JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 15 Mei 2014, Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie bertandang ke kediaman Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri. Aburizal menyampaikan niatannya untuk menjadikan Puan Maharani sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) mendampingi Joko Widodo (Jokowi).
Sebelumnya, kehadiran sosok Jokowi dalam peta politik Indonesia membawa warna baru. Ia dikenal sebagai pemimpin yang merakyat. Ia bahkan mampu terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, kemudian dicalonkan jadi Presiden Indonesia.
Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta kerap memancing perhatian seantero negeri. Pada Pilkada DKI Jakarta 2012, misalnya. Tensi panasnya mampu terasa hingga pelosok negeri. Semuanya karena kehadiran sosok Jokowi sebagai calon gubernur dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai wakilnya.
Kedua nama itu telah kesohor di Nusantara sebagai pemimpin yang berintegritas. Mereka berdua kemudian di elu-elukan sebagai representasi sempurna pemimpin penjaga wajah Ibu Kota. Isu-isu hitam terkait kedua sosok itu mengalir deras. Apalagi Ahok yang berasal dari warga minoritas.
Isu itu nyatanya tak mampu membendung langkah Jokowi dan Ahok. Putaran pertama Pilkada mampu dimenangkan oleh Jokowi dan Ahok dengan mengalahkan keempat pasang lainnya. Sementara lawan kuatnya, Fauzi Bowo- Nachrowi Ramli (Foke-Nara) menempati posisi kedua.
Pilgub dilanjutkan ke putaran kedua untuk mencari pemenang. Kampanye hitam terkait kedua pasang calon pemimpin Jakarta mengemuka. Alhasil, warga Jakarta menentukan pilihannya. Jokowi-Ahok pun memenangkan Pilkada DKI Jakarta.
Keduanya unggul 53,82 persen suara dari Foke-Nara yang hanya meraih 46,17 persen suara. Karenanya, Jokowi-Ahok pun dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru pada 15 Oktober 2012.
“Kegagalan kampanye menggunakan isu suku, agama, ras, dan antargolongan di Jakarta itu merupakan berita positif. Propaganda memilih kandidat yang seiman, yang digencarkan pendukung Fauzi dan Nachrowi pada jeda antara putaran pertama dan putaran kedua pemilihan, berusaha menghancurkan prinsip meritokrasi. Kampanye itu juga menggerus toleransi beragama, persoalan yang akan menjadi pekerjaan besar dan harus diselesaikan gubernur baru.”
“Jokowi dan Basuki barangkali memunculkan harapan bagi penduduk Jakarta: mereka akan memimpin Ibu Kota dengan lebih manusiawi. Ketika memimpin Kota Solo, Jokowi dikenal sangat humanis. Ia, misalnya, meminta Satuan Polisi Pamong Praja "mengandangkan" pentungan dan pistol mereka. Jokowi juga mampu memindahkan kawasan pedagang pasar tanpa gejolak. Ketika menjadi Bupati Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung, Basuki juga cukup membumi,” tertulis dalam laporan Majalah Tempo berjudul Gubernur Baru Jakarta Lama (2012).
Citra Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta pun menanjak. Bahkan, namanya disebut-sebut sebagai kandidat kuat yang akan menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden Indonesia yang baru.
Pucuk dicinta ulam tiba. Nama Jokowi digaungkan oleh PDIP sebagai calon Presiden Indonesia. Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri pun mendukung usulan itu. Ia yakin rakyat Indonesia akan memilih Jokowi.
Namun, kadidat untuk mendampingi Jokowi terus dicari. Partai yang satu koalisi dengan PDIP pun aktif memberikan masukan. Golkar, apalagi. Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie lalu mendatangi langsung ke kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat pada 15 Mei 2014.
BACA JUGA:
Ia langsung menyodorkan nama anak Megawati, Puan Maharani sebagai kandidat Cawapres yang mendampingi Jokowi. Puan dianggap sebagai figur yang tepat. Apalagi Puan bukan orang baru dalam dunia politik Indonesia. Kapasitas Puas sebagai politikus tiada diragukan Aburizal.
Usulan itu tak langsung disetujui. Sekalipun Puan Maharani siap-siap saja dicalonkan. Semua keputusan tergantung kuasa Megawati Soekarnoputri. Kemudian, pilihan Megawati untuk mendampingi Jokowi bukan kepada Puan. Sebab, Pilihan kepada pendamping Jokowi jatuh kepada Jusuf Kalla.
“Keputusan Ibu Ketum apakah kami akan calonkan dari internal atau eksternal, tapi yang pasti siapa pun calonnya adalah calon dari PDI-Perjuangan," ucap anggota Komisi I DPR, Puan Maharani sebagaimana dikutip Kompas.com, 15 Mei 2014.