Bandung Lautan Api: Inspirasi Ismail Marzuki Ciptakan Lagu Halo-Halo Bandung
Asap hitam membumbung tinggi setelah wilayah Bandung Selatan dibakar oleh Tentara Rakjat Indonesia (TRI) pada 24 Maret 1946. (ANRI/IPPHOS)

Bagikan:

JAKARTA - Siasat bumi hangus kerap digunakan pejuang kemerdekaan pada Perang Revolusi (1945-1949). Strategi itu dianggap jitu lantaran bisa buat Belanda gigit jari tak dapat apa-apa. Pun peristiwa bumi hangus yang paling diingat adalah Bandung Lautan Api.

Peristiwa itu begitu melekat dalam ingatan banyak orang. Musisi kesohor, Ismail Marzuki, salah satunya. Ia merasakan sendiri ketegangan Bandung Lautan Api. Alih-alih hanya menjadi saksi peristiwa bersejarah, ia bahkan merekam peristiwa itu dalam sebuah lagu. Halo-Halo Bandung, judulnya.

Nafsu Belanda menjajah kembali Indonesia tiada dunia. Keinginan itu muncul karena Belanda melihat Jepang telah kalah dan menyerah. Mereka lalu memanfaatkan pasukan sekutu --Inggris-- untuk membawa masuk armada perang dalam jumlah besar.

Padahal, kaum bumiputra sudah melanggengkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ajian itu dilakukan Belanda bak sebuah siasat. Koordinasi antar petinggi Indonesia masih morat marit, sedang kondisi militer Indonesia belum dibangun maksimal. Merdeka kata kaum bumiputra, merana kata Belanda.

Saban hari Belanda dengan panji Pemerintahan Sipil Hindia Belanda (NICA) terus melakukan teror di Jakarta, kemudian kota-kota lainnya. Mereka ingin rakyat Indonesia melihat bahwa Belanda adalah ‘juru selamat’ yang sebenarnya.

Belanda pun mulai menguasai berbagai wilayah Nusantara secara perlahan. Bandung pun termasuk di dalamnya. Rencana Belanda menguasai Bandung tak tertahankan. Apalagi, Belanda lewat tentara sekutu sudah mengultimatum Perdana Menteri Indonesia, Sutan Sjahrir.

Komponis terkenal Indonesia, Ismail Marzuki, yang pada tahun 2004 ditetapkan sebagai pahlawan nasional. (Wikipedia Commons)

Pasukan Indonesia diminta untuk menyingkirkan pasukannya dari Bandung Selatan. Pasukan Indonesia –Tentara Republik Indonesia (TRI), laskar, dan lain sebagainya—diminta menyingkir sejauh 10-11 km dari pusat kota selambat-lambatnya hingga pukul 24:00 pada 24 Maret 1946.

Ulimatum itu tak indahnya. Kolonel A.H. Nasution bahkan menolak bantuan Inggris yang ingin meminjamkan truk. Sebagai gantinya, pejuang kemerdekaan memilih untuk membumihanguskan Bandung. Sekalipun mereka harus pergi juga dari Kota Bandung.

Siasat itu supaya Belanda tak dapat menguasai aset yang ada di Kota Bandung. Pun peristiwa kelak dikenal sebagai Bandung Lautan Api.

“Dalam pertemuan yang diadakan Nasution dengan para komandan TRI, para pemimpin laskar, dan aparat pemerintahan dicapai kesepakatan untuk membumihanguskan Bandung sebelum kota itu ditinggalkan. Menurut rencana, bumi hangus akan dilakukan pukul 00.00 tanggal 24 Maret. Ternyata, bumi hangus dilakukan lebih awal yakni pukul 21.00.”

“Gedung pertama yang diledakkan ialah Bank Rakyat, disusul dengan pembakaran di beberapa tempat seperti Banceuy, Cicadas, Braga, dan Tegallega. Anggota TRI membakar sendiri asrama-asrama mereka. Malam tanggal 24 Maret 1946, bukan hanya pasukan bersenjata, melainkan juga ribuan rakyat meninggalkan Kota Bandung, ketika kota itu terbakar,” ujar Marwati Djoened Poesponegoro dan kawan-kawan dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI (2008).

Halo-Halo Bandung Tercipta

Peristiwa Bandung Lautan Api tak melulu melekat kepada mereka yang berperang, tapi juga bagi ribuan rakyat yang turut mengungsi. Musisi kenamaan Indonesia, Ismail Marzuki jadi salah satu di antaranya. Padahal, ia sebelumnya memilih mengungsi ke Bandung karena gangguan Belanda di Jakarta begitu besar.

Nyatanya, kondisi di Bandung tak jauh beda. Anak Betawi Kwitang itu dan keluarga istrinya, Eulis Zuraida ikut mengungsi saat peristiwa Bandung Lautan Api. Bahkan, rumah yang ditinggalinya sempat diserempet oleh mortir. Ia menyaksikan ribuan kaum bumiputra mengungsi bukan sebagai bentuk kekalahan.

Ia melihat peristiwa nyala api membakar Kota Bandung sebagai bentuk pemantik perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Alhasil, peristiwa Bandung Lautan Api mengilhaminya membuat lagu-lagu perjuangan.

Halo-Halo Bandung, salah satunya. Lagunya itu kemudian jadi mars rakyat Indonesia, utamanya warga Bandung berjuang melawan penjajah Belanda berjubah NICA.

Patung Ismail Marzuki di Pusat Kebudayaan Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta. (Antara)

“Waktu itu di Jakarta memang tidak aman. Ismail segera menyusul istrinya yang sudah lebih dulu mengungsi ke Bandung. Yang dibawanya hanya beberapa lembar pakaian. Selebihnya, ia tinggalkan. Ketika Ismail sedang dipengungsian, Pak Marzuki (Ayah Ismail) yang sudah lanjut usianya sering sakit. Dari rumahnya di Jalan Gunung Sahari, orang tua itu dipindahkan ke rumah Ismail di Kampung Bali, Tanah Abang.”

“Maret 1946, NICA menyerang daerah pedalaman. Bandung menjadi lautan api. Atap rumah yang ditinggali Ismail diserempet mortir. Ismail dan istrinya mengungsi ke desa Dayeuh Kolot dan dari sana ke kaki Gunung Patuha di Ciwidey, Bandung Selatan. Di sinilah Ismail banyak menciptakan lagu-lagu perjuangan. Di antaranya mars Halo-Halo Bandung yang membangkitkan semangat juang itu,” terang Ahmad Naroth dalam buku Ketoprak Jakarta (2000).

Kehadiran lagu Halo-Halo Bandung menggema di mana-mana. Pun nama Ismail Marzuki sebagai musisi sekaligus pejuang kemerdekaan mengemuka di seantero negeri. Namun, lagu itu sempat diperdebatkan pada era 1950-an.

Ismail Marzuki disangsikan bukan pencipta lagu Halo-Halo Bandung. Lagu itu dianggap telah diciptakan lebih dulu oleh salah seorang prajurit Siliwangi. Bak sebuah mantra penyemangat, nyanyian terus dinyanyikan pada masa Perang Revolusi.

Ada pula yang menyebut lagu itu awalnya muncul dari sebuah seyembara dan bukan Ismail yang menulisnya. Ragam anggapan itu kemudian coba dipatahkan oleh istrinya, Eulis Zuraida. Ia mengakui bahwa lagu Halo-Halo Bandung diciptakan suaminya terinspirasi dari peristiwa Bandung Lautan Api.

Eulis meyakininya karena ia dan Ismail Marzuki ikut mengungsi. Karenanya, posisi Ismail Marzuki sebagai saksi sejarah tak terbantahkan. Ia kemudian menciptakan lagu itu dengan lirik-lirik berisi narasi kerinduan dan membakar semangat perjuangan. Bahkan, lagu itu masih sering terdengar hingga hari ini. Berikut penggalan liriknya:

Halo-halo Bandung

Ibu kota Periangan

Halo-halo Bandung

Kota kenang-kenangan

Sudah lama beta

Tidak berjumpa dengan kau

Sekarang telah menjadi lautan api

Mari bung rebut kembali.