Radikalisme Abu Bakar Ba'asyir
Abu Bakar Baasyir (Sumber: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Abu Bakar Ba’asyir adalah pemimpin Pondok Pesantren Al Mukmin di Desa Ngaruki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Ia dianggap ulama kontroversial sekaligus radikal. Yang paling diingat, Ba’asyir menolak ikrar asas tunggal pancasila. Berdasar Undang-Undang Anti-Subversi tahun 1963, Ba’asyir dituduh bersalah. Di lain kasus, ‘amir’ dari Majelis Mujahidin Indonesia juga terlibat dalam serangkaian aksi terorisme. Ini adalah kisah dari Abu Bakar Ba'asyir.

Melansir BBC, Ba’asyir adalah jebolan Pondok Pesantren Gontor pada 1959. Setelahnya, Ba'asyir menuntut ilmu hingga menjadi lulusan Fakultas Dakwah Universitas Al Irsyad, Solo pada 1963. Saat menuntut ilmu, Ba’asyir dikenal aktif ikut dalam organisasi-organisasi bernapas Islam.

Ia pernah menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Solo. Dari sana, Ba'asyir kemudian masuk ke dalam struktur kepengurusan Pemuda Al-Iryad, Gerakan pemuda Islam Indonesia, dan Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam.

Memasuki awal dasawarsa 1970-an, Ba’asyir mulai merintis pendirian perguruan Islam, yang bakal menjadi Pondok Pesantren Al-Mukmin di Dusun Ngruki pada 1972. Perguruan itu menempati areal seluas delapan ribu meter persegi.

Semula, pendirian perguruan itu difokuskan untuk kegiatan pengajian kuliah zuhur di Masjid Agung Surakarta. Tetapi, setelah membanjirnya jumlah jemaah, Ba’asyir dan para pengajar lainnya mengembangkan pengajian itu menjadi Madrasah Diniyah.

Menolak Pancasila

Kurang dari satu dekade pendirian pondok pesantren, Ba’asyir ditangkap oleh penguasa Orde Baru. Bersama rekan seperjuangannya, Abdullah Sungkar, Ba’asyir disangkakan terlibat dalam kegiatan menghasut orang banyak menolak asal tunggal pancasila.

Tak cuma itu. Ba'asyir juga melarang hormat pada bendera merah putih. Hormat bendera, kata Ba’asyir adalah perbuatan syirik.

Dikutip dari Pusat Data dan Analisa TEMPO, dalam buku Kisah Perlawanan dan Pelarian Abu Bakar Ba’asyir Seri I (2019), rekannya, Sungkar menurut jaksa dalam suatu ceramahnya, Januari 1978, mengungkap: Pancasila itu kecil artinya dibanding Quran. Karena Pancasila itu buatan manusia, sedangkan Quran wahyu Illahi.

Ba’asyir menurut jaksa juga sering menentang pemerintah. Ba’asyir tidak setuju terhadap upacara penghormatan bendera setiap tanggal 17 Agustus. Ba'asyir bahkan tak sudi murid-muridnya ikut upacara.

Abu Bakar Ba'asyir (Sumber: Antara)

Imbasnya, Ba’asyir dan Sungkar dijatuhi hukuman 19 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Surakarta. Setelah naik banding, hukuman keduanya turun menjadi 15 tahun. Ba’asyir mendekam di penjara selama empat tahun (1978-1982). Lalu, Ba’asyir mendapat keringanan menjadi tahanan rumah.

Pada suatu kesempatan Ba’asyir melarikan diri ke Malaysia. Alih-alih bersembunyi, Ba’asyir di Negeri Jiran justru terus memupuk pembentukan gerakan radikal Jemaah Islamiyah. Namun dalam keterangan yang disampaikan Ba’asyir sendiri, ia tak mengakui telah membentuk gerakan apapun di Malaysia. Meski begitu, nama Ba’asyir telah masuk dalam laporan badan Intelijen Amerika Serikat, CIA.

Dari penjara ke penjara

Setelah menetap di Malaysia, Ba’asyir kembali ke Indonesia saat runtuhnya Orde Baru (Orba) tahun 1998. Tak lama kemudian, Ba’asyir terlibat dalam organisasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).

Organisasi tersebut dikenal dengan visi dan misinya menegakkan syariat Islam. Puncaknya, MMI mengadakan Kongres I di Yogyakarta pada 8 Agustus 2002. Dalam kongres itu Ba’asyir terpilih sebagai ketua MMI.

Sejak itu Ba’asyir bolak-balik ditangkap polisi. Ia berkali-kali menjalani persidangan dan menerima vonis penjara. Akhirnya, pada 19 Oktober 2002, Ba’asyir ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus bom Bali.

Dampak ledakan bom di dekat Sari Club, Kuta, Bali, 12 Oktober 2002 (Twitter/National Museum Australia)

Dalam persidangan, Ba’asyir dinyatakan bersalah dan divonis hukuman penjara sebanyak 2,6 tahun. Ba’asyir lalu menjalani hukuman itu. Namun, Ba’asyir lagi-lagi ditangkap oleh polisi dengan tuduhan pembentukan dan pelatihan cabang Al-Qaeda di Aceh.

Di persidangan Ba’asyir dijatuhi vonis bersalah dengan hukuman 15 tahun penjara pada 2011. Ia bahkan sempat berjuang melalui mekanisme hukum dari kasasi hingga peninjauan kembali. Hasilnya pun nihil.

Tempat penahanan Ba’asyir juga diketahui berpindah-pindah. Dari yang semula dirinya di tahan di Lapas Pasir Putih Nusa Kambangan (Cilacap) jadi ke Lapas Gunung Sindur (Bogor).

Abu Bakar Ba’asyir pun kini telah menjalani vonis 15 tahun dikurangi remisi sebanyak 55 bulan. Pada akhirnya, Ba’asyir bebas murni dari Lapas Gunung Sindur Bohor pada hari ini, Jumat, 8 Januari 2021.