Bagikan:

JAKARTA - Kim Young-sam adalah tokoh besar dalam panggung politik Korea Selatan (Korsel). Young-Sam berani menentang rezim diktator di Korsel. Ia ingin supaya Korsel menegakkan demokrasi. Keberanian itu membuat seisi Korsel menjulukinya Sang Pengawal Demokrasi.

Young-sam pun dipercaya jadi Presiden Korsel era 1993-1998. Kepemimpinannya dipuji. Namun, tak bertahan lama. Semua berubah kala anaknya ketahuan menerima suap berupa dana kampanye Pilpres 1992. Kariernya pun hancur lebur.

Hidup dalam rezim diktator tak pernah mudah. Itulah yang dirasakan oleh tokoh oposisi Young-sam sedari 1955. Nyali tingginya melemparkan kritikan tiada dua. Dari era diktator Presiden Jenderal Park Chung-hae hingga Jenderal Chun Doo-hwan.

Ruang gerak lulusan Fakultas Filsafat Universitas Seoul itu dibatasi oleh pemerintah sebagai konsekuensi. Namun, Young-sam tak menyerah. Ia terus melanggengkan protesnya. Sekalipun ancaman hukuman penjara membayanginya.

Kim Young-Sam yang pernah menjabat sebagai Presiden Korsel era 1993-1998. (Wikimedia Commons)

Aksi Young-sam membuat masyarakat dan mahasiswa pro demokrasi bergerak. Mereka melanggengkan aksi besar-besaran pada 1980. Aksi itu dikenang luas sebagai Pergerakan Demokrasi Gwangju. Aksi itu membuat empunya kuasa bak kebakaran jenggot.

Opsi satu-satunya yang ambil pemerintah untuk meradam aksi massa adalah melawan. Militer Korsel terjun meredam demokrasi dengan melepaskan tembakan. Ratusan orang meregang nyawa dan lainnya luka-luka.

Peristiwa itu membuat solidaritas rakyat Korsel meninggi. Mereka bahu membahu datang menyelematkan para demonstran. Empunya kuasa seakan tak bersalah. Pemerintah Korsel bak memahami satu narasi: negara harus kuat dan rakyat harus lemah.

Kondisi itu membuat Young-sam diburu untuk ditangkap. Ia dijadikan tahanan rumah. Pemerintah Korsel memintanya segera hengkang dari dunia politik. Keinginan itu dianggap angin saja oleh Young-sam. Ia malah terus melawan rezim represif. Ia tak peduli statusnya sebagai tahanan rumah.

Kim Young-sam (tengah) yang masih menjadi pemimpin oposisi pemerintah Korsel yang dikontrol militer ditangkap sejumlah polisi berpakaian preman di Seoul pada 13 Februari 1986. (Los Angeles Times/Heeson Yim/AFP)

“Ia melawan dengan mogok makan Selama 23 hari Kim Young-sam cuma minum air yang diberi garam, dan hampir saja jiwanya melayang. Sejumlah tokoh partai oposisi pun waktu itu mendukung aksi Young-sam dengan melakukan hal yang sama. Tuntutan Kim Yong-sam jelas: ditegakkannya demokrasi kembali, dijaminnya kebebasan pers, dibebaskannya tahanan politik.”

“Waktu itu berita mogok makannya Young-Sam itu sendiri tak diberitakan di Korea Selatan: dilarang oleh pemerintah. Tampaknya Chun Doo-hwan pun keder. Sekitar 250 dari 500-an tahanan politik dibebaskan, termasuk Kim Yong-sam yang tak dikenai lagi tahanan rumah. Bahkan kemudian sejumlah tahanan politik diberi hak untuk terjun dalam politik kembali, kecuali Kim Young-sam,” ujar Seiici Okawa dan Didi Prambadi dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Sang Pengawal Demokrasi (1992).

Skandal Dana Kampanye

Gelora perlawanan Kim Young-sam mampu memantik semangat rakyat Korsel bergerak melawan pemerintah represif. Young-sam sendiri mengklaim bahwa 95 persen rakyat Korsel mendukung sistem demokrasi.

Kondisi itu membuat aksi demonstrasi terus terjadi. Puncaknya, pemerintah Korsel mendapatkan perhatian dunia. Empunya kuasa diminta untuk tidak melanggengkan aksi militer. Akhirnya, pemerintah Korsel terpaksa memberlakukan pemilu secara terbuka pada 1987 dan 1992.

Kim Young-sam pun coba ikut kontestasi politik itu. Ia memilih Partai Liberal Demokrat (kini: Partai Korea Baru) sebagai kendaraan politiknya. Pucuk dicinta ulam tiba. Segenap rakyat Korsel memilihnya sebagai Presiden pada Pemilu 1992.

Kim Young-sam (kanan) bersama Presiden Korsel yang bergaya diktator, Jenderal Park Chung-hee pada Mei 1975. (Wikimedia Commons)

Young-sam pun jadi presiden terpilih era 1993-1998. Terpilihnya Young-sam disambut dengan gegap gempita. Ia mampu meletakkan Korsel di jalan yang diperjuangkannya dan rakyat Korsel selama ini: demokrasi.

Ia mendapatkan dukungan dari rakyat Korsel untuk itu. Namun, citra Young-sam segera hancur lebur pada tahun-tahun berikutnya. Pangkal masalahnya justru bukan karena tindakan atau perilaku Young-sam secara langsung.

Ihwal tak terpuji justru dilanggengkan oleh putra kedua Young-sam, Kim Hyun-Chul. Putranya disinyalir telah menerima uang sogokan sebagai dana kampanye Sang Ayah pada Pilpres 1992. Uang sebesar 120 ribu dolar AS diberikan supaya ayahnya yang terpilih kelak melakukan kebijakan pro penyogok.

Jauh panggang dari api. Janji itu tak ditepati. Young-sam kena getahnya. Skandal sogokan berupa dana kampanye mencuat ke mana-mana. Citra Young-sam jatuh pada level terendah. Semuanya karena salah satu pihak penyogok buka suara. Gara-gara sogokan itu Young-sam jadi terjungkal dari kursi Presiden Korsel.

Kim Young-sam sebagai Presiden Korsel bersama Presiden AS, Bill Clinton pada 1996. (Wikimedia Commons)

“Berbagai kasus yang berkaitan dengan sumbangan dana kampanye juga terjadi di Korsel. Presiden Kim Young-sam pernah diguncang oleh sebuah tuduhan, bahwa putranya telah menerima uang suap sebesar 120 ribu dolar AS sebagai dana kampanye pemilihan presiden tahun 1992.”

“Skandal itu muncul ke permukaan setelah seorang ahli ramuan obat, Chung Jae-jung, mengatakan kepada wartawan bahwa kawan-kawannya telah memberikan uang kolusi itu kepada putra kedua Kim, yaitu Kim Hyun-chul, dengan janji apa yang diinginkan Chung dan kawan-kawannya akan dikabulkan dan terefleksi dalam kebijakan ayahnya kelak. Oleh karena janji yang pernah diucapkan tidak terealisasi, akhirnya terbongkarlah rahasia tersebut,” terang M. Arief Amrullah dalam buku Perkembangan Kejahatan Korporasi (2018).

Lahir di Geoje, Korsel pada 20 Desember 1927, Young-sam meninggal dunia dalam usia 87 tahun di Seoul pada 22 November 2015.