Bagikan:

JAKARTA - Kerusuhan di Gedung Capitol, Amerika Serikat (AS) oleh massa pendukung Donald Trump disebut sebagai yang terparah setelah serangan Inggris ke gedung itu dua ratus tahun silam, 24 Agustus 1814. Hari itu dimulai seperti biasanya, dengan pertemuan yang sangat panjang, terkadang ditandai kebingungan, informasi salah, dan keraguan. Namun yang tidak mereka sadari, Inggris akan datang.

Mereka berbaris ke Washington DC. Target yang tepat dari para penjajah masih belum jelas. Tapi niat mereka jelas jahat. James Madison, presiden keempat pergi ke sebuah rumah pribadi di dekat Navy Yard untuk mengikuti dewan perang darurat dengan para jenderal dan anggota kabinetnya.

Sekretaris perang, John Armstrong --yang secara mencolok terlambat menghadiri pertemuan-- telah berdebat dalam beberapa hari terakhir, bahwa Inggris tak mungkin menyerang Washington DC. Ia merasa tindakan seperti itu tidak penting.

Armstrong berpikir begitu karena di Washington DC saat itu hanya ada delapan ribu penduduk dan gedung pemerintah megah yang tersebar dengan jarak yang sangat jauh. Mengutip The Washington Post, Kamis, 7 Januari 2021, Inggris sendiri telah mendarat lima hari sebelumnya di dekat perairan yang dapat dilayari di Sungai Patuxent, tenggara Washington DC.

Ada sekitar 4.500 orang, pejuang tangguh yang baru lahir dari Perang Napoleon. Pasukan Amerika dipanggil untuk menemui penjajah dan mempertahankan Ibu Kota, tetapi kebanyakan adalah milisi lokal, yaitu petani dan pedagang dengan pelatihan minimal.

Saat itu pasukan Inggris berhasil menang atas pasukan Amerika di Bladensburg, Maryland. Di bawah perintah Wakil Laksamana Sir Alexander Cockburn dan Mayor Jenderal Robert Ross, Inggris menggeruduk Gedung Capitol yang saat itu dalam masa pembangunan.

Inggris bakar Capitol

Cat air karya George Munger yang gambarkan reruntuhan Gedung Putih setelah kebakaran besar 24 Agustus 1814. (Sumber: Commons Wikimedia)

Inggris tahu bagaimana membuat api. Mereka menumpuk berbagai barang, menaburkannya dengan bubuk mesiu dan meletakkan obor di atasnya. Mereka membuat banyak kebakaran di dalam Gedung Capitol, membakar Mahkamah Agung, Perpustakaan Kongres, dan ruangan-ruangan megah di DPR dan Senat.

Kemudian, Cockburn dan Ross pergi ke Gedung Putih, menikmati makanan lezat dan minuman yang ditinggalkan Presiden Madison dan stafnya. Penjajah mengambil beberapa suvenir. Seorang letnan pergi ke ruang ganti presiden dan mengenakan salah satu kemeja bersih presiden.

Mereka lalu kembali menyalakan api. Api membakar beberapa furnitur terindah di AS, termasuk barang-barang yang diperoleh Presiden AS Thomas Jefferson dari Paris dan barang pribadi milik Madison. Api membuat ruangan itu menjadi cangkang yang hancur dan membara.

Inggris juga membakar gedung yang menampung Departemen Perang dan Negara. Mereka juga menggeledah kantor surat kabar National Intelligencer, dengan Cockburn memerintahkan penyitaan semua huruf C dari pers sehingga editor tidak bisa lagi menulis hal-hal buruk tentang dirinya. Orang Amerika sendiri telah membakar Navy Yard untuk menjaga kapal dan gudang dari tangan Inggris.

Serangan beradab, kata Inggris

Para penjajah segera meninggalkan Capitol. Ini akan menjadi serangan yang beradab, katanya. Alasan mereka sebut beradab karena tidak ada pemerkosaan, pembunuhan, dan penjarahan. Mereka bahkan menghindarkan Kantor Paten setelah diyakinkan bahwa paten adalah milik pribadi.

Para pemimpin pemerintah AS yang melarikan diri dan militernya yang tidak efektif melihat kebakaran di mana-mana. Cahaya api bisa dilihat sejauh 50 mil. Buku Vogel menceritakan sepucuk surat dari Mary Hunter, seorang penduduk di area Capitol.

“Anda tidak pernah melihat ruang tamu yang terang benderang seperti seluruh kota malam itu. Sedikit berpikir untuk pergi tidur. Mereka menghabiskan malam dengan memandangi api, dan meratapi aib kota."

Saat peristiwa itu, Presiden rupanya tinggal di sebuah perkebunan bernama Salona, ​​di McLean, dan gagal bertemu dengan Nyonya Madison, yang telah menyeberangi jembatan di Little Falls, tidak jauh dari rumah pertanian bernama Rokeby. Para warga lalu berbalik melawan Madison. Presiden dan istrinya menjadi sasaran penghinaan saat mereka mengunjungi Virginia.

Setelah mengamati kerusakan, beberapa anggota Kongres meminta agar pemerintah federal dipindahkan ke Philadelphia atau kota lain yang mereka pikir mungkin lebih aman. Ironisnya, Washington DC sendiri telah ditetapkan sebagai ibu kota negara setelah gerombolan tentara yang mabuk yang marah karena gaji yang belum dibayar menyerbu Gedung Negara Philadelphia pada Juni 1783.