Bagikan:

JAKARTA - Totalitas Jepang menjajah Nusantara tak dapat dianggap remeh. Ilbon gunnin (tentara regular Jepang) dan gunsok (tentara pembantu) ikut dibawanya. Pun penjajah Jepang membawa gunsok dari tanah jajahannya, Korea.

Yang Chil Sung, salah satu. Pria dengan nama Jepang, Yanagawa Sichisci bekerja sebagai penjaga kamp interniran di Bandung. Namun, ia tak kerasan dengan cara kerja penjajah. Batinnya tersadar. Ia kemudian memilih membela Indonesia --tanah air kedua-- dalam Perang Revolusi.

Jepang pernah kepincut menguasai Nusantara sedari 1940-an. Keinginan itu berbuah siasat. Segala macam pasukan Jepang diutus sebagai mata-mata. Mereka melanggengkan segala macam profesi. Pedagang, utamanya.  

Tujuannya untuk mematai aktivitas penjajah Belanda dan mengambil simpati kaum bumiputra. Hasilnya gemilang. Jepang secara paripurna menguasai Indonesia pada 1942. Orang-orang Belanda dan keturunannya ditempatkan di kamp interniran.

Semua itu dilakukan untuk menarik simpati kaum bumiputra yang semasa hidupnya dianggap rendah oleh Belanda. Ajian itu tak mudah. Jepang harus membawa serta gunsok untuk membantu kerja-kerja itu di tanah jajahan. Kebanyakan tentara pembantu itu berasal dari Korea.

Batu nisan makam Yang Chil Sung di TMP Tenjolaya, Garut, Jawa Barat. (KBS World)

Yang Chil Sung, misalnya. Ia jadi salah satu nama populer gunsok yang dijadikan Jepang sebagai phorokamsiwon (pejaga kamp interniran) di Bandung sedari 1942. Sekalipun tak sedikit juga yang mengatakan pemuda kelahiran Wanju, Korea (kini bagian dari Korea Selatan) 29 Mei 1919 justru dianggap bagian ilbon gunnin.

Narasi itu dilantunkan karena Yang Chil Sung terampil dalam banyak bidang. Dari merakit bom hingga telik sandi. Pekerjaannya berjalan lancar. Pun ia turut jatuh cinta dengan pujaan hatinya seorang bumiputra, Lience Wenas.

Intensitas perjumpaan yang tinggi dengan Lience jadi musababnya. Kala itu Lience kerap berkunjung ke kamp interniran tempat Yang Chil Sung bekerja untuk menjenguk sanak familinya yang di tahan Jepang. Hubungan Yang Chil Sung dan Lience berlanjut serius hingga ke pernikahan dan memiliki seorang putra.

Masalah muncul kala Jepang kalah dalam Perang Pasifik pada 1945 dan Indonesia memerdekakan diri setelahnya. Segala macam tentara yang berafiliasi dengan Jepang gundah gulana. Yang Chil Sung, apalagi. Ia kemudian dihadapkan dalam dua pilihan. Pilihan pertama menyerahkan diri kepada tentara sekutu (Inggris) dan Belanda --yang ingin menjajah Indonesia kembali—dengan konsekuensi diperlakukan bak penjahat perang.

Pilihan kedua adalah ikut berjuang bersama pejuang kemerdekaan melawan nafsu Belanda menguasai Indonesia kembali pada Perang Revolusi (1945-1949). Ia dengan lantang memilih pilihan kedua. Sebab, ia tak kerasan dengan cara kerja penjajah. Ia pun memilih bergabung dengan laskar perlawanan di Garut, Jawa Barat. Pasukan Pangeran Papak (PPP), Namanya.

 “Di masa perang kemerdekaan I, dalam kenyataannya di Jawa Barat yang melakukan perlawanan terhadap Belanda bukan saja kesatuan-kesatuan dari Divisi Siliwangi saja, akan tetapi juga dari laskar-laskar bersenjata yang tergabung dalam biro perjuangan Sabilillah, Hizbullah, PESINDO, PPP, dan lain-lainnya.”

“Berhubung dengan itu, maka setelah sebagian besar dari kesatuan Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah, maka tidak sedikit di antara laskar-laskar itu tetap berada di Jawa Barat untuk melanjutkan perlawanannya terhadap Belanda. Bagi satuan-satuan Siliwangi yang tidak turut hijrah dan melanjutkan perlawanannya terhadap Belanda di Jawa Barat, diperintahkan agar tidak menggunakan nama TNI atau Siliwangi,” tertulis dalam buku Siliwangi dari Masa ke Masa (1979).

Gerilyawan Korea Bela Indonesia

Pengabdian Yang Chil Sung kepada bangsa Indonesia bukan hal yang mudah. Ia sempat dicurigai sebagai musuh oleh PPP. Namun, semua berubah kala PPP yang bermarkas di Wanaraja, Garut melihat kesungguhan hati Yang Chil Sung. Ia dengan tulus memilih Indonesia sebagai tanah airnya yang baru.

Sebagai bentuk keseriusan, Yang Chil Sung mengungkap ikrarnya memeluk Islam. Ikrar itu dilanggengkannya dengan lantang. Ia kemudian memilih mengganti Namanya dari Yang Chil Sung jadi Komarrudin.

Andil Yang Chil Sung terlibat sebagai laskar PPP pun besar. Ia mampu membuat pasukan Belanda dengan panji tentara Pemerintah Sipil Hindia Belanda (NICA) kewalahan. Alih-alih Yang Chil Sung hanya terlibat sebagai pelatih laskar PPP, ia juga turun terjun dalam serangkaian operasi perlawanan dan sabotase terhadap Belanda pada Perang Revolusi.

Perlawanan Yang Chil Sung dan PPP membuat Belanda repot bukan main. Apalagi Yang Chil Sung kerap terlibat dalam aksi menegangkan. Pengeboman jembatan, utamanya. Saban hari aksi perlawanan dilanggengkan. Sandi-sandi Belanda mampu dibongkar PPP. Alhasil, PPP berhasil berkali-kali lepas dari serangan Belanda.

Kala itu aksi Yang Chil Sung mampu membuat PPP berada di atas angin. Namun, Dewi Fortuna tak berpihak selamanya kepada Yang Chill sung. Pada awal Agustus 1948, ia dan kawan-kawannya (termasuk eks tentara Jepang Hasegawa dan Aoki) yang sedang melanggengkan rapat sesama pejuang kemerdekaan di Desa Parentas, Garut, kecolongan.

Taman Makam Pahlawan Tenjolaya, Garut, tempat Yang Chil Sung, pejuang kemerdekaan Indonesia asal Korea dimakamkan. (KBS World)

Sekelompok pasukan Belanda (Yon 3-14 RI) berhasil menyergap Yang Chil Sung dan anggota PPP yang lain. Yang Chil Sung pun di hukum penjara. Kemudian, 10 Agustus 1948, ia dieksekusi militer Belanda dan menjadi akhir dari eksistensi gerilyawan asal Korea tersebut.

Mulanya ia dimakamkan di Pemakaman Pasirpogor, Garut. Kemudian, pemerintah setempat memindahkan jasad Yang Chil Sung karena jasanya besar bagi Indonesia ke Taman Makam Pahlawan Tenjolaya, Garut. Semenjak itu namanya dikenang sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia, sekalipun Indonesia hanya tanah air keduanya.    

“Perjuangan kemerdekaan seperti itu tidak luput sampai daerah Bandung. Tempat Yang Chil Sung hidup bahagia Bersama keluarganya. Ia pun terpanggil untuk membela Indonesia. Yang Chil Sung kemudian memutuskan untuk bergabung dengan gerilyawan PPP di Garut pimpinan Mayor Kosasih untuk membantu pejuang di Indonesia.”

“Ia turun ke medan perang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, suatu negara kelahiran istri dan putranya sambil merefleksikan tanah airnya, Korea yang dijajah. Ia kemudian terseret ke negara asing yang sama dan ingin merdeka, Indonesia,” ucap laporan edisi Bahasa Indonesia Korean Broadcasting System (KBS), 15 Agustus 2015.