Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 45 tahun yang lalu, 28 Agustus 1978, pemerintah Indonesia resmi menjadikan Kecamatan Denpasar, Bali sebagai Kota Administratif Denpasar. Peresmian itu juga dilanggengkan dengan upacara pelantikan Wali Kota Denpasar yang pertama, I Gusti Ngurah Wardana.

Sebelumnya, Denpasar sudah lama dikenal sebagai Ibu Kota Kerajaan Badung yang kemudian populer jadi lokasi wisata. Kepopuleran itu tak berarti banyak kala Indonesia merdeka. Status Denpasar tak lebih dari sebuah kecamatan saja.

Nama Denpasar telah kesohor sejak dulu kala. Nama itu dikenal luas sebagai penanda eksistensi Kerajaan Badung. Kehadiran istana kerajaan Puri Denpasar jadi bukti. Eksistensi itu kemudian sempat redup kala Belanda meruntuhkan dominasi kerajaan di Bali.

Belanda pun tak mau pusing. Mereka kemudian menggunakan nama Denpasar --dari nama Istana Kerajaan-- untuk wilayah taklukkannya. Alhasil, wilayah Denpasar jadi tempat asisten residen penjajah Belanda berkantor. Pemerintah kolonial mencoba mengontrol Bali dari Denpasar.

Namun, gairah keindahan dan budaya justru mengangkat nama Denpasar mendunia. Ada peran pemerintah kolonial Hindia Belanda sedang gencar-gencarnya mempromosikan pariwisata di Bali pada 1914 di baliknya.

Pemandangan Denpasar di sekitar Jl. Gajahmada dan Pasar Badung pada tahun 1949. (Tropenmuseum/Wikipedia)

Ajian itu membuat Denpasar dikenal sebagai wilayah penting yang harus dikunjungi para pelancong di Bali. Bukti dari kesohornya dapat dilihat dari kehadiran hotel pertama di Bali ada di Denpasar. Bali Hotel, namanya.

Pariwisata Bali dan Denpasar lalu jadi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Romansa keindahan Denpasar terus diceritakan kepada dunia. Sekalipun pariwisata Bali ‘macet’ kala Indonesia Merdeka. Denpasar kala itu banyak menjadi saksi sejarah kelompok pejuang kemerdekaan melanggengkan perang revolusi. Dari Angkatan Muda Indonesia hingga Tentara Keamanan Rakyat.

“Pariwisata di Nusantara bermulai pada 1908, tahun yang sama ketika Kerajaan Bali terakhir bertekuk lutut di hadapan tentara kolonial. pada tahun itu, sebulah Dinas Pariwisata Resmi (Vereeniging Toeristenverkeer) didirikan di Batavia di bawah naungan pemerintah kolonial, yang bertugas mempromosikan pariwisata Hindia Belanda. awalnya hanya terbatas di Jawa, ruang lingkupnya kemudian diperluas hingga ke Bali pada 1914.”

“Segera setelah ketentraman yang tercipta di pulau itu memungkinkan dilakukannya perjalanan ke sana dengan aman. Tetapi baru pada 1924, dengan pembukaan layanan perjalanan laut mingguan yang menghubungkan Singaraja ke Batavia dan ke Singapura, para turus mulai mengunjungi Bali dan hotel pertama di Bali, Bali Hotal di Denpasar, baru dibuka pada 1928, di lokasi yang sama dengan tempat terjadinya Puputan Badung,” terang Michel Picard dalam buku Kebalian: Kontruksi Dialogis Identitas Bali (2020).

Keistimewaan Denpasar pada masa lampau, dari era kerajaan hingga penjajahan Belanda, nyatanya tak banyak membuat wilayah itu istimewa. Status Denpasar hanya berada pada tingkat kecamatan dalam waktu yang cukup lama.

Potret Kota Denpasar pada masa penjajahan Belanda. (Wikimedia Commons)

Narasi itu baru berubah ketika Pemerintah Orde Baru (Orba) mengambil alih kekuasaan. Orba melihat denyut Denpasar sebagai salah satu pusat pariwisata Bali tak boleh dipandang sebelah mata. Sebagai apresiasi, Orba kemudian mengeluarkan aturan untuk menjadikan Denpasar sebagai Kota Adminsitratif.

Narasi itu kemudian kejadian pada 28 Agustus 1978. Kota Administratif Denpasar resmi dibentuk. Pun peresmian itu ditandai dengan pelatikan Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Wardana. Seseorang yang langgeng dikenang sebagai Wali Kota pertama Kota Denpasar.

“Denpasar yang semula sebuah Kecamatan itu, sejak diresmikannya menjadi Kota Administatif berdasarkan kan PP Nomor 20/1978 kemudian dipecah (baca: berkembang) menjadi 3 Kecamatan baru masing-masing Kecamatan Denpasar Barat (terdiri dari lima buah desa), Kecamatan Denpasar Timur (terdiri dari enam buah desa), dan Kecamatan Denpasar Selatan (terdiri dari tujuh buah desa). Dalam hubungan ini tidak terjadi pemecahan desa, yang tetap berjumlah 18 buah seperti semula.”

“Tentang pengaturan pemerintahan, tentu sejak berlakunya PP Nomor 20 Tahun 1978 menjadi tidak berlaku lagi pengaturan menurut Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat Bali Nomor 1063/Pem.1/1/316 tang gal 14 September 1964. Dan Walikota Denpasar yang pertama I Gusti Ngurah Wardana yang juga telah dilantik oleh Gubernur Kepala Daerah Bali tanggal 28 Agustus 1978 akan berpedoman kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pola Organisasi Pemerintah Wilayah Kota Administratif Denpasar,” tertulis dalam laporan Majalah Mimbar Depdagri berjudul Denpasar, Mataram, dan Kupang Dipromosikan Jadi Kota Adminsitrasif (1978).