M.H. Thamrin Diangkat sebagai Anggota Volksraad dalam Sejarah Hari Ini, 16 Mei 1927
Patung M.H. Thamrin di Museum M.H. Thamrin yang berada di Jalan Kenari II No. 15, Jakarta Pusat. (VOI/Detha Arya Tifada)

Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 96 tahun yang lalu, 16 Mei 1927, Mohammad Husni Thamrin diangkat pemerintah kolonial Hindia Belanda sebagai anggota Volksraad (kini semacam anggota DPR). Karier itu membuat Thamrin banyak membantu pejuang bangsa untuk melepas belenggu penjajahan.

Sebelumnya, kuasa Thamrin sebagai anggota Dewan Kota Batavia mengagumkan. Tindak-tanduknya sebagai pejuang kooperatif pun disegani. Ia kerap membela hak-hak kaum bumiputra. Utamanya, kaum Betawi. Ia bahkan mampu mendikte Belanda untuk peduli nasib kaumnya.

Nama harum Thamrin di Batavia (kini: Jakarta) bukan muncul tanpa sebab. Ia dikenal sebagai pejuang kemerdekaan yang kooperatif. Suatu medan perjuangan yang diambil dengan masuk ke dalam sistem pemerintahan Hindia Belanda.

Pejuangan itu ditandai dengan keputusan Thamrin jadi bagian dari Dewan Kota Batavia. Fokusnya masuk ke dewan kota bukan untuk memperkaya diri sendiri. Ia masuk ke Dewan Kota Batavia untuk membela orang-orang Betawi yang hajat hidupnya diganggu oleh Belanda.

Semua itu karena Thamrin merasakan sendiri bagaimana Belanda memperlakukan orang Betawi tak manusiawi. Hidup orang Betawi bak dipisahkan dengan orang Eropa. Orang Belanda, terutama. Kaum Betawi kerap merasakan kesusahan hidup.

Pejuang kemerdekaan yang juga pahlawan nasional, M.H. Thamrin. (Wikimedia Commons)

Akses kaum bumiputra sengaja dibuat terbatas. Dari masalah air bersih hingga dipaksa menempati pemukiman kumuh. Sedang hidup orang Eropa tak pernah merasakan nasib seperti orang Betawi. Fakta itu membuat Thamrin yang anak seorang wedana geram.

Ia mencoba masuk ke dalam Dewan Kota Batavia dan mengubah banyak hal. Belanda mampu dipaksa Thamrin untuk lebih peduli terhadap hajat hidup orang Betawi. Thamrin berpendapat jika kehidupan orang Betawi tak ditingkatkan, maka kualitas hidup buruk akan menyasar orang Eropa. Dampaknya ke mana-mana. Kampung-kampung di Batavia pun diperbaiki oleh pemerintah kolonial.

“Iklim otonomi bagi representasi lokal membuka kemungkinan bagi pengaruh politik Mohammad Hoesni Thamrin. Secara finansial ia cukup kuat, di samping itu ia mempunyai kedudukan sebagai pegawai di bagian pembukuan kantor Pusat Maskapai Pelayaran Belanda, KPM di Gambir, Batavia. Ia memiliki waktu dan kesempatan melaksanakan ambisi sosiopolitiknya.”

“Ia mempunyai hubungan persahabatan dengan sejumlah etisi orang Belanda di Batavia dalam komunitas kolonial tempat ia berguru dalam hal-hal yang menjadi perhatiannya. Dengan demikian terbuka jalan baginya untuk menduduki posisi politik di Dewan Kota Batavia pada usia relatif muda,” terang Bob Hering dalam buku M.H. Thamrin: Membangun Nasionalisme Indonesia (2003).

Karier politik Thamrin pun menanjak. Ia yang awalnya dikenal sebagai tokoh lokal segera berubah menjadi tokoh Nusantara. Muasalnya tak lain karena pemerintah kolonial Hindia Belanda mengangkat Thamrin sebagai anggota Volksraad pada 16 Mei 1927.

Pengangkatan itu membuat Thamrin lebih leluasa bergerak. Ia bahkan mendukung banyak pejuang kemerdekaan yang memilih jalur perjuangan non kooperatif (radikal). Pejuang itu antara lain Soekarno, Tjipto Mangoenkoesoemo, hingga Soewardi Soerjaningrat (kini dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara).

Thamrin membantu mereka banyak hal. Ia terlibat dalam urusan memengaruhi Belanda supaya pejuang kemerdekaan tak dihukum berat. Thamrin juga andil dalam memberikan bantuan suntikan dana kepada pejuang bangsa untuk berjuang melepas belenggu penjajahan.

“Pada tahun 1927, ia ditunjuk sebagai anggota Volksraad untuk mengisi lowongan yang dinyatakan kosong oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pada mulanya kedudukan itu ditawarkan kepada HOS Tjokroaminoto, tetapi ia menolak.”

“Dengan penolakan kedua tokoh besar ini, maka dibentuklah suatu panitia, yaitu panitia Sarjito yang akan memilih seorang yang dianggap pantas untuk untuk menduduki kursi Volksraad yang lowong. Panitia Sarjito akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada Thamrin. Alasan yang kemukakannya ialah bahwa Thamrin cukup pantas menduduki kursi itu, mengingat pengalamannya sebagai anggota Dewan Kota Batavia,” terang Sejarawan Anhar Gonggong dalam buku Muhammad Husni Thamrin (1991).