Bintang Jasa Utama untuk Soegondo Djojopoespito dalam Sejarah Hari Ini, 2 Agustus 1978
Soegondo Djojopoespito (kedua dari kanan) bersama para tokoh pendiri Republik Indonesia, antara lain Soekarno dan Mohammad Hatta. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 45 tahun yang lalu, 2 Agustus 1978, Pemerintah Orde Baru (Orba) menetapkan Soegondo Djojopoespito sebagai penerima Bintang Jasa Utama. Penghargaan itu diberikan karena jasa Soegondo dianggap besar bagi bangsa dan negara.

Sebelumnya, Soegondo dikenal sebagai tokoh yang aktif melanggengkan semangat kemerdekaan kepada kaum muda. Eksistensi itu membuat Soegondo didaulat sebagai ketua Kongres Pemuda II. Suatu kongres yang melahirkan Sumpah Pemuda.

Tiada yang menduga Sekolah Tinggi Hukum, Rechtshoogeschool (RHS) Batavia menjelma sebagai ‘rumah’ pejuang kemerdekaan. Sekolah yang dianggap Belanda sebagai sarana melanggengkan kontrol terhadap bumiputra, justru menjelma membentuk banyak pejuang kemerdekaan Indonesia.

Soegondo Djojopoespito, salah satunya. RHS berhasil menempahnya jadi salah satu tokoh pemuda yang peka terhadap nasib kaum bumiputra. Kepekaan itu bermuara dari seringnya Soegondo ikut dalam diskusi-diskusi sesama pejuang kemerdekaan.

Soegondo pun jadi pembaca aktif dari majalah keluaran Perhimpunan Indonesia (PI) di Belanda, Indonesia Merdeka. Majalah banyak tersebar di Nusantara itu menginspirasi Soegondo untuk berjuang melepas belenggu penjajahan. Saban hari majalah itu dibaca semangatnya mendidih.

Suasana kongres Pemuda II yang dipimpin oleh Soegondo Djojopoespito. (Perpusnas)

Ia pun mulai dekat dengan tokoh-tokoh dari PI. Kedekatan itu membuahkan hasil. Pengurus PI yang telah pulang ke Indonesia kemudian menggagas sebuah organisasi pemuda bersama Soegondo. Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), namanya.

Organisasi itu jadi salah satu organisasi yang terlibat dalam Kongres Pemuda I dan Kongres Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928. Pun dalam Kongres Pemuda II, Soegondo didaulat sebagai pimpinan Kongres. Kepemimpinannya pun tiada dua.

Ia mampu membawa Kongres Pemuda berjalan lancar. Alhasil, narasi berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu Indonesia pun lahir. Pun atas seizinnya, lantunan lagu Indonesia Raya karya Wage Rudolf Soepratman diperdengarkan pertama kali. Gaung itu membuat nama Soegondo makin kesohor di antara kaum pemuda.

“Karena banyak rintangan bahkan bahaya yang harus dihadapi. Tetapi, Soegondo berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Bahkan menghasilkan suatu keputusan yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Seseorang dapat dipilih sebagai ketua tentu dengan pertimbangan-pertimbangan. Soegondo memang orang yang tekun, setia, konsekuen, dan berpendirian kuat, tetapi dapat juga menerima pendapat orang lain.”

“Dengan sifat-sifatnya itulah Soegondo dipilih sebagai Ketua Kongres dan berhasil. Di dalam penyelenggaraan suatu kongres memang diperlukan suatu kepemimpinan yang baik. Karena dengan kepemimpinan yang baiklah kongres tersebut akan berhasil. Dan ternyata memang Soegondo dapat pemimpin kongres dengan baik terbukti surat-surat kabar yang terbit pada waktu itu memuji-muji kecakapan Soegondo,” terang Sri Sutjiatiningsih dalam buku Soegondo Djojopoespito: Hasil Karya dan Pengabdiannya (1999).

Potret pejuang kemerdekaan Soegondo Djojopoespito. (Wikimedia Commons)

Boleh jadi Indonesia telah merdeka. Banyak pejuang kemerdekaan mulai diapresiasi oleh Pemerintah Indonesia untuk diberikan penghargaan. Soegondo termasuk di dalamnya. Soegondo masuk radar Orba yang dianugerahkan penghargaan atas jasa-jasanya.

Pucuk dicinta ulam tiba. Pemerintah Orba kemudian menetapkan Soegondo sebagai penerima Bintang Jasa Utama pada 2 Agustus 1978. Sekalipun Soegondo telah tiada -- Soegondo meninggal dunia pada 24 April 1978. Penghargaan itu diberikan atas jasa-jasa Soegondo yang terus memantik semangat perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Pun penghargaan itu baru paripurna diterima oleh pihak keluarga Soegondo pada 17 Agustus 1978.

“Menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Jasa Utama kepada mereka yang namanya tersebut (Soegondo Djojopoespito) dalam lampiran surat putusan ini, sebagai penghargaan atas kesetiaan dan jasa-jasanya yang besar terhadap negera dan bangsa Indonesia, khususnya dalam bidang kebudayaan dan perjuangan mempersatukan bangsa Indonesia pada masa penjajahan Belanda,” tertulis dalam surat keputusan Orba.