusia 32 tahun dengan tujuh anak yang sangat miskin di Nipomo, California. Foto diambil oleh fotografer Dorothea Lange pada Maret 1936. (Wikimedia Commons)

Kondisi itu membuat angka kemiskinan di AS meningkat tajam. Imbasnya ke mana-mana. Dunia ikut ketiban sial gara-gara kejadian AS. Negara dunia pun merasakan apa yang dirasakan AS. Usaha-usaha mereka gulung tikar, dan angka kemiskinan melesat tajam.

Boleh jadi zaman meleset sudah dapat dilalui. Namun, dampaknya terhadap kemiskinan AS besar. Kondisi itu diperparah oleh pemerintah AS yang gagal menyusun skala prioritas. Alih-alih memilih jalankan banyak program pro rakyat, banyak presiden AS memilih aktif membuang banyak dana untuk kebutuhan perang.

Kenyataan itu berlangsung dalam beberapa periode pemerintahan. Bahkan, hingga masa Lyndon B. Johnson menjabat jadi orang nomor satu di AS. Johnson merasakan sendiri bagaimana sulitnya berjibaku dengan kemiskinan.

Smeua itu karena Johnson menganggap dirinya tak jauh berbeda dari kaum miskin lainnya yang hidup di AS. Ia pun ingin AS segera menuntaskan kemiskinan.

Meskipun perang terhadap kemiskinan sudah dideklarasikan Presiden Lyndon B. Johnson 60 tahun lalu, Amerika Serikat tak bisa benar-benar bebas dari kemiskinan, seperti pada foto yang diambil 10 Januari 2023 seorang tunawisma berjalan di 6th Street, Los Angeles, California yang merupakan negara bagian terkaya di AS. (Xinhua)

“Ayah Johnson gagal. Sekalipun ayahnya pernah menjadi legislator dan pengusaha negara yang sangat dihormati, namun ia gagal total. Dan akibatnya, selama sisa masa kanak-kanaknya, Johnson tinggal di sebuah rumah yang setiap bulannya mereka takuti akan dirampas oleh bank.”

“Seringkali tidak ada makanan di dalam rumah, dan para tetangga harus membawa piring tertutup berisi makanan. Di kota kecil ini, meski miskin, selalu ada momen-momen penghinaan dan rasa tidak aman baginya. Itu adalah masa kecil yang buruk,” tulis dalam laman NPR, 8 Januari 2014.

Johnson tak mau rakyat AS terus menerus berjibaku dengan kemiskinan. Ia pun memiliki ide untuk membawa Rakyat AS menjauhi, bahkan menghilang kemiskinan. Narasi itu diungkap Johnson dalam pidato kenegaraan pada 8 Januari 1964.

Johnson mendeklarasikan perang melawan kemiskinan. Ia mulai mencoba memperbaiki kekurangan rakyat AS dalam mendapat akses pendidikan, kesehatan, hingga perumahan. Semua itu kemudian dituangkannya dalam produk undang-undang. Tujuannya supaya harkat dan martabat rakyat AS melejit.

“Pada kesempatan serupa di masa lalu kita sering diminta untuk berperang melawan musuh asing yang mengancam kebebasan kita. Hari ini kita diminta menyatakan perang terhadap musuh dalam negeri yang mengancam kekuatan bangsa dan kesejahteraan rakyat kita.”

“Jika kita sekarang bergerak maju melawan musuh ini—jika kita dapat menghadapi tantangan perdamaian dengan tekad dan kekuatan yang sama yang telah membawa kita pada kemenangan dalam perang—maka hari ini dan Kongres ini akan mendapatkan tempat yang aman dan terhormat dalam sejarah negara-negara di dunia. Bangsa dan rasa terima kasih abadi dari generasi Amerika yang akan datang,” terang Johnson dalam pidatonya sebagaimana dikutip laman Britannica.