JAKARTA - Penyelenggaraan kontes ratu sejagat atau Miss Universe kerap memanen kecaman di Indonesia. Ketidaksesuaian dengan budaya Indonesia yang menganut norma ketimuran jadi musababnya. Konten itu dianggap mengeksploitasi dan menurunkan derajat wanita.
Tiap kali Indonesia ingin mengirim perwakilannya selalu ditanggapi dengan kecaman dari sana-sini. Penunjukan Artika Sari Dewi mengikuti ajang Miss Universe 2005, misalnya. Kepergiannya dikecam banyak pihak. Dari Front Pembela Islam (FPI) hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Artika Sari Devi tak pernah tahu bahwa kegigihan dapat membawanya pada puncak popularitas. Narasi itu sering didengungkan wanita kelahiran Pangkal Pinang, Bangka Belitung, 29 September 1979 dalam tiap kesempatan. Padahal, mulanya Artika tak memiliki ambisi besar memenangkan kontes kecantikan.
Mimpinya hanya ingin membangun sebuah rumah singgah atau rumah baca bersama sahabatnya. Sebuah rumah yang dielu-elukan Artika untuk membantu anak-anak jalanan mengakses pendidikan dan literasi di Yogyakarta. Sebuah kota yang notabenenya tempat Artika menuntut ilmu.
Keinginan itu sulit terwujud. Dukungan masyarakat tak besar. Usahanya mendapatkan dukungan dari rumah ke rumah kerap berujung kegagalan. Ia tak menyerah. Ia terus mencoba menjelaskan niatan baiknya berkali-kali.
Langkahnya mencari dukungan pun mentok. Proses itu membuat Artika paham banyak hal. Utamanya, untuk melanggengkan kegiatan sosial, popularitas adalah salah satu ramuan digunakan. Pun berkat campur tangan tuhan, Artika mengarahkan perhatian kepada sebuah kontestasi Puteri Indonesia, kini Miss Universe Indonesia (MUID).
Hasilnya gemilang. Artika kemudian berhasil masuk dengan mewakili Provinsi Bangka Belitung pada Pemilihan Puteri Indonesia. Sekalipun Artika tak pernah punya pengalaman profesional di dunia modeling atau kontes kecantikan.
Malam grand final pemilihan Puteri Indonesia 2004 pun digelar. Acara itu diselenggarakan di Jakarta Convention Center, Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2004. Artika lalu daulat sebagai pemenang kontestasi Puteri Indonesia. Ia pun berhak mengikuti hajatan Miss Universe 2005 di Bangkok, Thailand.
“Cita-cita kami berdua sebenarnya ingin membuat rumah baca untuk anak-anak jalanan supaya mereka punya akses sama yang namanya literasi. Jadi aku berdua dengan teman berangkat dari rumah ke rumah, door to door, ternyata tidak segampang itu. Kirain kalau kita sudah punya niat baik, kita sampaikan mungkin orang akan banyak yang mau bantu. Tetapi ternyata tidak juga. Jadi banyak juga kita yang sering ditolak. Belum mau ngomong begitu, lihat muka kita langsung ditutup gordennya.”
“Akhirnya, teman aku mengingatkan kayaknya kamu harus menjadi sesuatu dulu deh, supaya kita ini bisa bikin gerakan kebaikkan yang lebih masif lagi supaya orang percaya sama kita. Jangan-jangan kita dikira orang iseng atau apa. Padahal kita cuma minta bantuan buku bekas. Saya berikrar jika Tuhan tempatkan saya ditempat yang baik posisinya di atas, saya tidak tahu apa itu, cuma ini jawabannya di Puteri Indonesia,” terang Artika Sari Devi dalam wawancaranya di kanal Youtube Oppal_ID, 7 Mei 2023.
Banjir Kecaman
Kemenangan Artika membuatnya mejalu merajut prestasi baru. Ia disiapkan untuk ikut kontestasi Miss Universe di Thailand. Artika boleh senang. Namun, tak semua setuju dengan keputusan Yayasan Puteri Indonesia (YPI) mengirimkan Artika sebagai Wakil Indonesia dalam kontes ratu sejagat. Sebagaimana pada saat Indonesia mengirim Alya Rohali pada Miss Universe 1996.
Penolakan paling keras muncul dari FPI. Organisasi Islam yang didiran pada 1998 itu mengecam bahkan mengutuk pengiriman Artika. FPI kemudian melanggengkan aksi demonstrasi untuk melanggengkan kecamannya.
FPI menganggap Miss Universe adalah kontes yang merendahkan derajat wanita. Kehadiran Artika di Miss Universe telah mengganggu citra Indonesia yang menjunjung tinggi adat ketimuran. Pun kontes ratu sejagat tak ubahnya hanya kontes tubuh saja. Bukan kontes adu kecerdasan dan lain sebagainya.
MUI juga tak mau ketinggalan. Mereka awalnya mengecam pengiriman Artika ikut Miss Universe. Namun, belakangan MUI tak memberikan larangan dan tidak juga mendukung. MUI hanya meminta Artika tak mempertontonkan seluruh badannya dan hanya diperbolehkan memakai baju renang terusan, bukan bikini.
“Forum Pembela Islam (FPI) mengadakan demonstrasi penolakan yang cukup agresif. Mereka mengutuk pengiriman Puteri Indonesia ke Miss Universe karena dianggap women trafficking. Hanya Meutia Hatta, Menteri Peranan Wanita, yang memberikan tanggapan lunak. la mengatakan yang meyelenggarakan Puteri Indonesia ini pihak swasta, sehingga pemerintah tidak dapat turut campur. Pada pengiriman Puteri Indonesia sebelumnya, Sekretaris Negara turut campur meminta peserta Miss Universe yang dikirim oleh Yayasan Puteri Indonesia kembali ke Jakarta, karena dianggap merugikan negara.”
“Puteri Indonesia itu kemudian dipulangkan ke Jakarta. Dalam kontroversi ini, saya diminta datang ke MUI yang mengeluarkan fatwa. Tetapi MUI akhirnya hanya memutuskan agar Puteri Indonesia yang mengikuti Miss Universe memakai baju renang terusan, bukan bikini yang mempertontonkan seluruh badan,” ujar Ketua YPI, Wardiman Djojonegoro dalam buku Sepanjang Jalan Kenangan (2016).