Bagikan:

JAKARTA - Laku hidup Presiden Soekarno dan jajarannya kerap menjadi sorotan. Banyak kebijakan politik yang digulirkan Orde Lama pada 1960-an dianggap tak memihak rakyat. Apalagi, pemerintah Orde Lama cenderung membela Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam Gerakan 30 September (G30S).

Segenap Rakyat dan mahasiswa pun berang bukan main. Mereka turun ke jalan melanggengkan aksi Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Rasa geram itu diungkap dalam yel-yel ejekan. Dari Menteri Goblok hingga Anjing Peking.

Kondisi ekonomi Indonesia di era Soekarno dan Orde Lama sedang tidak baik saja. Kerja pemerintah Orde Lama pun mendapatkan sorotan tajam. Empunya kuasa terus melanggengkan romantisme revolusi dengan membangun monumen-monumen kebesaran. Urusan kesejahteraan rakyat urusan belakangan.

Tiada yang berani melanggengkan kritik. Kondisi itu membuat seluruh jajaran pemerintahan mendukung politik mercusuar ala Soekarno. Imbasnya ke mana-mana. Kesejahteraan rakyat tak pernah jadi prioritas. Tindakan abai itu membuat rakyat Indonesia hidup dalam ketidakpastian –jika tak mau dikatakan hidup dalam kemiskinan.

Indonesia menghadapi dilema. Di mata dunia Indonesia kuat, tapi rakyatnya sendiri sedang dalam kesulitan diterpa resesi ekonomi pada 1960-an. Pun kemudian pemberontakan G30S pada 1965 hadir dan membuat amarah segenap rakyat Indonesia meningkat.

Aksi demonstrasi Tritura menentang sikap politik Presiden Soekarno. (Istimewa)

Presiden Soekarno dianggap tak memiliki niatan mengusut PKI yang diduga dalang utama pemberontakan. Semua itu terbukti dengan nama-nama pesohor PKI masih berdiam jajaran pemerintahan Orde Lama. Rakyat dan mahasiswa Indonesia tak ingin diam saja.

Mereka meminta pemerintah untuk peduli nasib rakyat. Alih-alih peduli, menteri-menteri Soekarno justru tak peka dengan kondisi rakyat Indonesia. Mereka terus melanggengkan gaya hidup gemerlap di atas penderitaan rakyat.

“Kesalahan yang cukup fatal dalam kepemimpinan Bung Karno adalah kurangnya perhatian terhadap kesejahteraan rakyat, terutama kebutuhan sehari-hari. saya ingin Bung Karno pernah berkata bahwa kebutuhan rakyat bukan hanya roti saja, tetapi juga kebutuhan spiritual. Memang betul, tetapi dia lupa, tanpa makanan yang cukup, rakyat akan merasa tidak puas. Urusan perut adalah kebutuhan primer manusia. Sudah sejak dulu ada ungkapan the stomach can not wait.”

“Selain itu, ia cenderung otoriter dalam menggunakan kekuasaannya. Sayangnya para pemimpin lain di sekitarnya hanya menjadi yes men saja. hanya sedikit yang berani berbeda pendapat dengannya, seperti Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Moh. Roem, Moh. Natsir, dan Subandio Sastrosatomo. Namun, mereka malah harus menyingkir atau disingkirkan,” terang Firman Lubis dalam buku Jakarta 1950-1970 (2018).

Mahasiswa Ejek Menteri

Rakyat dan mahasiswa geram bukan main. Aksi turun ke jalan jadi opsi satu-satunya menyampaikan narasi ketidakpuasan kepada pemerintah. Mereka lalu menyatukan barisan dalam satu komando pada awal Januari 1966. Aksi Tritura, namanya.

Aksi itu menuntut pemerintah mengabulkan tiga tuntutan rakyat. Bubarkan PKI, rombak kabinet, dan turunkan harga. Tuntutan Tritura muncul karena mahasiswa menganggap kesalahan pemerintah membuat rakyat Indonesia menderita sudah kelewat batas.

Aksi turun ke jalan pun muncul di mana-mana. Utamanya, di Jakarta. Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan bermacam-macam organisasi mahasiwa memenuhi jalanan ibu kota. Mereka ingin menyampaikan aspirasi dengan bahasa yang santun hingga keras.

Semua bahasa itu dianggap sah, mengingat penderitaan rakyat yang begitu besar. Emosi rakyat tak tertahan. Yel-yel dengan bahasa vulgar dan keras pun banyak dibuat. Alih-alih memuji, mereka justru menyebut pejabat publik –menteri khususnya—sebagai Menteri Goblok dan Anjing Peking atau Haji Peking yang merujuk kepada kedekatan Menteri Luar Negeri, Soebandrio yang pro China.

Aksi demonstrasi Tritura pada 1966 yang akhirnya menumbangkan kekuasaan Orde Lama di bawah pimpinan Presiden Soekarno. (Co Rentmeester)

Banyak mahasiswa kemudian meneriakkan yel-yel bak nyanyian perjuangan. Tek kotek kotek, ada menteri tukang ngobyek. Blok goblok goblok, kita ganyang menteri goblok. Setelahnya mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) tak mau kalah.

Mereka membawa nyanyian: Soebandrio Haji Peking, Haleluyah. Soebandrio plintat-plintut, Haleluyah. Nyanyian itu dilanggengkan kadang kala dengan menyetop kendaraan dan mencoret-coretnya dengan kata-kata kekesalan.

“Lagu-Lagu (yel-yel) ini dinyanyikan di depan bioskop Megaria (kini: Bioskop Metropole) dan menteri-menteri yang sombong kini dijatuhkan gengsinya, dibuka rahasianya, ditunjuk hidungnya oleh mahasiswa dan aku dan kawan-kawan merasa bangsa.”

“Kepada Nining aku katakan bahwa kalau Bandrio menang maka kita jangan harap punya Future (masa depan). Jangan harap, jangan jadi pegawai tinggi. Kita semua sudah masuk daftar hitam,” terang aktivis mahasiswa angkatan 66, Soe Hok Gie dalam buku Catatan Seorang Demonstran (2015).