Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) punya banyak ajian menanggulangi banjir Jakarta. Normalisasi Kali Ciliwung, salah satunya. Upaya itu dilanggengkan supaya daya tampung Kali Ciliwung jadi banyak. Namun, upaya normalisasi harus dibayar mahal.

Empunya kuasa terpaksa melangsungkan penggusuran di berbagai tempat. Bukit Duri, Jakarta Selatan, salah satunya. Rencana penggusuran itu ditentang banyak pihak. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD ambil sikap. Ia memilih membela korban gusuran Bukit Duri.

Urusan membereskan banjir jadi tantangan tiap penguasa Jakarta. Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), utamanya. Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta kerap putar otak supaya Jakarta tak kena banjir.

Program Normalisasi Kali Ciliwung pun disiapkan. Proyek yang bertujuan untuk mengembalikan kondisi lebar sungai dianggap langkah jitu. Apalagi, Proyek itu berjalan berbarengan dengan proyek pemerintah menghadirkan banyak Ruang Terbuka Hijau (RTH), membangun waduk penampung air: Ruang Terbuka Biru (RTB), hingga sodetan Kali Ciliwung.

Jokowi-Ahok percaya diri ajiannya dapat berjalan lancar. Alias, mampu memberi dampak signifikan meredam banjir Jakarta. Nyatanya urusan Normalisasi Kali Ciliwung tak pernah mudah. Proyek itu baru dapat berjalan maksimal kala kampung-kampung di pinggiran Sungai CIliwung dibereskan. Dari Kampung Pulo hingga Bukit Duri.

Pemukiman warga di pinggir Kali Ciliwung Bukit Duri, Jakarta Selatan. (Antara/ Rivan Awal Lingga)

Jokowi-Ahok lalu terpaksa mengambil kebijakan tak populer. Mereka memilih mengusur warga yang dianggap tak memiliki izin di bantaran kali. Agenda penggusuran terus saja digodok, walau Jokowi kemudian terpilih jadi Presiden Indonesia.

Ahok lalu mengambil kendali posisi Gubernur DKI Jakarta dan ajian penggusuran dimulai. Penggusuran di Kampung Pulo dilanggengkan pada Agustus 2015. Target Ahok selanjut adalah penggusuran di Bukit Duri. Pemerintah tak menjanjikan banyak hal kepada warga di Bukit Duri, selain menempatkan mereka di rusun yang tersedia.

“Pemerintah Jakarta telah berhasil mewujudkan idaman mereka menggusur rumah-rumah atau lebih tepat: gubuk-gubuk, yang berada di kawasan Bukit Duri demi normalisasi Kali Ciliwung sebagai bagian hakiki dari program pembangunan kota Jakarta menjadi lebih tertib, bersih, sehat, aman dan sejahtera."

“Niat penggusuran didukung banyak pihak terutama pihak yang tidak digusur. Namun niat penggusuran tidak didukung warga Bukit Duri yang akan digusur apalagi akibat tanah dan rumah eh, maaf: gubuk, yang akan digusur masih dalam proses hukum yang sedang diproses oleh Pengadilan Negeri,” ungkap Jaya Suprana dalam buku Naskah-Naskah Kemanusiaan (2018).

Bela Korban Gusuran Bukit Duri

Pemerintah mulai menggerakkan mesin berat untuk menggusur warga Bukit Duri pada awal tahun 2016. Penggusuran itu difokuskan pada warga Bukit Duri RW 10, RT 02, RT 11, dan RT 15. Keputusan penggusuran pun disayangkan banyak pihak.

Semuanya karena penggusuran itu dilakukan di tengah proses warga Bukit Duri menggugat pemerintah DKI Jakarta terkait surat perintah penggusuran di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ahok dan pemerintah DKI Jakarta nampak tak memedulikan gugatan itu.

Aksi pemerintah DKI Jakarta yang dianggap kelewat batas mendapatkan tentangan dari ragam pihak. Mantan Ketua MK, Mahfud MD, salah satunya. Mahfud menilai penggusuran Bukit Duri terdapat pelanggaran hukum, sekaligus pelanggaran HAM.

Sebagai bentuk dukungan, Mahfud turun langsung ke Bukit Duri memberikan dukungan moral kepada warga yang digusur pada 12 Mei 2016. Ia mendukung penuh langkah warga Bukit Duri mengajukan gugatan kelompok atau class action melawan Pemerintah DKI Jakarta.

Mahfud MD yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dari 2008-2013. (Antara/Puspa Perwitasari)

Pemerintah DKI Jakarta harus melindungi dan mengayomi warga, katanya. Bukan malah menggusur dan membuat warga sengsara. Kedatangannya Mahfud kemudian jadi suntikan semangat bagi segenap warga Bukit Duri. Apalagi, kedatangannya berlangsung sebelum pemerintah DKI Jakarta meratakan RT RW lainnya di Bukit Duri.

Ketulusan Mahfud MD diapresiasi oleh warga Bukit Duri. Ia dielu-elukan sebagai juru selamat. Seseorang yang berani menentang kuasa pemerintah. Pun ia menentang bahwa penggusuran atas nama pembangunan tak boleh dilakukan membabi buta.

"Menurut saya sudah tepat (gugatannya), tinggal dilakukan nanti. Kalau (Pemerintah) mau menggunakan kekuasaan dan aturan agar memiliki wewenang itu kerjaannya zaman Belanda dulu. Pemerintah harus aspiratif. Saya memberi dukungan dan hukum memberi pintu kepada rakyat untuk melakukan gugatan kalau haknya dirampas secara sewenang-wenang."

"Legal standing tak perlu dipersoalkan, sekarang banyak keputusan pengadilan yang mengabulkan gugatan warga karena memiliki legal standing. Kita harapkan bagaimana nanti pengadilan responsif terhadap apa yang tumbuh di tengah masyarakat. Saya rasa hidup bernegara seperti itu. Rakyat diutamakan. Karena pemerintah bekerja untuk mengayomi dan memberdayakan rakyatnya," kata Mahfud di Sanggar Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta Selatan, Sebagaimana dikutip Kompas.com, 12 Mei 2016.