JAKARTA - Invasi Amerika Serikat (AS) ke Irak membawa kedukaan mendalam bagi seisi dunia. George Walker Bush jadi sosok yang paling disalahkan. Presiden AS itu menuduh Irak memiliki senjata pemusnah massal. Sekalipun khalayak umum telah mencium gelagat lain AS.
Serangan itu membawa duka nestapa. Banyak orang di Irak yang kehilangan keluarganya. Narasi itu membuat Jurnalis Irak, Muntazer Al Zaidi geram bukan main. Ia pun meluapkannya dengan melemparkan sepasang sepatu ke arah Presiden Bush.
Presiden Bush menganggap rezim Saddam Hussein dan Irak adalah kombinasi paling berbahaya di dunia. Bush menuduh Saddam sebagai diktator yang memiliki senjata pemusnah massal. Senjata itu digadang-gadang dapat menghancur hajat hidup seisi dunia.
Bush lalu bertindak bak juru selamat. Ia ingin segara menginvasi Irak. Narasi Irak memiliki senjata pemusnah massal terus berulang-ulang diungkapnya. Padahal, letak senjata pemusnah massal sama sekali belum terbukti.
Anggapan adanya senjata pemusnah massal hanya digiring oleh Bush berdasarkan dugaan intelejen. Bush menekankan pada foto satelit gudang-gudang yang dianggap jadi penyimpanan senjata. Namun, isi gudangnya sama sekali belum ditelusuri.
Penyelidikan pun dilanggengkan. Namun, tak seperti yang dituduhkan. George Walker Bush ogah kalah. Presiden AS itu tetap bersikukuh Saddam memiliki sejata. Galagat AS ingin menyerang Irak pun mulai memunculkan kecurigaan banyak pihak.
Alih-alih jadi juru selamat dunia, AS justru dianggap mengakali urusan senjata demi menguasai sumber daya alam Irak. Utamanya, minyak bumi. Gerak-gerik AS itu kemudian mulai mendapatkan kritik dari sana-sini. Pun AS tak mau didikte banyak pihak.
Tuduhan kepada Irak dirasa sudah kandung. Invasi pun dilanggengkan pada 19 Maret 2003. Invasi itu membuat warga Irak merasakan hidup bak dikejar malaikat kematian. Pun kemudian tak terhitung lagi jumlah warga yang kehilangan keluarganya.
“Semua toko, rumah makan, dan perkantoran di kota itu telah tutup. Di mana-mana terlihat tanda-tanda putus asa yang membisu. Suasana pun sarat dengan ketidakpastian. Terbiasa dengan cara berperang konvensional, tak ada yang bisa menduga bagaimana pertempuran bakal berlangsung. Beberapa saat lewat pukul 2.30 dini hari, kami mendapat jawabannya.”
“Tiba-tiba langit menjadi terang-benderang ketika peluru kendali (rudal) jelajah laut yang ditembakkan dari kapal dan pesawat tempur Stealth AS mengawali serangan udara besar terhadap sasaran strategis di seluruh kota. Bunyi artileri pertahanan udara yang berasal dari penembak Irak menggeretak bagaikan petasan yang dinyalakan di hari raya. Namun, kami tahu, ini bukan sebuah perayaan, melainkan kehancuran,” ungkap Yuli Ismantoro, yang menceritakan pengalamannya meliput invasi AS ke Irak dalam tulisan Majalah Tempo berjudul Memutar Rekaman Ingatan Perang Irak (2003).
Bush Dilempar Sepatu
Invasi AS ke Irak kemudian banyak dikutuk oleh dunia. Sekalipun, masa invasi masih berlangsung (invasi baru selesai pada 15 Desember 2011). Kebencian yang amat dalam kepada Bush terus menerus tumbuh. Apalagi, bagi Jurnalis Irak Muntazer Al-Zaidi. Ia menganggap langkah George Walker Bush menginvasi Irak tak membawa banyak perubahan.
Invasi itu dipandang banyak mudaratnya ketimbang manfaat. Pandangan itu digaungkannya karena ia melihat tiada perubahan yang dialami Irak. Semua itu karena AS telah menempatkan politisi-politisi palsu nan korup di Irak. Mereka berjuang cuma mementingkan kepentingan Amerika dan memiskinkan rakyat Irak.
Amarah itu kemudian tak tertahankan. Apalagi ia mendengar Bush akan melanggengkan jumpa pers di Baghdad pada 14 Desember 2008. Muntazer yang dikenal sebagai wartawan televisi Irak Al-Baghdadia berusaha untuk hadir dalam jumpa pers yang dihadiri juga oleh Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki.
Pucuk dicinta ulam tiba. Kesempatan itu menjadi kenyataan. Muntazer tak menyia-nyiakan kesempatan. Bush yang tengah berbicara lalu diserangnya dengan melepar sepasang sepatu. Sepatu pertama dilepar Muntazer beserta pekikan: Ini ciuman perpisahan dari rakyat Irak.
Sepatu kedua dilempar juga dengan pekikan: Ini untuk wanita dan anak-anak Irak yang diperkosa, serta semua warga kami yang telah dibunuh (tentara Amerika). George Walker Bush boleh jadi berhasil menghindar dari lemparan sepatu. Namun, Bush tak dapat menghindar dari sebuah penghinaan besar dari seorang rakyat Irak.
Aksi pelemparan sepatu membuat Muntazer ditahan pihak berwenang. Ia pun harus merelakan dirinya mendekam di penjara selama enam bulan. Ia pun tak menunjukkan penyesalannya sedikit pun pernah melepar Bush dengan sepasang sepatu. Setelahnya, aksi Muntazer menginspirasi banyak unjuk rasa menentang Bush dengan melepar sepatu ke arah poster atau foto Bush di seantero dunia.
“Presiden Bush pada kunjungan terakhirnya tanggal 14 Desember 2008 menyatakan bahwa AS akan menarik pasukannya dari Irak pada akhir tahun 2011. Pada saat konferensi pers, kembali terjadi kegagalan intelijen walau dalam skala kecil. Presiden Bush dilempari sepatu sebanyak dua kali oleh wartawan televisi Al Baghdadia, Muntazer Al-Zaidi.”
“Di Irak lemparan sepatu dianggap sebagai sebuah penghinaan. Walaupun lemparan meleset, kejadian tadi jelas mencoreng nama baik Presiden AS sebagai institusi yang harus dilindungi. Jadi itulah sepenggal kisah tentang kesalahan pengambilan keputusan seorang presiden sebuah negara yang disebabkan kesalahan badan intelijennya memberikan informasi intelijen terhadap hal yang sangat penting dan nilainya strategis,” terang pakar intelejen Indonesia, Prayitno Ramelan dalam buku Intelejen Bertawaf (2009).